Selasa, 07 Juli 2009

Pintar, Keren, Populer, Santun ? – Belum Cukup !!!

Kriteria pintar memang perlu. Orang yang pintar, dapat diartikan memiliki bekal pengetahuan yang cukup, setidaknya dalam bidang yang digelutinya. Bukan hanya punya pengetahuan tapi orang pintar biasanya juga mampu untuk mengaplikasikannya.

Tanpa bekal ilmu pengetahuan yang cukup, akan lebih sulit bagi seseorang untuk dapat menyelesaikan pelbagai masalah pelik. Seseorang haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang dapat menunjang pekerjaan yang ditekuninya agar mampu mengerjakan setiap tugas dan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya dan memberikan hasil semaksimal mungkin. Sudah tentu, ilmu pengetahuan tidak hanya melulu dapat diperoleh dari jenjang pendidikan formal. Berbagai jalan dapat ditempuh untuk selalu meningkatkan kualitas diri dan memperluas wawasan. Banyak kesuksesan dicapai dengan otodidak. Namun, pendidikan umum dasar sejatinya harus menjadi sebuah keharusan sebagai fondasi dasar berpikir seseorang.

Begitupula dengan seorang kandidat Pemimpin Bangsa. Tugas dan tanggungjawab yang akan diembannya nanti tidaklah terbilang ringan. Jauh dari ringan. Permasalahan yang akan dihadapi juga tergolong berat. Tuntutan untuk memperjuangkan nasib rakyat dan masa depan negara akan dipercayakan ke pundaknya tatkala terpilih sebagai wakil rakyat. Bekal ilmu pengetahuan yang cukup dan kepandaian, dalam penerapannya menjadi mutlak dimiliki dalam memberi solusi terbaik atas segala permasalahan bangsa. Ditunjang dengan pengalaman dan ‘’jam terbang’’ yang cukup di bidangnya, tentu akan menjadi nilai tambah tersendiri yang akan meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas.

Terbayangkah bila seseorang tidak mengerti apa yang harus dikerjakannya, bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, darimana harus memulainya, bahkan tidak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi karena ketidakmampuan menganalisa masalah? Tentu solusi yang diberikan hanya menjadi ‘’asal jadi’’, sekenanya saja, tidak menyentuh akar permasalahan, sehingga pada akhirnya tidak menyelesaikan permasalahan yang ada.

Bila kriteria pintar demikian penting sehingga bisa dikatakan haruslah menempati urutan teratas dalam memilih seorang caleg, apalagi kandidat Pemimpin Bangsa, lalu bagaimana dengan kriteria Keren dan Populer? Oh, itu hanyalah bonus!! Tambahan dalam hal penampilan. Tidaklah berdampak fatal bagi kelangsungan sebuah negara bila seorang Pemimpin Bangsa tidak terlalu keren dalam penampilannya. Apalagi sekedar penampilan luar yang dapat dengan mudah dipoles oleh sejumlah designer ternama yang demikian banyak dimiliki oleh negeri ini dan bahkan sudah tersohor hingga ke negeri lain.

Lalu bagaimana dengan kriteria kesantunan? Tentu perilaku yang santun akan melengkapi gambaran seorang Pemimpin Bangsa yang ideal. Namun hanya sekedar santun tanpa disertai dengan etika dan ketegasan dalam bertindak hanya menghasilkan keputusan dan kebijakan yang tidak bijak dan tidak tepat guna.

Tanpa dipagari oleh etika, maka kesantunan hanya akan menjadi selubung pemanis, kemasan indah yang terkadang mampu membungkus segala bentuk penghalalan cara untuk memenuhi ambisi tak berbatas. Etika sejatinya akan menjadi pagar yang membatasi setiap langkah yang dijejakkan. Sebatas santun tanpa dilengkapi dengan kebesaran jiwa hanya akan menghasilkan sosok yang sulit berintrospeksi dan berproses pada perbaikan diri. Sedangkan sudah menjadi sifat dasar manusia, tidak pernah luput dari kelemahan dan kealpaan. Sehingga etika, ketegasan dan kebesaran jiwa sejatinya harus menjadi elemen yang membingkai sebuah kesantunan.

