Selasa, 07 Juli 2009

Pintar, Keren, Populer, Santun ? – Belum Cukup !!!

Kriteria pintar memang perlu. Orang yang pintar, dapat diartikan memiliki bekal pengetahuan yang cukup, setidaknya dalam bidang yang digelutinya. Bukan hanya punya pengetahuan tapi orang pintar biasanya juga mampu untuk mengaplikasikannya.

Tanpa bekal ilmu pengetahuan yang cukup, akan lebih sulit bagi seseorang untuk dapat menyelesaikan pelbagai masalah pelik. Seseorang haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang dapat menunjang pekerjaan yang ditekuninya agar mampu mengerjakan setiap tugas dan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya dan memberikan hasil semaksimal mungkin. Sudah tentu, ilmu pengetahuan tidak hanya melulu dapat diperoleh dari jenjang pendidikan formal. Berbagai jalan dapat ditempuh untuk selalu meningkatkan kualitas diri dan memperluas wawasan. Banyak kesuksesan dicapai dengan otodidak. Namun, pendidikan umum dasar sejatinya harus menjadi sebuah keharusan sebagai fondasi dasar berpikir seseorang.

Begitupula dengan seorang kandidat Pemimpin Bangsa. Tugas dan tanggungjawab yang akan diembannya nanti tidaklah terbilang ringan. Jauh dari ringan. Permasalahan yang akan dihadapi juga tergolong berat. Tuntutan untuk memperjuangkan nasib rakyat dan masa depan negara akan dipercayakan ke pundaknya tatkala terpilih sebagai wakil rakyat. Bekal ilmu pengetahuan yang cukup dan kepandaian, dalam penerapannya menjadi mutlak dimiliki dalam memberi solusi terbaik atas segala permasalahan bangsa. Ditunjang dengan pengalaman dan ‘’jam terbang’’ yang cukup di bidangnya, tentu akan menjadi nilai tambah tersendiri yang akan meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas.

Terbayangkah bila seseorang tidak mengerti apa yang harus dikerjakannya, bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, darimana harus memulainya, bahkan tidak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi karena ketidakmampuan menganalisa masalah? Tentu solusi yang diberikan hanya menjadi ‘’asal jadi’’, sekenanya saja, tidak menyentuh akar permasalahan, sehingga pada akhirnya tidak menyelesaikan permasalahan yang ada.

Bila kriteria pintar demikian penting sehingga bisa dikatakan haruslah menempati urutan teratas dalam memilih seorang caleg, apalagi kandidat Pemimpin Bangsa, lalu bagaimana dengan kriteria Keren dan Populer? Oh, itu hanyalah bonus!! Tambahan dalam hal penampilan. Tidaklah berdampak fatal bagi kelangsungan sebuah negara bila seorang Pemimpin Bangsa tidak terlalu keren dalam penampilannya. Apalagi sekedar penampilan luar yang dapat dengan mudah dipoles oleh sejumlah designer ternama yang demikian banyak dimiliki oleh negeri ini dan bahkan sudah tersohor hingga ke negeri lain.

Lalu bagaimana dengan kriteria kesantunan? Tentu perilaku yang santun akan melengkapi gambaran seorang Pemimpin Bangsa yang ideal. Namun hanya sekedar santun tanpa disertai dengan etika dan ketegasan dalam bertindak hanya menghasilkan keputusan dan kebijakan yang tidak bijak dan tidak tepat guna.

Tanpa dipagari oleh etika, maka kesantunan hanya akan menjadi selubung pemanis, kemasan indah yang terkadang mampu membungkus segala bentuk penghalalan cara untuk memenuhi ambisi tak berbatas. Etika sejatinya akan menjadi pagar yang membatasi setiap langkah yang dijejakkan. Sebatas santun tanpa dilengkapi dengan kebesaran jiwa hanya akan menghasilkan sosok yang sulit berintrospeksi dan berproses pada perbaikan diri. Sedangkan sudah menjadi sifat dasar manusia, tidak pernah luput dari kelemahan dan kealpaan. Sehingga etika, ketegasan dan kebesaran jiwa sejatinya harus menjadi elemen yang membingkai sebuah kesantunan.

Namun, pada akhirnya semua kriteria itu tidak akan memberi arti bagi perjalanan sebuah bangsa bila sang Kandidat Pemimpin tidak memiliki kepekaan dan keberpihakan terhadap nasib dan masa depan bangsanya.

Dapatkah terbayangkan bila hanya sekedar mengandalkan pengetahuan yang dipelajari sepanjang jenjang gelar demi gelar akademisnya, sang Pemimpin Bangsa menerapkan teori, mazhab ataupun fatsun yang tidak sesuai dengan kondisi maupun kebutuhan bangsa dan negaranya? Terpikirkah oleh kita bila sangat mengutamakan penampilan dan mengejar popularitas lalu sang Pemimpin Bangsa lebih banyak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk pelbagai kegiatan memoles citra dibandingkan memikirkan bagaimana caranya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat? Terlintaskah di benak kita betapa seseorang yang selalu menjaga sikap santun dalam setiap penampilannya di muka umum ternyata tidak mampu bereaksi saat lingkungan terdekatnya melakukan pelbagai tindakan dan melontarkan beragam pernyataan yang tidak patut, diluar batas-batas etika? Bahkan berbagai kasus di bidang psychology menunjukkan seorang psychopath pun umumnya cenderung bertindak ‘’santun’’ untuk dapat ‘’menjerat’’ korbannya.

Kesantunan memang diperlukan oleh seseorang untuk dapat diterima oleh lingkungannya. Sebagai seorang pemimpin tentu kesantunan akan mempermudah dirinya diterima di lingkup internasional. Namun, kesantunan hanyalah kemasan. Kualitas diri, karakter, kematangan jiwa dan komitmen untuk selalu berpihak pada kepentingan rakyat yang dipimpinnya akan lebih menentukan sikap dan arah yang diambil oleh seorang Pemimpin Bangsa.

Segala sesuatu ditentukan dan berawal dari Niat. Kata-kata bijak itu sangat tepat menggambarkan betapa pentingnya kriteria kepekaan dan keberpihakan kepada rakyat bagi seorang Pemimpin Bangsa. Ya, karena kepekaan dan keberpihakan merupakan landasan niat saat seseorang memutuskan untuk mengajukan diri sebagai kandidat Pemimpin Bangsa. Hendak dibawa kemanakah bangsa dan rakyat ini bila terpilih sebagai Pemimpin? Dasar apakah yang akan dipakainya dalam setiap pengambilan keputusan saat memimpin nanti? Untuk kepentingan siapakah kebijakan yang diambil akan ditujukan? Semua diawali dengan niat sang Pemimpin Bangsa.

Kepekaan dan keberpihakan kepada rakyat sejatinya merupakan serangkai kriteria yang tidak boleh dipisahkan. Kepekaan tanpa disertai keberpihakan juga hanya akan menjadi percuma. Kepekaan hanyalah sebuah kesadaran. Sedangkan keberpihakan adalah wujud nyata dari tindakan. Keberpihakan menunjukkan kesediaan seorang Pemimpin Negara untuk mengabdi dan berbakti hanya untuk kemajuan bangsa dan kemakmuran rakyatnya semata.

Seorang Pemimpin mungkin peka bahwa negara yang dipimpinnya ini memiliki kekayaan alam yang demikian berlimpah ruah. Namun tanpa keinginan untuk berpihak kepada kepentingan rakyat, maka bisa saja sang Pemimpin mengambil kebijakan yang tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sehingga hanya menjadikan setiap asset negara layaknya sebuah komoditas dan bisnis semata, tanpa memikirkan bagaimana hasil dari pengelolaan asset negara tersebut dapat berpulang dalam bentuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Seorang Pemimpin dapat saja menyadari sumber daya manusia yang begitu banyak di negerinya. Namun tanpa keberpihakan untuk memajukan kualitas diri rakyatnya maka sang Pemimpin tidak terpikirkan dan tidak menempuh upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya.

Jelaslah sudah bahwa kepekaan dan keberpihakan kepada rakyat menjadi kunci kriteria utama yang wajib dimiliki oleh seorang Pemimpin Bangsa. Didasari oleh kepekaan dan keberpihakan maka setiap langkah yang ditempuh dan program yang dicanangkan akan berujung pada pemenuhan kebutuhan rakyat. Dengan kepekaan dan keberpihakan kepada nasib dan masa depan bangsa dan rakyatnya maka setiap keputusan dan kebijakan yang diambil semata-mata hanya demi peningkatan sebesar-besar kemakmuran rakyatnya.

Berpegang pada kepekaan dan keberpihakan pada rakyat, seorang pemimpin akan memilki jiwa ksatria. Dengan selalu berlandaskan pada kepekaan dan keberpihakan maka seorang Pemimpin pada akhirnya akan mampu tampil menjadi seorang Ksatria Sejati yang selalu membela kepentingan bangsa dan negaranya.

Begitupun, hanya berbekal kepekaan dan keberpihakan kepada rakyatpun belum cukup bila tidak dilengkapi dengan kemampuan memimpin, kharisma dan ketegasan dalam bersikap. Sehebat apapun seorang Pemimpin tentu tidak mungkin bekerja sendiri. Untuk mengelola sebuah negara sebesar negri ini diperlukan kerjasama yang solid dari para pengelolanya sesuai dengan arahan dari sang Pemimpin tertinggi.

Dapatkah terbayangkan seorang Pemimpin negara melakukan semua hal seorang diri? Sedangkan seorang CEO paling hebatpun tidak akan mampu mengelola sendiri perusahaannya. Diperlukan jajaran manajemen dan bantuan seluruh karyawan untuk dapat membawa perusahaan mencapai target yang ingin dicapai. Perlu ketegasan sikap dari sang CEO untuk selalu mengingatkan setiap pihak yang terlibat dalam perusahaannya agar tetap berpegang pada visi dan misi yang menjadi pedoman dalam mengambil setiap tindakan dan kebijakan. Dibutuhkan keberanian orang nomor satu tersebut untuk mampu meluruskan setiap penyimpangan yang terjadi sebelum kian menggelembungkan kerugian demi kerugian perusahaan.

Mengapa ?

Dalam sebuah perusahaan seorang CEO dipercaya, ditunjuk dan diberi mandat untuk dapat memimpin jajaran manajemen agar bekerja dengan sebaik-baiknya guna meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham. Sesungguhnya tujuan dari pengelolaan sebuah perusahaan adalah mendapatkan keuntungan dari pengelolaan seluruh sumber daya perusahaan bagi kemakmuran para pemangku kepentingan.

Begitupula dengan seorang pemimpin negara. Ia diberi mandat oleh seluruh rakyat yang merupakan pemegang saham negeri itu sekaligus pemangku kepentingan agar dapat mengelola aset-aset negara dengan baik demi meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Bagaimanapun seluruh rakyat - tanpa kecuali - yang bernaung dan menggantungkan hidupnya pada sebuah negara berhak dan berkepentingan atas hasil pengelolaan yang dapat menjamin kelangsungan hidup mereka dengan layak.

Itu sebabnya karakter yang kuat sekaligus kewibawaan dalam diri seorang Pemimpin negara untuk dapat mengarahkan jajaran pemerintahannya agar berjalan sesuai dengan niat yang telah ditekadkan, selalu berpihak pada kepentingan rakyatnya, juga merupakan syarat mutlak berhasilnya seorang Pemimpin sejati. Kemampuan untuk memberi teladan, memimpin pasukannya dan meluruskan setiap penyimpangan yang bertendensi merugikan para pemegang sahamnya, tanpa pandang bulu, mutlak ada dalam jiwa sang Pemimpin.

Pemimpin dengan kriteria seperti apakah yang kita butuhkan saat ini?

-PriMora Harahap-

7 Juli 2009


note:

tulisan ini diunggah dan dimuat juga pada blog Kompasiana di Kompas.com dan Detik blog pada kategori Politik & bernegara, serta dapat dibaca juga di Mora's blog (http://mora-harahap.blog.co.uk/).

Kamis, 23 April 2009

Kompetisi atau Aliansi ? - Suatu Kajian Bentuk Industri Telekomunikasi

Tulisan ini telah saya rampungkan pada tahun 2003. Namun saya postingkan di blog ini kembali karena masih terlihat relevansinya.

Dalam semangat globalisasi dewasa ini, semua bentuk industri berlomba-lomba untuk membuka pasarnya ke arah pasar bebas dengan kompetisi terbuka, dimana semua pelaku usaha saling bertarung, bersaing memperlihatkan keunggulan masing-masing dan meninggalkan bentuk-bentuk monopoli, duopoli maupun bentuk-bentuk saling ketergantungan semacam aliansi lainnya. Khusus bagi industri telekomunikasi di Indonesia banyak pengamat menyarankan agar industri ini secepatnya dibuka ke arah pasar yang benar-benar bebas, karena sudah terlalu lama berada dalam bentuk sistem monopoli, yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia. Hal ini sekilas tampak sejalan dengan nafas deregulasi dan privatisasi sejumlah BUMN yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah, walaupun belum lagi tuntas sepenuhnya. Tapi tidak sedikit pula yang masih menginginkan adanya bentuk-bentuk ‘kerjasama’, sebagaimana yang lazim terjadi di era bergaungnya sistem ekonomi ‘kekeluargaan’, pada zaman orde yang baru berlalu. Kini timbul pertanyaan, “Bentuk sistem pasar seperti apakah yang sebenarnya sesuai untuk industri telekomunikasi?” “Bentuk kompetisi atau aliansi kah?”