Namun, pada akhirnya semua kriteria itu tidak akan memberi arti bagi perjalanan sebuah bangsa bila sang Kandidat Pemimpin tidak memiliki kepekaan dan keberpihakan terhadap nasib dan masa depan bangsanya.

Dapatkah terbayangkan bila hanya sekedar mengandalkan pengetahuan yang dipelajari sepanjang jenjang gelar demi gelar akademisnya, sang Pemimpin Bangsa menerapkan teori, mazhab ataupun fatsun yang tidak sesuai dengan kondisi maupun kebutuhan bangsa dan negaranya? Terpikirkah oleh kita bila sangat mengutamakan penampilan dan mengejar popularitas lalu sang Pemimpin Bangsa lebih banyak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk pelbagai kegiatan memoles citra dibandingkan memikirkan bagaimana caranya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat? Terlintaskah di benak kita betapa seseorang yang selalu menjaga sikap santun dalam setiap penampilannya di muka umum ternyata tidak mampu bereaksi saat lingkungan terdekatnya melakukan pelbagai tindakan dan melontarkan beragam pernyataan yang tidak patut, diluar batas-batas etika? Bahkan berbagai kasus di bidang psychology menunjukkan seorang psychopath pun umumnya cenderung bertindak ‘’santun’’ untuk dapat ‘’menjerat’’ korbannya.

Kesantunan memang diperlukan oleh seseorang untuk dapat diterima oleh lingkungannya. Sebagai seorang pemimpin tentu kesantunan akan mempermudah dirinya diterima di lingkup internasional. Namun, kesantunan hanyalah kemasan. Kualitas diri, karakter, kematangan jiwa dan komitmen untuk selalu berpihak pada kepentingan rakyat yang dipimpinnya akan lebih menentukan sikap dan arah yang diambil oleh seorang Pemimpin Bangsa.

Segala sesuatu ditentukan dan berawal dari Niat. Kata-kata bijak itu sangat tepat menggambarkan betapa pentingnya kriteria kepekaan dan keberpihakan kepada rakyat bagi seorang Pemimpin Bangsa. Ya, karena kepekaan dan keberpihakan merupakan landasan niat saat seseorang memutuskan untuk mengajukan diri sebagai kandidat Pemimpin Bangsa. Hendak dibawa kemanakah bangsa dan rakyat ini bila terpilih sebagai Pemimpin? Dasar apakah yang akan dipakainya dalam setiap pengambilan keputusan saat memimpin nanti? Untuk kepentingan siapakah kebijakan yang diambil akan ditujukan? Semua diawali dengan niat sang Pemimpin Bangsa.

Kepekaan dan keberpihakan kepada rakyat sejatinya merupakan serangkai kriteria yang tidak boleh dipisahkan. Kepekaan tanpa disertai keberpihakan juga hanya akan menjadi percuma. Kepekaan hanyalah sebuah kesadaran. Sedangkan keberpihakan adalah wujud nyata dari tindakan. Keberpihakan menunjukkan kesediaan seorang Pemimpin Negara untuk mengabdi dan berbakti hanya untuk kemajuan bangsa dan kemakmuran rakyatnya semata.

Seorang Pemimpin mungkin peka bahwa negara yang dipimpinnya ini memiliki kekayaan alam yang demikian berlimpah ruah. Namun tanpa keinginan untuk berpihak kepada kepentingan rakyat, maka bisa saja sang Pemimpin mengambil kebijakan yang tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sehingga hanya menjadikan setiap asset negara layaknya sebuah komoditas dan bisnis semata, tanpa memikirkan bagaimana hasil dari pengelolaan asset negara tersebut dapat berpulang dalam bentuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Seorang Pemimpin dapat saja menyadari sumber daya manusia yang begitu banyak di negerinya. Namun tanpa keberpihakan untuk memajukan kualitas diri rakyatnya maka sang Pemimpin tidak terpikirkan dan tidak menempuh upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya.