Sebenarnya tidak ada yang mutlak salah dengan penerapan ke dua sistem tersebut. Hanya diperlukan kecermatan serta kajian lebih dalam untuk dapat mengimplementasikannya pada aspek-aspek yang tepat, sehingga dapat memberi iklim berusaha yang membangun, dan tidak bersifat destruktif bagi para pelaku usaha yang bermain didalamnya. Sinergi antara keduanya justru bisa memungkinkan lahirnya suatu bentuk industri yang kokoh dengan iklim berusaha yang kondusif. Lalu pertanyaan berikut yang muncul adalah, “Dalam hal apa setiap bentuk sistem tersebut sebaiknya diterapkan?”.

Industri telekomunikasi dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk industri yang cukup unik. Dengan karakteristik perdagangan jasa, maka di satu sisi semangat berkompetisi di antara para pelaku usahanya sangat diperlukan untuk dapat merangsang peningkatan kualitas dan ragam produk maupun jenis layanan, seperti produk aplikasi maupun isi informasi (content) yang ditawarkan kepada masyarakat. Iklim berusaha yang kompetitif pada gilirannya akan memberikan beragam pilihan terbaik dengan harga yang kompetitif dan rasional bagi konsumen penggunanya. Namun di sisi lain, dalam hal keterhubungan setiap bentuk komunikasi melalui media apapun, baik dalam bentuk komunikasi suara maupun data, maka penerapan konsep kompetisi yang mutlak sangatlah tidak tepat. Dalam hal ini, konsep aliansi tetap diperlukan terkait dengan jaminan hubungan komunikasi yang baik antar pelanggan lintas operator.


Konsep Kompetisi

Penerapan bentuk pasar monopoli ataupun duopoli memang tidak menjamin tersedianya tingkat mutu pelayanan (service) yang memuaskan bagi konsumen pengguna jasa tersebut, disebabkan tidak adanya alternatif pilihan bagi konsumen untuk dapat menggunakan jasa dari badan usaha lainnya.

Disamping konsumen juga tidak akan mendapatkan harga atau tarif yang rasional dan berpihak bagi kepentingan konsumen, karena bentuk ini memungkinkan pelaku usaha untuk menerapkan harga ataupun tarif yang tidak rasional, jauh di atas biaya ataupun pendapatan marginal, mengingat tingkat ketergantungan konsumen yang sedemikian besar.

Penerapan tarif yang sewenang-wenang dan irasional memang mungkin diatasi dengan pemberlakukan tarif maksimum (rate of return regulation) oleh pemerintah. Namun hal ini tetap tidak dapat menjamin badan usaha monopoli tersebut untuk memberikan dan meningkatkan mutu layanan kepada konsumen pengguna. Hal ini disebabkan badan usaha yang mendapat kewenangan sebagai badan penyelenggara bertindak sebagai konglomerasi yang menguasai seluruh unit usaha hulu ke hilir, tanpa adanya pesaing, dalam sektor telekomunikasi.

Badan usaha dengan bentuk konglomerasi dari hulu ke hilir, tanpa pesaing ini tidak akan efisien dalam beroperasi maupun memberikan layanannya kepada konsumen karena seluruh kekuatan sumber daya yang dimiliki tidak difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam suatu kompetensi inti (core competence) tertentu. Mutu layanan akan lebih terjamin apabila setiap pelaku usaha diberi kebebasan untuk memposisikan dirinya pada suatu kompetensi inti.

Dalam jangka panjang, hambatan berupa terbatasnya kemampuan pengembangan kapasitas dari suatu badan usaha berbentuk konglomerasi hulu ke hilir, tanpa pesaing ini menyebabkan kebutuhan yang sedemikian besar akan layanan telekomunikasi tidak dapat terpenuhi dengan segera. Dengan demikian tingkat inefisiensi akan menjadi semakin besar. Kebutuhan (demand) masyarakat akan sarana telekomunikasi dan informasi yang semakin tinggi memerlukan suatu bentuk pasar lain yang lebih efisien serta dapat menjamin percepatan pemenuhan kebutuhan layanan telekomunikasi bagi negara Indonesia yang berbentuk kepulauan.

Pasar persaingan sempurna merupakan suatu bentuk pasar dimana terdapat banyak pelaku usaha untuk jenis bidang usaha yang sama, dimana setiap pelaku usaha bebas keluar dan masuk pasar tanpa adanya hambatan. Kondisi ini akan selalu menciptakan suatu bentuk keseimbangan (equilibrium) antara permintaan dan penawaran, sehingga tercapai suatu tingkat kepuasan optimal bagi konsumen pengguna maupun para pelaku usaha.

Tidak adanya hambatan masuk (barrier to entry) dalam bentuk perlakuan tidak seimbang maupun diskriminasi regulasi bagi pelaku usaha tertentu membuat bentuk pasar dengan tingkat persaingan sempurna, menjamin suatu tingkat harga ataupun tarif yang adil dan transparan bagi konsumen pengguna karena para pelaku usaha tidak akan dapat menentukan sendiri tarif mereka jauh di atas biaya ataupun pendapatan marginal. Tingkat tarif akan sangat dipengaruhi oleh posisi tawar pada pasar tersebut.

Tingkat permintaan yang sedemikian tinggi (over demand) akan membuat tarif yang diterima oleh pasar (konsumen) meningkat melebihi pendapatan marginal. Dengan sendirinya iklim usaha tersebut akan menarik para pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar dan berupaya menarik konsumen yang ada, sehingga pada akhirnya kondisi permintaan dan penawaran akan kembali ke kondisi seimbang serta tarif kembali pada batas pendapatan marginal.

Demikian pula halnya bila terjadi kondisi over supply dimana jumlah pelaku usaha dalam pasar tersebut sudah terlalu banyak, maka tarif yang berlaku di pasar akan menurun, dan membuat beberapa pelaku pasar yang tidak dapat bertahan akan keluar dari pasar untuk mencari sektor usaha lain yang lebih baik. Hal ini akan mengurangi total penawaran dalam pasar sehingga pada akhirnya kondisi permintaan dan penawaranpun kembali pada titik setimbang, begitu pula halnya dengan tarif.

Dapat terlihat bahwa dalam jangka panjang, tarif ditentukan oleh perubahan tingkat permintaan terhadap jasa yang ditawarkan. Suatu kondisi keseimbangan akan selalu tercapai, karena banyaknya alternatif pilihan bagi konsumen pengguna, sehingga para pelaku usaha tidak akan dapat menetapkan tarif secara sewenang-wenang. Pada akhirnya hanya pelaku-pelaku usaha dengan penawaran terbaik yang benar-benar dapat bertahan dalam kondisi pasar seperti ini.

Pada jenis pasar dengan tingkat persaingan yang benar-benar sempurna, tidak diperlukan lagi intervensi pemerintah dalam hal penetapan tarif. Tarif yang berlaku adalah tarif yang diterima oleh pasar sesuai dengan tingkat permintaan dan penawaran yang ada.

Tiadanya ruang gerak bagi para pelaku usaha untuk dapat menentukan sendiri tarif yang mereka inginkan, membuat mereka hanya dimungkinkan memenangkan tingkat persaingan yang sedemikian tinggi melalui peningkatan keunggulan daya saing lainnya seperti mutu layanan. Untuk dapat memenangkan pelanggan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba meningkatkan mutu dan ragam jenis layanan maupun produk aplikasi yang ditawarkan serta positioning yang kuat dalam pasar melalui penciptaan citra yang positif. Hanya dengan memiliki suatu keunikan tersendiri dan nilai tambah yang dapat mencirikan layanan yang ditawarkan serta memperoleh loyalitas konsumen, pelaku usaha pada pasar ini dimungkinkan untuk memperoleh keunggulan dalam bersaing dan keuntungan lebih dibandingkan dengan pelaku usaha lainnya.


Konsep Aliansi

Di lain pihak, konsep aliansi bukanlah hal baru dalam industri telekomunikasi di berbagai negara maju yang bahkan telah lebih dulu membuka pasar mereka. Pada kwartal awal tahun 2003 ini, lima operator telekomunikasi selular terkemuka di Asia Pasifik telah mengumumkan rencana untuk melakukan aliansi yang dinamakan Asia Mobility Initiative (AMI). Kelima operator tersebut adalah MobileOne dari Singapura, Maxis dari Malaysia, CSL dari Hongkong, Telstra dari Australia dan Smart dari Filipina. Tujuan utama dari pembentukan aliansi ini adalah untuk dapat menjamin ketersediaan hubungan komunikasi antar pelanggan di seluruh negara tersebut.

Semangat aliansi memang sangat diperlukan dalam kaitannya dengan masalah interkoneksi antar operator yang sebenarnya merupakan persyaratan dasar dari suatu dunia telekomunikasi yang tanpa batas. Hal ini sesuai dengan karakteristik dasar dari pengembangan teknologi telekomunikasi itu sendiri, yaitu meniadakan batas-batas negara maupun kendala waktu, yang memungkinkan setiap orang dapat berkomunikasi dengan orang lain di belahan dunia manapun pada setiap saat yang diinginkan.

Konsep sinergi pada tingkat nasional, regional maupun global semacam ini sangat dibutuhkan untuk menunjang terjalinnya komunikasi antar pelanggan lintas batas dan operator. Sehingga pelanggan tidak lagi merasakan adanya batasan-batasan dalam berkomunikasi hanya karena terkungkung dalam wilayah layanan satu operator saja. Konsep ini menarik bila dikaitkan dengan perkembangan teknologi telekomunikasi.

Perkembangan teknologi telekomunikasi telah memungkinkan setiap orang dapat melakukan hubungan komunikasi suara maupun data melalui berbagai bentuk media (multi media communication). Oleh karena itu diperlukan suatu aliansi dalam bentuk interkoneksi antar operator yang dapat mengakomodasi adanya kebutuhan konsumen pengguna jasa telekomunikasi akan keterhubungan segala bentuk komunikasi antar pelanggan lintas operator. Diharapkan setiap pelanggan dari operator di wilayah manapun akan dapat melakukan komunikasi dalam bentuk apapun melalui segala bentuk media komunikasi dengan setiap orang di wilayah berbeda dengan operator berbeda. Tanpa adanya jaminan akan kelangsungan komunikasi lintas operator dan lintas wilayah, maka suatu jasa layanan komunikasi dalam bentuk apapun tidak akan memberi arti lebih maupun nilai tambah kepada penggunanya, walau didukung oleh teknologi tercanggih sekalipun.

Diperlukan kesiapan dan kesediaan dari setiap operator penyelenggara jasa layanan telekomunikasi, khususnya dari operator yang masih dominan menguasai sebagian besar jaringan telekomunikasi di suatu negara (incumbent players), untuk membuka jaringannya terhadap operator lain guna dapat menyalurkan trafik komunikasi antar pelanggan.

Hambatan dalam bentuk keengganan operator membuka sarana interkoneksi dengan operator lain, hanya akan membuat perkembangan industri telekomunikasi jalan di tempat, karena akan mematikan potensi tingginya produktivitas pulsa yang dapat distimulus dari kemampuan komunikasi antar pelanggan lintas operator, yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat perolehan ARPU. Bila hambatan semacam ini terjadi, maka upaya untuk membuka industri telekomunikasi ke arah pasar yang lebih bebas, sebagaimana upaya pemerintah melalui serangkaian deregulasinya, sia-sia belaka.


Implementasi

Tidak mudah untuk mengimplementasikan ke dua konsep tersebut dalam bentuk sinergi yang harmonis di suatu industri telekomunikasi yang telah lama memberlakukan sistem monopoli. Operator telekomunikasi yang telah sekian lama menikmati kenyamanan dan kemudahan dari kondisi monopoli tersebut, akan cenderung menolak untuk membuka jaringannya terhadap operator lain saat hak monopolinya telah dicabut. Berbagai upaya akan dilakukan untuk menghambat pertumbuhan operator-operator pendatang baru, dengan harapan agar tetap menjadi operator terbesar yang dominan dan menguasai pasar.

Bila kondisi semacam ini tidak ditangani, akan mengembalikan pasar telekomunikasi ke bentuk monopoli kembali. Hambatan terhadap pertumbuhan setiap operator pendatang baru, hanya membuat kehadiran operator-operator baru tersebut sebagai ‘pelengkap persyaratan’ saja bagi terciptanya kesan pembukaan pasar telekomunikasi ke arah yang lebih bebas, agar tidak digolongkan sebagai negara yang tidak mau berpartisipasi dalam proses globalisasi dunia, sebagaimana tuntutan organisasi perdagangan dunia (WTO) kepada negara-negara anggotanya.

Dalam hal ini peran suatu badan pengawas dan pengatur jalannya pelaksanaan setiap bentuk regulasi yang telah ditetapkan dalam rangka pembukaan pasar telekomunikasi yang lebih bebas, sangat diperlukan. Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan fungsinya selaku pengawas dan pengatur, tentunya badan tersebut harus bersifat independen, sehingga terhindar dari sikap keberpihakan terhadap operator tertentu. Badan inilah yang akan mencegah terjadinya upaya-upaya penghambatan maupun langkah-langkah kompetisi yang tidak sehat dari para operator besar (incumbent players).

Dengan demikian, diperlukan kehati-hatian dalam membuka pasar telekomunikasi Indonesia dan mensinergikan ke dua konsep tersebut pada aspek-aspek yang tepat, sehingga dapat menumbuhkembangkan industri telekomunikasi itu sendiri dan tidak mematikan para pemain didalamnya.

Penanganan yang tepat, adanya badan regulator yang benar-benar independen serta regulasi yang jelas arah tujuannya, akan membuat industri telekomunikasi tumbuh berkembang dengan tetap memberi layanan terbaik bagi konsumennya, tanpa perlu terperangkap dalam sistem kanibalisme dan saling memakan satu dengan lainnya. Diperlukan suatu tatanan dan program yang jelas dari pemerintah dalam hal ini, sebagaimana dapat dicontoh dari beberapa negara yang telah lebih dulu sukses membuka pasar telekomunikasinya.


prepared by PriMora B Harahap

23 April 2003

Persaingan Sempurna, Bentuk Pasar Ideal bagi Industri Telekomunikasi Indonesia

Tulisan ini saya rampungkan pada medio Agustus tahun 2001. Namun saya postingkan di blog ini kembali karena masih terasa relevansinya dengan kondisi industri telekomunikasi saat ini.

Tuntutan pasar khususnya konsumen akan tingkat pelayanan yang baik serta tingkat harga yang adil dan transparan semakin kritis, membuat bentuk pasar monopoli ataupun duopoli dalam industri penyediaan jasa telekomunikasi tidak lagi sesuai. Penerapan bentuk pasar inipun tidak lagi memadai dalam memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia akan akses dan layanan jasa telekomunikasi - informasi yang sangat diperlukan untuk dapat mempersiapkan masyarakat memasuki pasar perdagangan bebas. Sandang, pangan dan papan memang merupakan kebutuhan pokok hari ini, namun untuk dapat menghadapi masa depan, aspek informasi tidak dapat diabaikan bahkan akan menjadi kebutuhan utama masyarakat.

Oleh karena itu dirasakan perlu untuk melakukan suatu percepatan ekskalasi sarana telekomunikasi dan informasi, mengingat sarana infrastruktur ini merupakan aspek penunjang yang sangat penting bagi upaya pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.



Monopoli dan Duopoli :
Tidak Menjamin Mutu Layanan dan Percepatan Ekskalasi Nasional

Penerapan bentuk pasar monopoli ataupun duopoli tidak menjamin tersedianya tingkat mutu pelayanan (service) yang memuaskan bagi konsumen pengguna jasa tersebut, disebabkan tidak adanya alternatif pilihan bagi konsumen untuk dapat menggunakan jasa dari badan usaha lainnya. Disamping konsumen juga tidak akan mendapatkan harga atau tarif yang adil dan berpihak bagi kepentingan konsumen, karena bentuk ini memungkinkan pelaku usaha untuk menerapkan harga ataupun tarif yang tidak rasional, jauh di atas biaya ataupun pendapatan marginal, mengingat tingkat ketergantungan konsumen yang sedemikian besar.

Penerapan tarif yang sewenang-wenang dan irasional memang mungkin diatasi dengan pemberlakukan tarif maksimum (rate of return regulation) oleh pemerintah. Namun hal ini tetap tidak dapat menjamin badan usaha monopoli tersebut untuk memberikan dan meningkatkan mutu layanan kepada konsumen pengguna. Hal ini disebabkan badan usaha yang mendapat kewenangan sebagai badan penyelenggara bertindak sebagai konglomerasi yang menguasai seluruh unit usaha hulu ke hilir dalam sektor telekomunikasi.

Badan usaha dengan bentuk konglomerasi dari hulu ke hilir ini tidak akan efisien dalam beroperasi maupun memberikan layanannya kepada konsumen karena seluruh kekuatan sumber daya yang dimiliki tidak difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam suatu kompetensi inti (core competence) tertentu. Mutu layanan akan lebih terjamin apabila setiap pelaku usaha diberi kebebasan untuk memposisikan dirinya pada suatu kompetensi inti.

Dalam jangka panjang, hambatan berupa terbatasnya kemampuan pengembangan kapasitas dari suatu badan usaha berbentuk konglomerasi hulu ke hilir ini menyebabkan kebutuhan yang sedemikian besar akan layanan telekomunikasi tidak dapat terpenuhi dengan segera. Dengan demikian tingkat inefisiensi akan menjadi semakin besar. Kebutuhan (demand) masyarakat akan sarana telekomunikasi dan informasi yang semakin tinggi memerlukan suatu bentuk pasar lain yang lebih efisien serta dapat menjamin percepatan pemenuhan kebutuhan layanan telekomunikasi bagi negara Indonesia yang berbentuk kepulauan.



Persaingan Sempurna (Perfect Competition):
Berikan Tingkat Kepuasan dan Penyediaan Sarana Infrastruktur Optimal

Pasar persaingan sempurna merupakan suatu bentuk pasar dimana terdapat banyak pelaku usaha untuk jenis bidang usaha yang sama, dimana setiap pelaku usaha bebas keluar dan masuk pasar tanpa adanya hambatan. Kondisi ini akan selalu menciptakan suatu bentuk keseimbangan (equilibrium) antara permintaan dan penawaran, sehingga tercapai suatu tingkat kepuasan optimal bagi konsumen pengguna maupun para pelaku usaha.

Tidak adanya hambatan masuk (barrier to entry) maupun diskriminasi regulasi bagi pelaku usaha tertentu membuat bentuk pasar dengan tingkat persaingan sempurna, menjamin suatu tingkat harga ataupun tarif yang adil dan transparan bagi konsumen pengguna karena para pelaku usaha tidak akan dapat menentukan sendiri tarif mereka jauh di atas biaya ataupun pendapatan marginal. Tingkat tarif akan sangat dipengaruhi oleh posisi tawar pada pasar tersebut.

Tingkat permintaan yang sedemikian tinggi (over demand) akan membuat tarif yang diterima oleh pasar (konsumen) meningkat melebihi pendapatan marginal. Dengan sendirinya iklim usaha tersebut akan menarik para pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar dan berupaya menarik konsumen yang ada, sehingga pada akhirnya kondisi permintaan dan penawaran akan kembali ke kondisi seimbang serta tarif kembali pada batas pendapatan marginal.

Demikian pula halnya bila terjadi kondisi over supply dimana jumlah pelaku usaha dalam pasar tersebut sudah terlalu banyak, maka tarif yang berlaku di pasar akan menurun, dan membuat beberapa pelaku pasar yang tidak dapat bertahan akan keluar dari pasar untuk mencari sektor usaha lain yang lebih baik. Hal ini akan mengurangi total penawaran dalam pasar sehingga pada akhirnya kondisi permintaan dan penawaranpun kembali pada titik setimbang, begitu pula halnya dengan tarif.

Dapat terlihat bahwa dalam jangka panjang, tarif ditentukan oleh perubahan tingkat permintaan terhadap jasa yang ditawarkan. Suatu kondisi keseimbangan akan selalu tercapai, karena banyaknya alternatif pilihan bagi konsumen pengguna, sehingga para pelaku usaha tidak akan dapat menetapkan tarif secara sewenang-wenang. Pada akhirnya hanya pelaku-pelaku usaha dengan penawaran terbaik yang benar-benar dapat bertahan dalam kondisi pasar seperti ini.

Pada jenis pasar dengan tingkat persaingan yang benar-benar sempurna, tidak diperlukan lagi intervensi pemerintah dalam hal penetapan tarif. Tarif yang berlaku adalah tarif yang diterima oleh pasar sesuai dengan tingkat permintaan dan penawaran yang ada.

Tiadanya ruang gerak bagi para pelaku usaha untuk dapat menentukan sendiri tarif yang mereka inginkan, membuat mereka hanya dimungkinkan memenangkan tingkat persaingan yang sedemikian tinggi melalui peningkatan daya saing lainnya seperti mutu layanan. Untuk dapat memenangkan pelanggan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba meningkatkan mutu layanan maupun produk aplikasi yang ditawarkan serta positioning yang kuat dalam pasar melalui penciptaan citra yang positif. Hanya dengan memiliki suatu nilai tambah yang dapat mencirikan layanan yang ditawarkan serta memperoleh loyalitas konsumen, pelaku usaha pada pasar ini dimungkinkan untuk memperoleh sedikit keunggulan dalam bersaing dan keuntungan lebih dibandingkan dengan pelaku usaha lainnya.

Kondisi seperti ini sesungguhnya merupakan gabungan antara jenis pasar persaingan sempurna dengan monopoli semu. Jumlah pelaku usaha yang cukup banyak dalam bidang usaha yang sama membuat sesungguhnya para pelaku usaha berada dalam bentuk pasar persaingan sempurna serta tingkat persaingan yang sangat tinggi, namun adanya nilai tambah dan positioning khusus yang kuat, akan membuat suatu layanan yang ditawarkan menjadi berbeda dari layanan sejenis, yang dapat membuat suatu pelaku usaha memperoleh perlakuan ‘eksklusif sementara’ berupa loyalitas serta inelastisitas harga dari para konsumennya.

Mengingat kondisi monopoli semu dalam bentuk pasar dengan tingkat persaingan sempurna ini tidak akan bersifat langgeng, maka sewaktu-waktu akan terdapat pesaing yang memiliki nilai tambah maupun positioning yang sama, yang membuat kembali pada keadaan pasar persaingan sempurna yang murni. Hal ini akan membuat para pelaku usaha selalu berupaya meningkatkan nilai tambah serta menjaga positioning maupun citra positif mereka. Kondisi ini jelas akan memberikan keuntungan optimal bagi para konsumen pengguna, yang akan mendapatkan tarif maupun mutu layanan terbaik.

Banyaknya jumlah pelaku usaha dalam pasar ini juga memungkinkan peningkatan total kapasitas maupun sumber daya yang diperlukan untuk mencapai target percepatan ekskalasi nasional. Percepatan pemenuhan kebutuhan akan sarana ini akan menjamin tersedianya akses informasi maupun komunikasi bagi seluruh masyarakat Indonesia yang pada akhirnya sangat mendukung upaya pemberdayaan dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat, khususnya dalam memasuki era perdagangan bebas.



Fokus pada Kompetensi Inti (Core Competence):
Tingkatkan Efisiensi

Bentuk konglomerasi yang menguasai jenis usaha dari hulu ke hilir sangatlah tidak efisien karena seluruh kemampuan sumber daya yang dimiliki tidak terfokus pada peningkatan suatu kemampuan atau kompetensi inti tertentu, yang pada akhirnya secara keseluruhan akan menurunkan tingkat efisiensi dari suatu badan usaha. Jenis usaha yang terfokus pada kompetensi inti yang dimiliki akan membuat produk maupun jenis layanan yang dihasilkan mampu memiliki nilai tambah serta meningkatkan keunggulan daya saing dibandingkan dengan produk atau layanan sejenis. Dengan demikian pelaku usaha yang memiliki keunggulan daya saing tersebut akan lebih mudah menetapkan positioning yang kuat di pasar serta memenangkan tingkat persaingan yang tinggi sekalipun.

Pada jangka panjang, bentuk-bentuk badan usaha konglomerasi akan sampai pada suatu tahap dimana seluruh sumber daya yang ada termasuk kapasitas jaringan tidak lagi dapat diperluas dalam waktu singkat guna memenuhi tingkat kebutuhan akan layanan telekomunikasi yang masih sedemikian tinggi. Secara tidak disadari bentuk konglomerasi ini juga merupakan hambatan masuk (entry barrier) bagi para pelaku usaha pemula untuk dapat memposisikan dirinya di pasar serta meluaskan pangsa pasarnya, mengingat seluruh jenis usaha dari hulu ke hilir telah dikuasai oleh badan-badan usaha tertentu. Tentu kondisi semacam ini akan menghambat terciptanya suatu bentuk pasar persaingan sempurna yang ideal, yang pada gilirannya akan menghambat program ekskalasi pemenuhan kebutuhan layanan telekomunikasi nasional.


Dilain pihak, pemfokusan badan-badan usaha pada kompetensi intinya masing-masing dalam bentuk pasar dengan tingkat persaingan sempurna akan memberikan keuntungan optimal bagi seluruh konsumen. Disamping tarif yang rasional, konsumen juga akan memperoleh mutu produk maupun layanan yang lebih unggul.

Pada sektor telekomunikasi, kompetensi inti dalam aspek operasional dapat melingkupi backbone, mobile network dan local access. Sedangkan dari sisi layanan (service) pada sektor telekomunikasi meliputi multimedia, voice dan data communication. Pemfokusan pada setiap kompetensi inti yang dimiliki seperti inilah yang akan membantu meningkatkan efisiensi suatu pelaku usaha telekomunikasi.

Langkah untuk memfokuskan setiap unit usaha pada kompetensi inti tertentu, telah banyak dilakukan di negara-negara maju, seperti perusahaan raksasa telekomunikasi AT&T di Amerika. Pemecahan suatu perusahaan telekomunikasi besar menjadi beberapa sub unit usaha yang memfokuskan diri pada kompetensi inti masing-masing telah meningkatkan efisiensi jangka panjang dalam hal penggunaan sumber daya yang ada, positioning yang lebih jelas dan terarah, disamping peningkatan mutu layanan yang diberikan kepada konsumen.