Jelaslah sudah bahwa kepekaan dan keberpihakan kepada rakyat menjadi kunci kriteria utama yang wajib dimiliki oleh seorang Pemimpin Bangsa. Didasari oleh kepekaan dan keberpihakan maka setiap langkah yang ditempuh dan program yang dicanangkan akan berujung pada pemenuhan kebutuhan rakyat. Dengan kepekaan dan keberpihakan kepada nasib dan masa depan bangsa dan rakyatnya maka setiap keputusan dan kebijakan yang diambil semata-mata hanya demi peningkatan sebesar-besar kemakmuran rakyatnya.

Berpegang pada kepekaan dan keberpihakan pada rakyat, seorang pemimpin akan memilki jiwa ksatria. Dengan selalu berlandaskan pada kepekaan dan keberpihakan maka seorang Pemimpin pada akhirnya akan mampu tampil menjadi seorang Ksatria Sejati yang selalu membela kepentingan bangsa dan negaranya.

Begitupun, hanya berbekal kepekaan dan keberpihakan kepada rakyatpun belum cukup bila tidak dilengkapi dengan kemampuan memimpin, kharisma dan ketegasan dalam bersikap. Sehebat apapun seorang Pemimpin tentu tidak mungkin bekerja sendiri. Untuk mengelola sebuah negara sebesar negri ini diperlukan kerjasama yang solid dari para pengelolanya sesuai dengan arahan dari sang Pemimpin tertinggi.

Dapatkah terbayangkan seorang Pemimpin negara melakukan semua hal seorang diri? Sedangkan seorang CEO paling hebatpun tidak akan mampu mengelola sendiri perusahaannya. Diperlukan jajaran manajemen dan bantuan seluruh karyawan untuk dapat membawa perusahaan mencapai target yang ingin dicapai. Perlu ketegasan sikap dari sang CEO untuk selalu mengingatkan setiap pihak yang terlibat dalam perusahaannya agar tetap berpegang pada visi dan misi yang menjadi pedoman dalam mengambil setiap tindakan dan kebijakan. Dibutuhkan keberanian orang nomor satu tersebut untuk mampu meluruskan setiap penyimpangan yang terjadi sebelum kian menggelembungkan kerugian demi kerugian perusahaan.

Mengapa ?

Dalam sebuah perusahaan seorang CEO dipercaya, ditunjuk dan diberi mandat untuk dapat memimpin jajaran manajemen agar bekerja dengan sebaik-baiknya guna meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham. Sesungguhnya tujuan dari pengelolaan sebuah perusahaan adalah mendapatkan keuntungan dari pengelolaan seluruh sumber daya perusahaan bagi kemakmuran para pemangku kepentingan.

Begitupula dengan seorang pemimpin negara. Ia diberi mandat oleh seluruh rakyat yang merupakan pemegang saham negeri itu sekaligus pemangku kepentingan agar dapat mengelola aset-aset negara dengan baik demi meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Bagaimanapun seluruh rakyat - tanpa kecuali - yang bernaung dan menggantungkan hidupnya pada sebuah negara berhak dan berkepentingan atas hasil pengelolaan yang dapat menjamin kelangsungan hidup mereka dengan layak.

Itu sebabnya karakter yang kuat sekaligus kewibawaan dalam diri seorang Pemimpin negara untuk dapat mengarahkan jajaran pemerintahannya agar berjalan sesuai dengan niat yang telah ditekadkan, selalu berpihak pada kepentingan rakyatnya, juga merupakan syarat mutlak berhasilnya seorang Pemimpin sejati. Kemampuan untuk memberi teladan, memimpin pasukannya dan meluruskan setiap penyimpangan yang bertendensi merugikan para pemegang sahamnya, tanpa pandang bulu, mutlak ada dalam jiwa sang Pemimpin.

Pemimpin dengan kriteria seperti apakah yang kita butuhkan saat ini?

-PriMora Harahap-

7 Juli 2009


note:

tulisan ini diunggah dan dimuat juga pada blog Kompasiana di Kompas.com dan Detik blog pada kategori Politik & bernegara, serta dapat dibaca juga di Mora's blog (http://mora-harahap.blog.co.uk/).