Ciptakan Iklim Usaha Kondusif

Suatu bentuk pasar yang dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif sangat dibutuhkan bagi program pengembangan dan percepatan di sektor telekomunikasi – informasi. Rencana dan komitmen pemerintah untuk membuka lebih lebar lagi keran deregulasi bagi industri telekomunikasi merupakan suatu langkah yang tepat yang patut didukung oleh para pelaku usaha bagi pengembangan iklim berusaha yang kondusif di sektor tersebut. Guna memenuhi kebutuhan akan peningkatan mutu layanan bagi kepentingan publik, Pemerintah telah pula menerapkan sistem lisensi moderen (modern licencing system) dimana setiap pelaku usaha swasta yang akan masuk ke dalam pasar telekomunikasi memiliki kewajiban untuk memenuhi komitmen penyelenggaraan usahannya dengan tingkat mutu pelayanan tertentu. Kegagalan pelaku usaha dalam memenuhi komitmennya akan mengakibatkan timbulnya penalti.

Diperlukan dukungan yang kuat tidak hanya dari sektor telekomunikasi, namun juga dari sektor-sektor lain yang merupakan pengguna jasa telekomunikasi. Langkah tersebut akan menciptakan suatu bentuk pasar persaingan sempurna (perfect competition) yang ideal yang menunjang terbentuknya iklim persaingan yang sehat antar pelaku usaha. Pada gilirannya akan mempercepat pemenuhan kebutuhan akan sarana telekomunikasi – informasi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Keberadaan Telkom dan Indosat yang sudah cukup lama sebagai badan usaha dengan sejumlah eksklusivitas pada bentuk pasar duopoli di sektor telekomunikasi Indonesia selama ini, tentunya membuat badan usaha tersebut telah memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan para pelaku usaha swasta lainnya yang baru memasuki pasar yang sama, dalam bentuk customer base serta jaringan infrastruktur yang kuat. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pada saat sistem pasar persaingan sempurna diberlakukan melalui serangkaian deregulasi, ke dua badan usaha tersebut telah secara de facto diberikan kemudahan untuk mempertahankan dan mengontrol pasar dan industri telekomunikasi nasional.

Dengan demikian, memang tidak mudah bagi para pelaku usaha swasta lainnya untuk memasuki sektor ini. Namun dengan dukungan serta komitmen yang kuat dari pemerintah untuk terciptanya suatu tingkat persaingan yang sehat akan memberikan peluang sangat besar bagi para pelaku usaha swasta untuk masuk dan bertahan dalam sektor ini dengan membangun nilai tambah serta positioning mereka guna dapat merebut potensial konsumen yang masih sangat besar.

Pemberian lisensi bagi para pelaku usaha swasta maupun kemudahan penanaman modal, khususnya dalam menarik mitra usaha asing untuk melakukan investasi sangat diperlukan dalam menciptakan tingkat persaingan yang sehat. Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan dan ditempuh oleh pemerintah untuk dapat menciptakan pasar dengan tingkat persaingan yang sempurna serta iklim usaha yang benar-benar kondusif.

Pertama, adalah dengan menjamin terciptanya stabilitas nasional, termasuk stabilitas dalam kepastian penerapan hukum yang berlaku maupun jaminan keamanan. Situasi yang penuh dengan gejolak massa serta ketidakpastian hukum tidak akan mampu menarik pelaku usaha baru maupun investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Iklim usaha tanpa gangguan (distorsi), dengan menghilangkan birokratisasi serta diskriminasi regulasi juga merupakan faktor penting bagi terciptanya iklim usaha yang kondusif. Tingginya tingkat birokrasi serta adanya perbedaan perlakuan membuat persaingan pasar tidak berlangsung dengan sempurna, sehingga akan terdapat sekelompok pelaku usaha yang diuntungkan dan dapat mengambil keuntungan lebih banyak tanpa perlu memperhatikan tingkat kepentingan konsumen.

Disamping itu peningkatan kemampuan serta keahlian tenaga kerja yang terlatih juga akan dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Ketersediaan tenaga kerja ahli (skilled employee) sangat diperlukan bagi sektor telekomunikasi yang menggunakan teknologi tingkat tinggi (high technology) dalam pengoperasiannya.

Tidak kalah pentingnya adalah adanya insentif dari pemerintah dalam bentuk kebijakan keringanan bea masuk yang berlaku adil (tanpa diskriminasi) bagi seluruh pelaku usaha sektor layanan publik seperti telekomunikasi – informasi. Kebijakan berupa keringanan bea masuk akan sangat menunjang program percepatan mengingat industri telekomunikasi – informasi merupakan sektor layanan publik yang memerlukan perangkat teknologi tinggi dengan biaya cukup mahal.

Iklim usaha yang adil, transparan dan bebas gangguan sangat penting untuk diciptakan oleh pemerintah. Bidang usaha pada sektor layanan publik dengan tingkat kebutuhan (ketergantungan) yang sangat tinggi dari konsumen pengguna bersifat sangat rentan terhadap kemungkinan timbulnya kekuatan monopoli bagi pelaku usaha tertentu saja sehingga diperlukan rambu-rambu regulasi yang lebih jelas dan transparan.

Penciptaan iklim berusaha yang mengarahkan setiap unit usaha untuk fokus pada kompetensi inti masing-masing akan memberikan keuntungan optimal bagi semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha maupun konsumen. Privatisasi badan-badan usaha milik negara yang selama ini telah berlaku sebagai konglomerasi di sektor telekomunikasi seyogyanya dibagi menjadi beberapa unit usaha yang memfokuskan dirinya pada kompetensi inti yang dimiliki guna meningkatkan efisiensi secara menyeluruh.

Dalam hal ini, diharapkan pemerintah dapat memisahkan peran dan kepentingannya sebagai pemegang saham, khususnya pada badan-badan usaha milik negara (BUMN), dengan peran sebagai pengakomodasi kepentingan rakyat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Disamping menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif, khususnya dalam bentuk eliminasi hambatan masuk bagi para pelaku usaha pemula, yang akan lebih dapat memberikan jaminan peningkatan mutu layanan bagi seluruh konsumen serta pencapaian target ekskalasi pemenuhan kebutuhan layanan telekomunikasi nasional.

Tingkat persaingan yang sehat akan memacu setiap pelaku usaha, tidak terkecuali Telkom dan Indosat yang sekian lama terbuai dalam kenyamanan berusaha, untuk berupaya meraih pasar dengan memberikan tingkat kepuasan yang optimal bagi para konsumen pengguna serta berupaya mempertahankan pelanggannya dengan selalu meningkatkan nilai tambah serta positioning yang kuat.

Pada akhirnya, seluruh masyarakat Indonesia akan mendapatkan akses maupun tingkat layanan telekomunikasi – informasi yang terbaik, karena hanya pelaku usaha yang memiliki reputasi serta kinerja baik yang dapat bertahan dalam bentuk pasar persaingan sempurna.

Kondisi persaingan sempurna yang memicu peningkatan mutu layanan, ragam produk maupun aplikasi yang ditawarkan serta harga yang semakin bersaing inilah yang kini mulai dirasakan keuntungannya oleh konsumen pengguna jasa layanan telekomunikasi di Indonesia. Harga yang bersaing serta tawaran yang variatif membuat konsumen bebas memilih yang terbaik dan paling sesuai bagi kebutuhannya.

Terbukanya iklim kompetisi bagi para pelaku bisnis telekomunikasi seyogyanya tidak membuat para operator telekomunikasi tidak terhanyut dalam perang tarif, berupaya meraih sebanyak-banyaknya konsumen dengan mencoba menarik potensial pelanggan melalui tawaran tarif murah yang terkesan menggiurkan dan seringkali tanpa transparansi pola perhitungan tarif, dan mengorbankan kualitas produk maupun mutu layanan. Meningkatnya kecerdasan konsumen akan semakin mengurangi tingkat loyalitas mereka pada sebuah operator. Sehingga setiap operator telekomunikasi perlu untuk senantiasa mencermati strategi usahanya dan tetap fokus pada kompetensi inti dengan memberikan layanan yang optimal bagi konsumennya, memenuhi kebutuhan dan harapan segmen pelanggan yang disasarnya, guna dapat mempertahankan konektivitas konsumen, meningkatkan produktivitas pelanggan, yang pada akhirnya akan meningkatkan trafik dan mengucurkan laba pada pundi-pundi operator.


prepared by PriMora B Harahap


10 Aug 2001

Strategi Peningkatan Daya Saing Produk

Tulisan inipun telah saya rampungkan di akhir tahun 2000. Namun saya postingkan di blog ini kembali karena masih terasa relevansinya bagi dunia usaha Indonesia, untuk meningkatkan daya saingnya dalam memasuki gempuran produk-produk luar di era globalisasi yang tidak mungkin dapat dielakkan lagi.

Sebuah produk tidak akan dapat “memasarkan” dirinya sendiri dengan baik dan memenangkan tingkat persaingan yang ketat bila tidak ditunjang oleh strategi pemasaran yang baik pula yang dapat meningkatkan daya saing produk tersebut di mata konsumen.

Strategi pemasaran yang baik untuk dapat meningkatkan daya saing suatu produk haruslah dilengkapi dengan berbagai elemen penunjang.


I. Tingkatkan Kualitas Produk dan Layanan

Kualitas merupakan elemen utama bagi peningkatan daya saing suatu produk. Suatu produk dapat lebih mudah memenangkan tingkat persaingan yang kian ketat di pasaran bila kualitasnya selalu terjaga. Namun pengertian kualitas dalam era globalisasi dewasa ini tidak hanya terbatas pada Kualitas Produk yang ditawarkan, namun juga meliputi Kualitas Layanan yang menyertai penjualan suatu produk. Bila dulu konsep pemasaran konvensional dapat secara tegas membedakan antara perusahaan penjual produk dengan perusahaan penjual jasa, maka kini pembedaan seperti itu tidak lagi dapat diberlakukan bila suatu perusahaan ingin dapat meningkatkan daya saingnya. Saat ini seluruh perusahaan, baik perusahaan penghasil produk maupun penjual jasa, haruslah bersikap sebagai “The Real Service Company” bagi para konsumennya guna dapat memenangkan tingkat persaingan yang semakin tajam serta meraih loyalitas konsumen. Dengan demikian pengertian Service kini telah meluas tidak saja hanya sebagai jenis layanan yang dijual tapi juga mencakup pengertian layanan yang menyertai terjualnya suatu produk di pasaran, baik berupa pelayanan pada saat penjualan maupun pelayanan purna jual (after sales service). Kualitas yang baik pada akhirnya akan merupakan salah satu faktor yang memberikan nilai tambah (value added) pada suatu produk.

Produk consumer electronics merupakan non-consumable product dan termasuk dalam produk yang memiliki masa pakai cukup lama. Hal ini membuat banyaknya pertimbangan yang diambil calon konsumen sebelum memutuskan suatu pembelian produk. Keunggulan produk merupakan salah satu pertimbangan utama dari calon konsumen dalam membeli produk consumer electronics. Keunggulan ini tidak terlepas dari aspek kualitas dari produk itu sendiri serta nilai tambah (value added) yang ditawarkan oleh produk tersebut. Disamping itu calon konsumen akan sangat mempertimbangkan segi kualitas pelayanan yang diberikan, khususnya jaminan layanan purna jual (after sales), karena setiap orang pada dasarnya selalu menginginkan jaminan kepastian atas bentuk penyelesaian dari setiap masalah yang mungkin timbul. Oleh karena itu layanan purna jual yang baik dan cepat tanggap menjadi faktor utama penentu dalam memenangkan persaingan di pasar consumer electronics product. Walau demikian, kualitas layanan pada saat penjualan tetap tidak dapat diabaikan. Calon konsumen akan merasa sangat dihargai bila mendapatkan layanan yang ramah pada saat dia akan melakukan keputusan pembelian. Seringkali kesan keramahan yang diperolehnya akan mempengaruhi dan mempercepat proses pengambilan keputusan seseorang untuk membeli suatu produk.

Keunggulan suatu brand dari produk consumer electronics dalam segi kualitas produk serta service yang menyertainya, baik layanan penjualan maupun layanan purna jual akan membuat brand tersebut memiliki citra (image) yang positif di mata konsumen yang pada akhirnya dapat meraih loyalitas konsumen untuk selalu membeli produk dalam brand yang sama.


II. Tanamkan Nilai-nilai Utama

Nilai yang dikandung suatu produk juga merupakan elemen penting untuk meningkatkan daya saing produk tersebut. Namun seperti halnya kualitas, telah terjadi pergeseran pengertian Nilai dari suatu produk. Nilai suatu produk tidak lagi hanya ditentukan dari kualitas yang baik maupun harga murah saja, tetapi juga ditentukan oleh sederetan faktor penentu nilai lainnya seperti kemudahan pembelian (convenience of purchase) yang terkait dengan ketersediaan (availability) suatu produk dipasaran serta jalur distribusi yang baik serta tingkat pelayanan yang memuaskan (service excellence). Hal ini disebabkan karena harapan konsumen selalu berkembang, sehingga penjualan suatu produk harus dapat memenuhi harapan konsumen secara tepat agar tercapai kepuasan konsumen (customer satisfaction).

Ada tiga macam nilai utama yang harus bisa dipenuhi oleh produsen suatu produk untuk dapat meningkatkan daya saingnya.

Ke – 3 macam nilai tersebut adalah:
- Operational excellence.
- Customer Intimacy.
- Product Leadership.

Operational excellence merupakan suatu nilai dimana produsen harus selalu menjaga efisiensi dan meningkatkan kualitas dari system / proses penghasil produk maupun system pelayanan yang diberikan untuk senantiasa dapat memuaskan konsumen. Kepuasan konsumen akan kualitas serta layanan yang diberikan oleh brand dari suatu produk, akan membuat sulitnya konsumen melakukan brand switching (beralih pada brand lain).

Customer intimacy merupakan suatu nilai dimana produsen harus dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Suatu produk / jasa yang baik tidak hanya sekedar dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dasar (basic need) dari konsumen tapi sebaiknya juga dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan yang mendalam (deeply need) dari konsumen. Kebutuhan yang mendalam (deeply need) merupakan kebutuhan konsumen yang belum dirasakannya pada saat suatu produk / jasa ditawarkan kepadanya, sehingga seringkali disebut sebagai kebutuhan terselubung yang belum terucapkan (unarticulated need). Namun ketika produk / jasa tersebut ditawarkan, konsumen menyadari bahwa produk / jasa itu dapat memenuhi kebutuhan maupun harapannya akan sebuah produk / jasa yang bermutu. Untuk itu diperlukan inovasi terus-menerus agar nilai yang ditawarkan suatu produk selalu dapat menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen, bahkan melebihi apa yang menjadi harapan konsumen (exceeding the customer expectation).

Product Leadership merupakan nilai yang harus dianut produsen dengan mendasarkan pada keunggulan untuk terus menerus melakukan inovasi pada produk maupun jasa yang dihasilkan sehingga dapat selalu menjadi leader dalam industrinya. Nilai semacam ini menuntut kreatifitas yang tinggi serta kecepatan dalam membaca kebutuhan pasar, terutama kebutuhan yang terselubung agar dapat meraih keunggulan. Namun penerapan nilai ini harus tetap dapat memenuhi tuntutan dari nilai ke – 2 tersebut di atas yaitu Customer intimacy, sehingga setiap inovasi yang dilakukan haruslah selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan konsumen. Dengan demikian walaupun produk yang ditawarkan dapat melebihi harapan konsumen pada saat itu (exceeding the customer expectation) namun tidak menyimpang dari kebutuhan konsumen agar tidak terjadi penawaran produk / jasa yang tidak dibutuhkan dan tidak dapat diserap oleh pasar.

Bagi suatu produsen penghasil produk consumer electronics maka ke – 3 nilai utama tersebut di atas sangat penting dalam meningkatkan daya saing produk untuk dapat menjadi leader dalam industrinya serta dapat meraih loyalitas konsumen dan bahkan memperbesar pangsa pasarnya melalui terbentuknya citra (image) yang baik.


III. Tetapkan Posisi (Positioning Statement) yang tepat

Penetapan Posisi (positioning statement) yang diinginkan sangat diperlukan untuk dapat melahirkan citra (image) akan produk / jasa yang diharapkan. Positioning Statement yang jelas akan mempermudah arah penetapan strategi pemasaran suatu produk serta memperjelas target pasar yang akan dibidiknya. Dengan demikian dapat terhindar inefficiency dalam menjalankan program-program promosi. Untuk dapat lebih meningkatkan daya saing suatu produk saat dipasarkan, usahakan penetapan positioning yang unik dan berbeda dengan positioning produk pesaing. Suatu produk yang dapat memposisikan dirinya sebagai Leader dan Trend Setter (bukan hanya sekedar follower) akan lebih mudah untuk dapat meraih pangsa pasar. Penetapan positioning haruslah memperhatikan aspek psikologis dari masyarakat pada pasar yang dituju, disamping aspek demografis dan geografis, karena seringkali sebuah trend lahir karena sesuai dengan life style yang diinginkan oleh masyarakat dalam target pasar yang dituju.


IV. Ciptakan Brand Equity yang kuat

Brand equity yang kuat dan citra positif sangat diperlukan dalam menjalankan usaha sebagai salah satu kunci keberhasilan untuk meraih kepercayaan publik. Citra positif dari brand suatu produk / jasa ini pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen untuk menggunakan produk / jasa yang ditawarkan. Hal ini sangat penting karena daya saing dan kesuksesan pemasaran suatu produk / jasa sangat ditentukan oleh pengakuan masyarakat terhadap brand dari produk / jasa tersebut.

Brand yang kuat dan memiliki citra positif merupakan Jaminan bagi konsumen untuk menggunakan produk / jasa dari brand tersebut dan merupakan Equity bagi perusahaan / produsen. Pada dasarnya konsumen selalu mempertimbangkan brand, khususnya untuk produk yang bersifat non-consumable dan memiliki masa pakai cukup lama. Rasa terjamin dan kepuasan yang didapat dari penggunaan suatu brand merupakan nilai tambah tersendiri bagi konsumen, yang pada akhirnya memberikan nilai tambah pula bagi perusahaan / produsen. Kepercayaan yang diberikan oleh konsumen pada suatu brand membuat konsumen enggan beralih pada brand lain (memperkecil brand switching) karena tidak ingin menanggung resiko pada brand lainnya yang belum tentu memberikan jaminan kepuasan. Sehingga loyalitas konsumen dapat diraih karena konsumen akan selalu melakukan re-selling atas produk-produk dengan brand tersebut. Disamping itu, seorang konsumen yang merasa puas dan terjamin dengan suatu brand akan sangat mungkin menganjurkan calon potensial konsumen lain untuk membeli produk dengan brand tersebut, yang pada gilirannya akan memperluas pangsa pasar dari suatu brand.

Namun Brand equity hanya dapat tercapai bila konsumen merasa puas dan mendapat kepastian jaminan, yang tentunya tidak terlepas dari kualitas maupun nilai tambah dari produk yang ditawarkan serta kualitas dari layanan yang menyertai penjualan produk tersebut.
Dan kepuasan konsumen (customer satisfaction) ini hanya akan bisa terjadi bila perusahaan / produsen selalu berupaya melakukan perbaikan dan inovasi terus menerus dalam proses produksi maupun system pelayanan yang efisien, cepat serta responsif terhadap apa yang menjadi kebutuhan serta harapan konsumen.

Untuk mendapatkan Brand equity yang kuat, maka suatu Brand haruslah dapat menembus batas-batas emosional target pasarnya. Dengan demikian suatu Brand yang memperoleh pengakuan kuat dari konsumennya adalah Brand yang dapat diterima oleh hati konsumennya, bukan sekedar diterima oleh akal. Oleh karena itu perlu diciptakan program-program promosi maupun keperdulian terhadap konsumen (customer care) yang dapat membangun suatu keterikatan emosional antara Brand dengan konsumen / target pasarnya.

Dengan tercapainya Brand Equity yang kuat serta hubungan emosional dengan target pasarnya yang tentunya harus didukung oleh kualitas produk maupun layanan yang baik, maka seringkali faktor harga tidak lagi menjadi faktor sensitif bagi target pasarnya, karena perceived quality biasanya mempunyai korelasi kuat dengan premium price. Sehingga brand yang dipersepsi selalu menjaga kualitas tinggi umumnya bisa menjual produk / jasa dengan harga yang lebih tinggi karena konsumennya sudah merasa mendapat nilai tambah (value added) yang lebih tinggi dari brand tersebut, yang pada gilirannya dapat memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan / produsen. Hal ini telah terjadi pada beberapa brand dalam industri otomotif seperti Mercy dan BMW.


V. Ciptakan Citra (Image) Positif di Mata Publik

Penciptaan Citra positif dari suatu perusahaan / produsen penghasil produk / jasa sangat erat kaitannya dengan penciptaan Brand equity untuk dapat meraih kepercayaan publik. Citra positif di mata publik hanya dapat tercapai bila keseluruhan perusahaan mencerminkan citra yang ingin diposisikan tersebut, karena publik akan lebih mengakui citra yang tercermin langsung dari setiap sikap dan kegiatan suatu perusahaan.

Oleh karena itu langkah awal yang harus diupayakan adalah menanamkan dan meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri di dalam tubuh perusahaan itu sendiri sebagai sebuah perusahaan yang profesional. Untuk selanjutnya sebuah motto dengan citra positif dapat didengungkan ke publik sehingga pada akhirnya perusahaan dapat memperoleh pengakuan dari masyarakat luas.


a. Tanamkan Kepercayaan dan Keyakinan dalam Tubuh Perusahaan

Peningkatan citra positif hanya dapat diperoleh dengan adanya Visi dan Misi yang jelas (clear) serta Komitmen yang kuat (strong commitment) dari manajemen puncak terhadap arah dan tujuan usaha.
Komitmen yang kuat dari jajaran manajemen puncak sangat diperlukan untuk memberikan rasa yakin, percaya dan rasa aman bagi seluruh jajaran karyawan dalam melaksanakan setiap kegiatan usaha yang merupakan ujung tombak pelaksana jalannya usaha guna dapat mencapai tujuan akhir yang telah disepakati bersama.

Oleh sebab itu Visi dan Misi yang jelas maupun Komitmen yang kuat haruslah didengungkan dan disosialisasikan oleh manajemen puncak ke segenap karyawan, agar memiliki keseragaman sikap, arah gerak dan tujuan.

Visi dan Misi ini pula yang menjadi cikal bakal dari terbentuknya Budaya perusahaan (corporate culture) yang berakar kuat diseluruh perusahaan serta lahirnya Identitas perusahaan (corporate identity) yang dapat mencirikan Keunggulan utama (core competence) suatu perusahaan di mata publik.

Nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan yang kuat dari seluruh jajaran manajemen maupun karyawan yang tercermin dalam sikap maupun tindakan, secara langsung maupun tidak langsung dapat pula berfungsi sebagai bagian dari mata rantai “public relation” bagi perusahaan maupun brand dari produk / jasa yang dihasilkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan keyakinan publik akan keunggulan brand tersebut.
Untuk dapat tumbuh menjadi perusahaan yang profesional maka harus ada suatu nilai-nilai dasar yang sama yang tertanam disetiap sikap (attitude) maupun kegiatan seluruh perusahaan yang pada akhirnya akan membawa perusahaan ke tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Nilai-nilai dasar yang lahir dari Visi dan Misi perusahaan selanjutnya dituangkan dalam bentuk Budaya perusahaan (corporate culture) agar dapat lebih mudah disosialisikan dan diserap sebagai acuan dasar bagi setiap kegiatan perusahaan.

Budaya perusahaan yang mencerminkan profesionalitas haruslah tersosialisasikan dengan baik (widely shared) dan tertanam kuat diseluruh bidang kegiatan perusahaan (deeply rooted). Namun budaya perusahaan akan lebih mudah tersosialisasi dan tertanam kuat bila ada komitmen yang kuat pula dari seluruh jajaran manajemen untuk menjalankannya.

Agar lebih mudah tersosialiasi dan tertanam kuat sebagai suatu Budaya perusahaan, maka Visi dan Misi dapat dituangkan dalam bentuk Motto perusahaan.

Penggunaan Visi dan Misi sebagai Budaya Perusahaan dalam bentuk Motto telah terbukti membawa beberapa perusahaan terkemuka tetap bertahan dan bahkan mencapai puncak keberhasilan. Seperti halnya Astra yang berhasil keluar dari kesulitan saat citranya menurun diguncang kasus Bank Suma dan membuktikan dirinya sebagai simbol kemenangan profesionalisme, bahkan telah dianggap sebagai salah satu aset penting dalam dunia perindustrian Indonesia, dengan berpegang teguh pada Catur Dharmanya yaitu “Menjadi aset nasional (Nation), Tim kerja yang tangguh (Team Work), Kualitas (Quality) dan Menjadi yang terbaik (The Best)”. Atau IBM dengan prinsip “Rasa hormat dan pengakuan pada setiap individu, Pelayanan yang terbaik (best service) dan Kualitas (quality)”. Hallmark card yang menganut nilai-nilai “Unggul (quality), Inovatif (inovation), Bermoral (etics) dan Bertanggungjawab (responsible)”. Serta Matsushita yang berpegang pada prinsip “Best service with offering good quality product to fulfill consumer need and expectation”. Nilai-nilai yang dipegang teguh dan dituangkan dari Visi dan Misi yang jelas telah membawa sejumlah perusahaan terkemuka meraih puncak kejayaan dan bahkan pemimpin (leader) dalam bidangnya.


b. Gemakan Citra Positif ke Seluruh Publik

Sebuah Citra positif haruslah diupayakan untuk digemakan ke seluruh lapisan masyarakat agar publik dapat mengetahui, menerima, dan pada akhirnya mengakui keberadaan sebuah perusahaan. Citra positif yang didengungkan haruslah disesuaikan dengan Posisi (positioning) yang diinginkan perusahaan dalam lingkup industri / usahanya, yang didukung oleh sikap perusahaan dalam setiap bidang kegiatannya.
Profesionalitas merupakan kunci sukses utama dalam memenangkan persaingan yang tajam di era globalisasi ini. Oleh karena itu sebuah perusahaan yang menginginkan kesuksesan serta peningkatan daya saing dari produk / jasa yang ditawarkannya haruslah bersikap Profesional dalam setiap bidang kegiatannya.

Selanjutnya ukuran profesionalitas sangat erat kaitannya dengan Kualitas yang dihasilkan. Dengan demikian perusahaan yang ingin memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang profesional haruslah mengutamakan mutu dalam setiap produk maupun jasa yang dihasilkan.
Untuk dapat mencitrakan dirinya ke publik sesuai dengan posisi yang diinginkan maka disamping budaya perusahaan yang tertanam kuat pada seluruh sikap dan kegiatan perusahaan, diperlukan juga Identitas perusahaan (corporate identity) yang dapat memperlihatkan citra perusahaan tersebut ke masyarakat luas.

Pemilihan filisofi, semboyan ataupun motto yang tepat sangatlah penting dalam menentukan identitas sebuah perusahaan. Identitas inilah yang akan selalu “mewakili” dan “mencirikan” kekuatan inti (core competence) sebuah perusahaan di masyarakat untuk mencapai citra dan posisi yang diharapkan.

Beberapa perusahaan yang telah berhasil mencitrakan dirinya melalui identitas yang tepat adalah Mc Donald yang telah berhasil menembus pasar fast food dunia dengan semboyan citranya “Quality, Service, Cleanliness and Value” yang mencerminkan karakter utama serta posisi yang diinginkannya. Atau Singapore Airline yang mencitrakan dirinya dengan simbol “Singapore Girls” yang penuh keramahtamahan, keluwesan, dan senyuman namun tetap cekatan dan selalu menjaga profesionalitas. Cocacola dengan “Always Cocacola” yang mencerminkan keberadaannya dan keunikannya bagi seluruh lapisan masyarakat. Serta Nokia dengan motto “Teknologi yang mengerti Anda (Human Technology)”, yang mencerminkan keperduliannya terhadap kebutuhan konsumen.

Pemanfaatan figur publik (public figure) yang disegani dan dihormati dalam mendengungkan citra serta komitmen suatu perusahaan juga dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan citra positif yang diinginkan. “Image is Power” demikian pendapat Philip Kotler. Ternyata keberadaan seorang Chief Executive Officer (CEO) atau Pemilik perusahaan yang terkenal dan merupakan figur publik yang disegani dapat memberikan “pengaruh” besar untuk menarik perhatian publik akan produk / jasa yang ditawarkan oleh perusahaannya ataupun meningkatkan citra perusahaannya, serta dapat berperan sebagai “public relation” bagi perusahaannya sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung melalui serangkaian komitmennya dalam dunia usaha. Hal ini akan semakin menunjang meningkatnya citra positif perusahaan bila komitmen-komitmen yang dikeluarkan mencerminkan sikap profesionalitas yang tinggi, serta keperdulian terhadap kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaannya.


VI. Jalankan Program Promosi dan Customer Care

Penggunaan program promosi secara massal yang ditujukan untuk seluruh kategori pelanggan potensial (mass promotion program) seringkali tidak efektif, karena pesan yang disampaikan tidak sampai pada kategori-kategori pelanggan tertentu. Oleh karena itu penggunaan program promosi massal tidak dianjurkan untuk terlalu sering digunakan karena pada akhirnya hanya membuang-buang dana anggaran.

Agar lebih efektif maka program pemilihan promosi maupun program keperdulian pelanggan (customer care) haruslah tepat dan sesuai dengan kategori pelanggan yang dituju.

Untuk pelanggan yang sudah pernah membeli produk / jasa dari suatu brand (present customer), tidak diperlukan program promosi yang hanya menjelaskan manfaat produk / jasa secara umum, karena mereka tentunya sudah mengetahui dengan jelas manfaat yang diberikan. Yang diperlukan adalah program promosi serta customer care yang dapat merangsang present customer melakukan re-selling dan bahkan loyal terhadap brand tersebut, seperti pemberian point dalam setiap pembelian produk yang dapat ditukarkan dengan produk senilai tertentu sesuai dengan jumlah point yang terkumpul.

Sedangkan untuk strong potensial customer (calon pelanggan yang memiliki potensi besar membeli produk / jasa yang ditawarkan), lebih tepat bila diberikan program promosi yang dapat menjelaskan nilai tambah yang diperoleh dari produk / jasa tersebut untuk meningkatkan awarness mereka.

Adapun untuk fair potensial customer (calon pelanggan yang mungkin dapat tertarik untuk membeli produk / jasa yang ditawarkan), cukup dengan program promosi umum yang menjelaskan manfaat dari produk / jasa tersebut untuk dapat meraih awareness mereka.

Disamping program-program promosi yang tepat, maka program kepedulian pelanggan (customer care) perlu pula dijalankan untuk dapat membangun hubungan keterikatan emosional pelanggan, khususnya pelanggan lama (present customer) terhadap suatu brand untuk meraih loyalitas mereka. Hal ini diperlukan mengingat biaya yang diperlukan untuk meraih pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan pelanggan lama, karena untuk dapat meraih pelanggan baru suatu perusahaan masih harus membangun tingkat awarness mereka akan brand tersebut dari awal. Dengan mempertahankan pelanggan lama (present customer), perusahaan sudah dapat langsung menikmati marjin keuntungan (profit) yang lebih tinggi.


VII. Luncurkan Produk yang Tepat

Suatu Brand dapat meluncurkan produk yang beragam, sehingga dapat memenuhi permintaan lebih dari satu target pasar. Namun peluncuran setiap jenis produk haruslan sesuai dengan kebutuhan dari setiap target pasar yang dituju, dengan ditunjang oleh program promosi yang sesuai pula. Pelebaran berbagai jenis produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dari target pasar yang beragam dapat pula meningkatkan daya saing suatu Brand dalam menguasai pangsa pasar yang lebih luas.
Strategi peningkatan daya saing Brand ini banyak dijumpai pada industri telepon genggam (hand phone) yang meluncurkan beragam jenis produk untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda dari setiap segmen pasar.


KESIMPULAN

- Pemasaran dan peningkatan daya saing sebuah produk harus ditunjang oleh strategi yang tepat.

- Kualitas produk maupun kualitas layanan yang terkait dengan produk (baik layanan saat penjualan dan layanan purna jual) sangat menentukan keputusan membeli konsumen, yang merupakan elemen penting bagi peningkatan daya saing produk.

- Tiga nilai utama yang harus ditanamkan untuk dapat meningkatkan daya saing produk:

- Operational excellence.

- Customer Intimacy.

- Product Leadership.

- Inovasi berkesinambungan tetap perlu dilakukan untuk selalu memberi Nilai tambah (value added) dari suatu produk agar dapat memenuhi kebutuhan terselubung (unarticulated / deeply need) dan bahkan melebih harapan konsumen saat itu (exceeding the customer expectation).

- Tracking terhadap kebutuhan pasar harus dilakukan secara berkesinambungan agar Inovasi yang dilakukan tetap sesuai dengan kebutuhan pasar.

- Tetapkan Positioning Statement yang tepat.

- Ciptakan Brand Equity yang kuat untuk meraih loyalitas pelanggan.

- Ciptakan Citra (Image) Positif yang mendukung terbentuknya Brand Equity.

- Jalankan program promosi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi

- Pertahankan pelanggan lama (present customer) dengan program customer care untuk membangun keterikatan emosional pelanggan.

- Luncurkan produk yang tepat untuk setiap segmen pasar yang dituju, yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing segmen pasar. Berikan nilai tambah pada setiap produk baru yang diluncurkan.

- Survey berdasarkan aspek psikografi tetap diperlukan dalam pengembangan sebuah produk, agar dapat benar-benar memenuhi kebutuhan dan harapan segmen pasar yang dituju. Survey yang hanya didasari pada aspek demografi dan geografi saja kurang dapat mewakili cerminan kebutuhan pelanggan.



prepared by PriMora Barlianta Harahap


7 Dec 2000

Strategi Ketahanan Nasional - Bangkit dari Krisis

Tulisan ini sudah cukup lama saya rampungkan, di bulan Sept tahun 2000, berdasarkan kondisi Indonesia yang baru berupaya bangkit dan menyusun kembali kekuatannya setelah hempasan krisis nasional di tahun 1998. Namun saya coba postingkan di blog ini kembali setelah saya melihat masih ada relevansinya dengan kondisi negeri ini yang kinipun sedang mencoba bangkit kembali dari badai krisis berskala global.
Pentingnya Ketahanan Nasional dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Ketahanan Nasional merupakan kemampuan suatu bangsa dan negara untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa guna dapat mencapai kesejahteraan bangsa dan melanjutkan pembangunan yang berkesinambungan.

Ketahanan Nasional sangat dipengaruhi oleh Ketahanan dan Kestabilan dalam bidang:
- Politik
- Ekonomi
- Sosial Budaya
- Pertahanan Keamanan Nasional


Ketahanan dan Kestabilan Politik:

Iklim Politik yang mendukung terciptanya kestabilan politik sangat diperlukan dalam mencapai terwujudnya ketahanan nasional.

Untuk itu diperlukan dukungan yang kuat dalam bentuk:
- pemerintahan yang bersih (clean and good governance), dengan tingkat legitimasi dan kredibilitas yang tinggi.
- terselenggaranya system yang transparan dan iklim demokrasi yang sehat.


Ketahanan dan Kestabilan Ekonomi:

- Diperlukan dukungan dalam bentuk sistem perekonomian yang kuat dan bertumpu pada ketahanan dan kemampuan bangsa sendiri, baik dalam hal sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berkualitas (resource based) sehingga tidak mudah goyah oleh gejolak yang bersifat internal maupun eksternal.
- Kekuatan dan kestabilan sistem perekonomian dapat terbentuk dengan adanya sistem dan pelaksanaan yang baik dalam sektor moneter maupun riil dalam bentuk kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal yang membangun.


Ketahanan dan Kestabilan Sosial Budaya:

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi:
- Nilai-nilai yang ditanamkan dan diyakini oleh masyarakat maupun system sosial – budaya yang diciptakan oleh pemerintah.
- Tingkat pendidikan masyarakat, untuk terciptanya tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan faktor yang sangat penting agar masyarakat tidak rentan, memiliki daya tahan dalam menghadapi setiap gejolak serta memiliki kemampuan untuk berusaha dan bertumpu di atas kekuatan lokal dan keunggulannya sendiri.
- Tertanamnya rasa kebanggaan dan memiliki yang tinggi atas seluruh sumber daya dan kekayaan alam serta budaya bangsa pada seluruh lapisan masyarakat, sejak usia dini. Dapat dijalankan melalui proses pendidikan yang terencana dan terarah.


Kestabilan Pertahanan dan Keamanan Nasional (HanKamNas):
- System Pertahanan dan Keamanan Nasional yang kuat dan dijalankan dengan benar, dengan keberpihakan pada kepentingan seluruh rakyat sangat penting untuk memberikan jaminan rasa aman, khususnya untuk menjalankan kegiatan perekonomian atau usaha bagi seluruh masyarakat sebagaimana telah dicanangkan dari awal berdirinya republik tercinta ini (khususnya tercantum dalam UUD ’45).
- Pada akhirnya jaminan rasa aman ini akan menjamin kelancaran roda perekonomian guna mewujudkan kesejahteraan bangsa.


Permasalahan yang Dihadapi dan Dampaknya pada Ketahanan Nasional
Akar Permasalahan Penyebab Timbulnya Krisis dan Rentannya Ketahanan Nasional

Krisis yang telah berkepanjangan di Indonesia terjadi sebagai akibat dari kombinasi dan akumulasi gejolak eksternal yang berdampak penularan (contagion effect) pada segala struktur maupun tatanan system dalam negeri. Berawal dari gejolak pasar uang yang sangat hebat berakibat pada krisis yang sangat mendalam di berbagai sektor.

Pada dasarnya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia merupakan akibat dari:
- besarnya keinginan untuk menguasai pasar global tanpa dukungan infrastruktur teknologi serta sistem manajemen (pengelolaan sumber daya) yang kuat.
- cepatnya proses integrasi dunia usaha / perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global, tanpa pembangunan fondasi yang kokoh, yang berakar dari kekuatan dan keunggulan local setempat.
- lemahnya dukungan instrumen kelembagaan yang efisien serta tertata baik
- kurangnya penguasaan di bidang infrastruktur teknologi industri yang tepat guna, yang mengandalkan keunggulan lokal.
- lemahnya akses pada jalur informasi global.
- lemahnya struktur pendanaan pada dunia usaha.
- lemahnya sistem pendidikan yang belum membuat masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian.
- lemahnya struktur industri, sehingga masih sangat tergantung pada negara lain, baik dalam hal impor bahan dasar, penguasaan teknologi maupun proses produksi.
- lemahnya daya saing, karena kurangnya penguasaan yang dapat menciptakan produk unggulan, sehingga melemahkan posisi tawar (bargaining power) di pasar global.
- lemahnya akses pasar global
- kurang optimalnya pemanfaatan sumber daya, (sumber daya manusia maupun sumber daya alam).
- lemahnya tata pelaksanaan dan lembaga hukum.


Dampak Krisis Pada Ketahanan Nasional
- depresiasi Rupiah sebagai akibat dari gejolak pasar uang yang bersifat eksternal telah menciptakan suatu kondisi stagflasi dan instabilitas pada perekonomian Indonesia.
- depresiasi nilai tukar rupiah yang sangat tajam berdampak pada turunnya tingkat kepercayaan pada mata uang rupiah.
- penerapan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan dapat mengembalikan stabilitas nilai mata uang rupiah telah membuat turunnya kinerja dan bahkan tingkat likuiditas perbankan nasional sebagai akibat dari lemahnya sistem perbankan.
- hal ini membuat “matinya” pergerakan sektor riil sebagai akibat dari menurunnya kegiatan dunia usaha serta investasi secara drastis.
- krisis pada sektor riil telah menciptakan kepanikan pada tatanan masyarakat secara keseluruhan yang belum ditunjang oleh taraf pendidikan yang memadai, serta penguasaan akan akses jalur informasi membuat terciptanya krisis sosial.
- krisis sosial telah mengakibatkan meningkatnya kriminalitas dan kerusuhan sosial.
- dampak dari krisis sosial ini pada akhirnya juga telah mengakibatkan krisis kepercayaan pada pemerintahan yang ada.
- krisis kepercayaan menimbulkan gejala disintegrasi di berbagai wilayah.
- berbagai kerusuhan sebagai akibat dari krisis sosial telah membuat turunnya tingkat kepercayaan dari para investor, khususnya investor asing yang mengakibatkan larinya modal usaha secara besar-besaran dari dalam negeri.
- meningkatnya kriminalitas yang tidak didukung oleh sistem pertahanan dan keamanan yang baik membuat masyarakat tidak merasa mendapat jaminan rasa aman untuk melakukan produktivitas mereka sehingga memperparah kondisi sektor riil.


Puncak krisis pada tahun 1998 maupun dampak krisis global sejak tahun 2008 telah mengakibatkan:
- Tingginya tingkat inflasi
- Tingkat pertumbuhan pendapatan nasional yang bergerak ke bilangan negative
- Defisit transaksi berjalan
- Tingkat pengangguran meningkat tajam
- Meningkatnya angka putus sekolah dan rendahnya tingkat pendidikan rata-rata masyarakat.
- Meningkatnya masalah kesehatan serta menurunnya harapan hidup masyarakat.


Belajar dari Krisis

Belajar dari krisis yang berkepanjangan telah semakin membuktikan bahwa Ketahanan Nasional yang kuat sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan kesejahteraan dan pembangunan suatu bangsa dan negara.

Beberapa faktor yang perlu ditingkatkan untuk memulihkan Ketahanan Nasional:
- Pengembangan sumber daya yang dimiliki dalam negeri (resource based), baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dengan memberi perhatian jauh lebih besar pada sistem pelatihan maupun pengembangan (R&D).
- Sistem pendidikan yang siap pakai dan memiliki keterkaitan dengan sektor industri yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk pengembangan sistem pendidikan yang akrab teknologi informasi dari tingkat pendidikan terendah, serta kemudahan akses pendidikan tinggi hingga ke jenjang pendidikan tinggi yang akan meningkatkan daya saing dan posisi tawar sumber daya manusia.
- Penguasaan teknologi industri yang tepat guna dalam mendukung resource based industry.
- Penguasaan teknologi informasi dan akses ke jalur informasi yang dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
- Struktur industri yang kuat dan menyeluruh dari hulu ke hilir, sehingga mampu mengurangi tingkat ketergantungan pada luar negeri.
- Kesediaan lapangan kerja yang juga bertumpu pada sumber daya yang dimiliki (resource based).
- Pelayanan dan Jaminan Kesehatan yang baik bagi seluruh rakyat, merupakan kunci bagi berjalannya roda perekonomian maupun pembangunan nasional.
- Sistem Pertahanan dan Keamanan yang berpihak pada kepentingan masyarakat banyak, yang dapat memberikan jaminan rasa aman bagi masyarakat dalam menjalankan roda perekonomian.
- Sistem Pemerintahan yang efisien dan kredibel dalam menjalankan fungsinya.
- Sistem perekonomian yang transparan dengan memanfaatkan jalur akses ke pasar global maupun ke seluruh sumber daya yang diperlukan secara lebih efisien (multi source).
- Sistem sosial politik yang transparan dan bersih melalui pelaksanaan sistem demokrasi.
- Alur Pengeluaran Pemerintah dalam bentuk subsidi yang transparan pada sektor-sektor yang tepat guna.
- Peran perusahaan-perusahaan swasta yang lebih besar dalam peningkatan perekonomian Indonesia.
- Sistem pendanaan dunia usaha yang tidak bertumpu pada pemilikan modal satu pihak ataupun hutang luar negeri, namun dengan memanfaatkan akses pendanaan dalam bentuk aliansi atau penyertaan modal yang akan mengurangi risiko serta kerentanaan bidang usaha terhadap gejolak.
- Sistem pendistribusian dan akses pasar internasional yang lebih baik.


Peran IPTEK Dalam Membangun Ketahanan Nasional

Penguasaan suatu bangsa akan ilmu pengetahuan dan teknologi mutlak diperlukan karena dapat:
- Merupakan aset penting dalam pengembangan sektor perekonomian.
- Meningkatkan kualitas dan nilai sumber daya manusia di pasar tenaga kerja.
- Meningkatkan keunggulan daya saing produk dan jasa yang ditawarkan di pasar global.
- Meningkatkan nilai investasi suatu negara di pasar internasional.
- Membangun struktur industri nasional yang kuat.
- Meningkatkan nilai usaha di masa mendatang (future value) pada pasar modal.
- Membangun sistem perekonomian yang efisien tanpa adanya ekonomi biaya tinggi.
- Membangun akses pasar global yang efisien bagi setiap produk dan jasa dalam negeri.
- Mengurangi tingkat ketergantungan pada negara lain dengan menciptakan tingkat persamaan keberdayaan yang lebih seimbang (balance equality).
- Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat daya tahan bangsa.

Teknologi Utama penunjang industri dalam negeri yang perlu dikembangkan:
- Teknologi telekomunikasi - informasi.
- Teknologi penunjang industri yang bertumpu pada sumber daya yang dimiliki yang berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Arti Penting Teknologi Telekomunikasi – Informasi:
- Penunjang sistem pendidikan yang sesuai bagi negara kesatuan Indonesia yang berbentuk kepulauan.
- Penunjang terlaksananya sistem informasi yang transparan dalam segala aspek bernegara.
- Memperbesar peluang implementasi sistem multi resource bagi dunia usaha / industri untuk menghilangkan dampak ekonomi biaya tinggi.
- Membuka kesempatan akses ke pasar global bagi komoditas unggulan Indonesia secara lebih efektif dan efisien, melalui pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi (ICT).
- Membuka peluang bagi sistem pendanaan dunia usaha yang lebih efisien serta beresiko rendah (low risk).
- Mempengaruhi nilai-nilai sosial budaya masyarakat ke arah tatanan masyarakat yang lebih modern, berwawasan luas dan dinamis.
- Menyediakan dan menjadikan informasi lebih bernilai guna bagi masyarakat.

Teknologi Industri yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan, bertumpu pada kekuatan negara bahari dan agraris, yang juga memiliki kekayaan sumber daya energi:
- Teknologi pertanian dan peternakan yang modern dan handal, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri serta meningkatkan daya saing dan daya jual di pasar internasional, seperti bio-teknologi yang ramah lingkungan.
- Teknologi pengolahan hasil hutan dan kelautan.
- Teknologi pengolahan minyak bumi dan gas alam.

Aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bidang penguasaan IPTEK:
- Menunjang industri yang realistis, bertumpu pada sumber daya yang dimiliki (resource based).
- Memberikan nilai tambah yang tinggi (high added value) bagi setiap produk dan jasa yang dihasilkan.
- Memberi keunggulan daya saing bagi setiap produk dan jasa yang dihasilkan.
- Mengurangi tingkat ekonomi biaya tinggi dalam proses produksi.
- Penggunaan teknologi ramah lingkungan.

Faktor penunjang implementasi IPTEK dalam membangun ketahanan nasional:
- Kebijakan pemerintah yang mendukung di segala sector utama.
- Sistem / suasana yang kondusif bagi berkembangnya industri yang berdasarkan pada penguasaan teknologi, seperti industri telekomunikasi - informasi.
- Kebijakan dan subsidi di bidang pendidikan yang akrab dengan teknologi informasi dan teknologi tepat guna, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan dapat mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan sumber daya lainnya bagi kemajuan dan ketahanan perekonomian bangsa.

Dukungan pemerintah pada pemberdayaan sektor perdagangan internasional yang efisien:
- Program pembudayaan sarana media informasi maupun pemanfaatan teknologi telekomunikasi yang bernilai informasi tinggi, untuk lebih memberdayakan seluruh lapisan masyarakat.
- Dorongan pemerintah untuk merangsang sektor swasta lebih mengembangkan sistem pelatihan, penelitian dan pengembangan (R&D), seperti dalam bentuk pemberian intensif atau keringanan pajak bagi sektor swasta yang menanamkan investasi yang cukup besar di bidang R&D.
- Peran sektor swasta dalam mengembangkan bidang R&D serta memberikan masukan bagi kebijakan pemerintah.


Upaya Bangkit dari Krisis

Tidak mudah untuk memulihkan kondisi bangsa dan negara dari krisis yang berkepanjangan.

Era Globalisasi akan mempercepat upaya bangkit dari krisis bila:
- Terbukanya peluang pasar yang sangat besar bagi setiap produk dan jasa dalam negeri yang memiliki keunggulan daya saing dan nilai tambah yang tinggi (tidak lagi sebatas ekspor komoditas maupun produk generic yang hanya bernilai dasar), sehingga meningkatkan posisi tawar (bargaining power) di pasar global.
- Terbukanya akses ke pasar global melalui pengusaan teknologi telekomunikasi – informasi yang berkembang pesat.
- Terbukanya peluang yang lebih besar untuk sistem pendanaan maupun akses ke sumber daya (multi resource) yang lebih efisien serta berisiko rendah.

Beberapa upaya yang diperlukan untuk dapat segera bangkit dari Krisis:
- Skala prioritas pada sektor-sektor maupun industri-industri tertentu yang tepat guna, bertumpu pada sumber daya yang dimiliki serta memberi nilai tambah yang tinggi (high added value).
- Kebijakan-kebijakan yang menunjang tingkat pertumbuhan perekomonian serta menjamin berlangsungnya laju pembangunan dan pertumbuhan nasional, baik dalam bentuk kebijakan moneter, fiskal maupun kebijakan sektor riil, termasuk iklim usaha yang kondusif.
- Sistem pelaksanaan dan pengawasan yang transparan dalam segala sektor untuk menjamin kestabilan kondisi dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Memanfaatkan era globalisasi sebagai momentum yang tepat untuk segera bangkit dari krisis dengan memanfaatkan akses ke pasar internasional dengan keunggulan daya saing yang tinggi, dan bukan hanya menjadi pasar bagi banjirnya produk-produk luar negeri yang mematikan produk-produk dalam negeri.


Bangkitnya Perekonomian dan Ketahanan Nasional

Tingkat kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah serta pada pemerintahan yang mulai pulih akan terlihat bila ditandai dengan:
- menurunnya tingkat laju inflasi
- menurunnya tingkat suku bunga yang membangkitkan kembali gairah kegiatan perekonomian, khususnya di sector riil.
- nilai mata uang rupiah yang berangsur relatif stabil
- tingkat pertumbuhan yang meningkat positif, yang diiringi dengan peningkatan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat.


Langkah Strategis Untuk Menjamin Ketahanan Nasional

Sektor-sektor yang perlu mendapat prioritas dan perhatian utama:
- Sektor pendidikan yang akrab dengan teknologi informasi dan teknologi tepat guna berbasis keunggulan local pada semua tingkat pendidikan.
- Sektor Kesehatan. Tingginya tingkat harapan hidup dan kualitas kesehatan yang prima sangat diperlukan untuk menunjang produktivitas dan tingkat kemampuan masyarakat dalam menjalankan roda perekonomian bangsa.
- Sektor Kesejahteraan Rakyat. Hal ini dapat ditunjang dengan pemberian subsidi pada sektor-sektor yang tepat guna seperti sektor pendidikan, kesehatan dan penelitian maupun pengembangan infrastruktur yang berdampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
- Sektor Industri penunjang kesejahteraan rakyat yang bertumpu pada sumber daya yang dimiliki (resource based industry) serta penguasaan teknologi tinggi.

Langkah-langkah Strategis Bisnis dalam upaya menjaga dan menjamin ketahanan nasional:
- Menjaga stabilitas moneter.
- Menjalankan kebijakan-kebijakan yang tepat baik dalam sektor moneter, fiskal maupun sektor riil yang menunjang pulihnya perekonomian bangsa dengan bertumpu pada kekuatan bangsa.
- Menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan sistem persaingan yang sehat dalam dunia industri strategis untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional.
- Meningkatkan kemampuan manajemen para pelaku usaha dalam menjalankan dunia usaha.
- Membudayakan etika bisnis serta membenahi perangkat hukum dalam menjamin kepastian berusaha di Indonesia, khususnya bagi para investor asing untuk menanamkan modal jangka panjang, yang juga akan merangsang pertumbuhan investor dalam negeri. Sehingga kombinasi keduanya dapat mendirikan pilar-pilar perekonomian yang kokoh, ditunjang oleh industri-industri yang kuat. Hal ini akan membuat perekonomian Indonesia tidak rentan, dengan tidak hanya mengandalkan arus dana asing jangka pendek (hot money) di bursa-bursa modal, yang hanya bersifat meraup keuntungan sesaat.
- Memfokuskan pengeluaran pemerintah (subsidi) pada sektor-sektor yang tepat guna.
- Meningkatkan kemampuan dalam bidang penguasaan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang dapat menunjang pengembangan resourced based industry.
- Mengembangkan jaringan infrastuktur pendukung yang baik untuk menunjang pengembangan resourced based industry.
- Mengembangkan kebijakan yang mendukung maupun jaringan telekomunikasi informasi untuk memperluas dan mempermudah akses pasar global bagi peningkatan daya saing Indonesia.

Langkah-langkah strategis guna mengurangi tingkat ketergantungan perekonomian Indonesia pada luar negeri:
- Mengembangkan resourced based industry yang memiliki keunggulan teknologi serta meningkatkan daya saing komoditas ekspor untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada komponen impor, guna menghindari defisit transaksi berjalan
- Membuka lapangan kerja yang memadai untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, serta guna mengurangi larinya sumber daya manusia yang handal dan berkompeten berupa tenaga kerja terampil dan berkualitas di Indonesia ke luar negeri.
- Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang penguasaan IPTEK, beralih dari teknologi perakitan ke teknologi manufaktur - produksi.
- Meningkatkan kebijakan yang mendukung pengembangan bidang pelatihan, penelitian dan pengembangan (R&D), khususnya pada pengembangan dan penguasaan teknologi yang tepat guna yang dapat mendukung resource based industry, guna memperkuat industri nasional. Saat ini Indonesia termasuk negara yang sangat sedikit membelanjakan pendapatannya di bidang pengembangan dan penelitian pada awal tahun 2000 (hanya 0,25 % dari GNP) di bandingkan dengan negara-negara ASEAN maupun ASIA lainnya, seperti Malaysia (0,70 % dari GNP), Korea (1,5 %) dan Jepang (3,2 %).
- Mengatur kebijakan dan peraturan yang mendukung pengembangan industri telekomunikasi – informasi serta perdagangan internasional yang efisien.
- Mengurangi tingkat ketergantungan pada hutang luar negeri dengan melakukan sistem pendanaan yang beresiko rendah dan bertumpu pada kekuatan perekonomian yang memberdayakan masyarakat
- tidak bertumpu pada kepemilikan satu pihak atau dana asing jangka pendek (hot money) .
- Membuka akses penguasaan sumber daya produksi maupun pasar global yang efisien.
- Membudayakan penggunaan sistem informasi untuk meningkatkan efisiensi sektor perdagangan di masyarakat, melalui pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi (ICT) dengan harga yang terjangkau.
- Menyediakan sarana-sarana informasi yang terjangkau bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat bisnis, tanpa kecuali, bagi semua lapisan.


prepared by PriMora Barlianta Harahap

18 Sept 2000

Rabu, 08 April 2009

Tanggal 9 - Tanya, Kenapa ??

Siapkan diri menyambut Pesta besar esok hari. Pesta akbar ajang unjuk demokrasi di negeri ini akan digelar tepat tanggal 9 April 2009. Entah apa sebabnya tanggal ini yang akhirnya ditetapkan, karena konon di awal rencana telah dipilih tanggal 5 April 2009 sebagai waktu perhelatan. Konon pula sang pemimpin negeri inilah yang meminta pengunduran jadwal tersebut menjadi tanggal 9.

Mungkin untuk memberi ruang dan waktu bagi persiapan yang lebih baik. Walaupun logikanya pengunduran hanya 4 hari tentu tidak mampu memberi perbaikan yang berarti. Dan konon lagi, menurut berbagai berita di beragam media massa, hingga beberapa hari yang lalu kesiapan KPU menggelar Pesta besar ini masih teramat sangat diragukan. Entah berupa temuan adanya ''penggelembungan'' daftar sebagian nama pemilih, masuknya pemilih dalam DPT yang belum memenuhi persyaratan umur, tercantumnya nama dari warga yang sudah almarhum, terdapatnya nama-nama TNI aktif yang ''menambah'' banyak peserta dalam DPT, namun justru banyak juga warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Hingga masalah logistik, distribusi maupun kualitas kotak dan surat suara. Melihat masih sedemikan banyaknya hal yang perlu dibenahi, adapula yang menganjurkan untuk diundurkan saja agar Pemilu dapat berjalan lebih sempurna sehingga dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan terpercaya, sehingga dapat mencerminkan aspirasi rakyat yang sesungguhnya.

Lalu sudah benar-benar siapkah republik ini menyelenggarakan Pemilu di esok hari?

Telah siapkah rakyat mempertaruhkan nasibnya 5 tahun mendatang pada ajang sehari itu?

Entahlah…

Yang pasti siap atau tidak siap, tanggal 9 April 2009 telah ditetapkan sebagai tanggal penyelenggaraan Pemilu. Sebuah ajang yang akan menentukan nasib bangsa ini ke depan. Dan pemimpin bangsa sudah menyatakan bahwa Pemilu tidak dapat diundur lagi. Entah kenapa...

Maka, segera siapkan diri dan tentukan pilihan yang paling tepat di esok hari.

Namun... bagi yang masih penasaran perihal pemilihan tanggal 9...

ikuti saja ''anjuran'' tag line sebuah iklan rokok...

‘’Tanya, Kenapa ?’’


-PriMora Harahap-

8 April 2009

note:

tulisan ini dipostingkan juga di blog Kompasiana (Kompas.com) dan Detik blog (detikPemilu di Detik.com) pada kategori politik & bernegara, serta di Mora's blog
(@ http://mora-harahap.blog.co.uk/)

Enggak PD - Sebuah Potret Kampanye

Pesta Demokrasi hampir menjelang. Hari-hari di masa tenang ini saya gunakan untuk mencerna kembali semua informasi yang saya tangkap saat masa kampanye berselang. Sungguh saya tetap merasa tidak pasti dan tidak yakin tatkala mencoba menilai partai dan caleg mana yang kiranya dapat saya percayakan untuk mewujudkan, tidak hanya harapan saya sebagai bagian dari rakyat negeri ini, namun juga nasib dan masa depan bangsa ini ke depan.

Bukan perkara mudah memang untuk menentukan pilihan pada Pemilu kali ini. Menyimak demikian banyak jumlah partai yang bertarung. Jejeran foto-foto ribuan caleg. Umbaran janji-janji muluk para caleg, juru kampanye maupun para petarung kursi pemimpin bangsa.

Terasa betapa kampanye yang baru lalu telah menjejalkan masyarakat pemilih dengan begitu banyak informasi mengenai janji, gerakan dan aksi politik yang menyisakan kebingungan. Sungguh sesak dan kacau.

Masa kampanye saat ini memang agak berbeda dengan periode sebelumnya. Perubahan system pemenangan dari nomer urut menjadi perolehan suara terbanyak telah menimbulkan tidak saja kampanye biaya tinggi (sebagaimana telah coba saya kupas dalam tulisan saya bertajuk : Kampanye – Investasi VS ROI), namun juga fenomena perubahan aksi kampanye para caleg dan partai yang bertarung. Pada kampanye kali inipun, kita temukan ‘’gaya kampanye’’ baru para caleg, yang menyertakan ‘’pendamping’’ berupa tokoh masyarakat, figur publik, pemuka agama, pejuang bangsa di masa silam, bahkan hingga anak, ayah, paman, bibi, cucu, aa, teteh, uak, kakek, nenek… dan kalau perlu pemimpin dari negara lain yang tidak ada hubungannya sama sekali (baik hubungan politik apalagi hubungan darah) dengan sang caleg.

Beragam jenis poster kampanye, mulai dari yang masih bisa dicerna oleh akal sehat hingga yang tidak masuk akal, seperti penyertaan tokoh hero dari negeri dongeng anak-anak, tersebar di penjuru negeri ini. Semua cara ditempuh, hanya dengan satu tujuan, mendongkrak dan mengerek popularitas setinggi langit agar dapat terpilih dan merebut ‘’kursi’’ impian. Seakan semua rela ‘’jual diri’’, walau dengan cara teramat konyol sekalipun, demi menenangkan tiket jabatan empuk.

Sulit untuk dicerna. Popularitas siapapun akan dijadikan ‘’kendaraan’’ untuk meningkatkan popularitas dirinya sendiri. Tak perlu ada hubungan sebab-akibat, tak penting ada korelasi atau tidak, bahkan acap tanpa menyertakan program yang akan diusung dan diperjuangkannya. Tak perduli, apakah status keartisan sang anak dapat mencerminkan kompetensi dan integritas sang caleg. Atau apakah ‘’sang hero dunia khayalan’’ dapat membuktikan keperkasaan sang petarung. Tak penting juga apakah sudah diperoleh lisensi atas ‘’penggunaan’’ nama sejumlah pejuang bangsa dan pemimpin negara adidaya. Itu semua tidak lagi penting. Yang penting saat ini adalah : Persepsi dan Popularitas !! Persepsi bahwa sang caleg tentu ‘’hebat’’ karena ‘’didukung’’ oleh orang yang hebat dan populer.

Tidak hanya tingkah polah para caleg yang mengalami ‘’pergeseran’’. Aksi politik di tingkat partai juga terlihat banyak mengalami ‘’penyimpangan orientasi’’. Pergerakan dan pernyataan yang terkesan ‘’plin-plan’’, mudah berubah, kerap ditemui disepanjang masa kampanye yang baru lalu. Sulit ditemui partai yang konsisten dengan aksi politiknya. ‘’Pendekatan pra-koalisi’’ berselubung dalih ‘’Silaturahmi’’ acap dijajaki sejumlah partai untuk memperbesar perolehan dukungan. Bak kutu loncat dan lintah yang meloncat-loncat serta menempel-nempel ke sana-sini, tergantung siapa yang terlihat memberi peluang lebih besar untuk membuka jalan menuju tampuk kekuasaan lebih tinggi, tergantung siapa yang memiliki ‘’daya dan pesona’’ untuk dapat dijadikan kendaraan karir politik. Bagai penumpang di kapal goyah, semua sibuk mencari tiang pegangan untuk menyelamatkan diri masing-masing, tidak yakin akan kekuatan kapalnya. Tidak terlihat adanya kejelasan sikap.

Melihat semua ‘’adegan’’ di pentas politik tersebut, tak pelak timbul kesan bahwa memang telah semakin terjadi penyimpangan orientasi di negeri ini. Orientasi kebangsaan, nasionalitas dan kerakyatan yang telah menjadi kiblat para pejuang bangsa di masa lalu, kini telah berubah menjadi orientasi peraihan kekuasaan semata.

Namun, mengapa ajang pencarian popularitas semakin fenomenal di saat ini?

Semua ini tak lain dan tak bukan, dikarenakan setiap caleg, partai bahkan kandidat pemimpin bangsa Tidak Percaya Diri (PD) atas kemampuan dan program mereka sendiri. Sebagian besar caleg yang bertarung, tampak sangat tidak PD atas kompetensi dan kredibilitas yang mereka miliki. Rendahnya rasa percaya pada kemampuan diri sendiri ini membuat mereka merasa sulit dan ciut nyali untuk dapat meyakinkan konstituennya. Sehingga merekapun memerlukan alat bantu dongkrak untuk mengerek popularitas dan namanya.

Mengapa mesti demikian? Mungkin karena pada kenyataannya selama ini mereka tidak pernah menunjukkan dan membuktikan kemampuan dan kredibilitasnya di lingkup masyarakat. Sejatinya karakter, kompetensi, kredibilitas dan integritas seseorang tidak mungkin dibentuk hanya dalam sekejap saja. Perlu proses dan waktu lama bagi seseorang untuk membuktikan segala keunggulan dirinya.

Sebaliknya, seseorang tidak perlu bersusah-payah membuktikan diri bila memang telah memiliki karakter, kompetensi, kredibilitas dan integritas yang teruji. Semua itu pasti telah tercermin pada sikap, perilaku maupun kesehariannya dalam hidup bermasyarakat. Rakyat sekitar lingkungan kehidupan dan aktivitasnya akan telah merasakan dan membuktikan sendiri kualitas sang caleg bila memang sejak lama telah memiliki kompetensi yang unggul dan menunjukkan kemampuan berempati yang terasah.

Berlian akan tetap dapat terlihat sinarnya, walau terbenam dalam lumpur sekalipun. Dan proses pembuatan berlian memang bukan proses instant. Perlu ribuan tahun untuk mendapatkan sebutir berlian yang sangat berkualitas. Sedangkan kaca, walaupun dipoles sedemikian rupa hingga ‘’menyerupai’’ tampilan berlian, tetap pada akhirnya akan mengusam, tak lagi bercahaya.

Demikian halnya dengan para caleg dan partai. Bila memang yakin akan kemampuan diri sendiri, tentu tidak perlu terlihat panik, kalap dan kalang kabut mengupayakan segala daya dan cara untuk ‘’menjual diri’’. Ketidakjelasan sikap yang akhir-akhir ini kian kerap ditunjukkan oleh sejumlah partai, semakin menunjukkan bahwa partai-partai itu sendiri tidak terlalu yakin apakah ‘’program indah’’ dan ‘’janji muluk’’ jualannya dapat meyakinkan masyarakat pemilih akan citra dan persepsi keseriusan dan keberpihakan pada nasib rakyat dan masalah bangsa, yang dibangunnya pada bulan-bulan sebelum kampanye.

Menyimak program dan janji yang mereka umbar di atas pentas, memang belum terlihat program yang disertai dengan detil rencana yang matang. Semua baru sebatas program. Sekedar janji muluk. Tanpa kejelasan bagaimana mereka akan mewujudkannya. Tanpa prioritas apa yang akan didahulukan.

Akankah mereka dapat benar-benar mewujudkan semua program dan janji yang telah terlontar di panggung kampanye? Bagaimana pembeli dapat yakin akan ‘’dagangan’’ dari penjual janji yang tampak tidak PD dengan ‘’mutu jualannya’’?

-PriMora Harahap-

8 April 2009

note:

tulisan ini dipostingkan juga di blog Kompasiana (Kompas.com) dan Detik blog (detikPemilu di Detik.com) pada kategori politik & bernegara, serta di Mora's blog
(@ http://mora-harahap.blog.co.uk/)