Dalam perusahaan dikenal istilah Dewan Direksi, berisi sekelompok professional yang dikomandoi oleh seorang Presiden Direktur, ditunjuk oleh para pemegang saham untuk mengelola asset perusahaan dan menjalankan roda usaha guna mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang akan dikembalikan kepada para pemegang saham. Maka pada tataran Negara, mari kita ambil contoh republik ini, Presiden sebagai pemimpin tertinggi yang terpilih lewat mekanisme pemilu, bersama dengan seluruh menteri pada jajaran kabinetnya bertugas sebagai pengelola negara. Mereka, sebut saja sebagai Dewan Pengelola Negara, mendapat tugas dan mandat untuk mengelola jalannya negara ini, tak ubahnya seperti Dewan Direksi yang diberi tugas oleh pemegang saham untuk mengelola jalannya usaha.
Sebuah perusahaan yang didukung oleh banyak sumber daya (baik teknologi, keahlian sumber daya manusia, maupun sumber daya alam berupa lahan, perkebunan dsb), jamak untuk membentuk unit-unit usaha yang berkoordinasi di bawah induk perusahaan. Tujuannya adalah agar pengelolaan setiap sumber daya yang dimiliki maupun strategi bisnis yang diterapkan dapat lebih focus pada masing-masing bidang, sehingga dapat mencapai hasil yang terbaik (keuntungan yang maksimal).
Begitupun halnya dengan sebuah Negara yang dikarunia begitu banyak sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pembentukan lini-lini usaha milik negara atau yang acap disebut BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di republik ini juga didirikan dengan tujuan yang sama, untuk memaksimalkan daya kelola dan hasil yang dapat dicapai. Dengan kata lain, BUMN dibentuk untuk dapat mengelola asset dan sumber daya milik negara secara professional agar diperoleh hasil semaksimal mungkin.
Pada jenjang perusahaan, umumnya Dewan Direksi dari induk perusahaan duduk sebagai wakil pemegang saham di setiap unit usaha yang berada di bawah lingkup bisnisnya. Dalam cakupan Negara, maka pemerintah sebagai pengelola utama negara kerap duduk di jajaran komisaris sebagai wakil pemegang saham di lini-lini usaha negara (BUMN).
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tujuan utama pengelolaan perusahaan adalah untuk meningkatkan kemakmuran seluruh pemegang saham atau dalam terminology ekonomi – manajemen sering disebut dengan istilah share holder, sebagaimana umumnya tercermin dalam AD/ART yang merupakan landasan konstitusi dari sebuah perusahaan.
Saya tidak ingin menguraikannya dari sudut pandang ekonomi, yang tentunya akan menjadi cukup rumit untuk dijelaskan. Namun dasar berpikir penetapan tujuan utama tersebut sebenarnya sederhana saja. Bila kemakmuran para pemegang saham meningkat, tentu prospek perusahaan tersebut dapat dikatakan cemerlang, memperoleh laba yang cukup dan bahkan dapat bertumbuh atau melakukan ekspansi usaha yang lebih besar. Dengan demikian, maka pertumbuhan dan pendapatan perusahaan tersebut menjadi dasar bagi perbaikan kesejahteraan seluruh karyawan yang terlibat di dalamnya.
Bila kita mencoba menarik ke tataran pengelolaan Negara, maka semestinya pengelolaan asset-asset Negara, berikut seluruh sumber daya yang dimilikinya juga memiliki tujuan utama untuk meningkatkan sepenuh-penuhnya kemakmuran para pemegang saham Negara tersebut. Namun seringkali pengertian para pemegang saham pada jenjang pengelolaan asset Negara disalahartikan, kerap diterjemahkan dalam lingkup BUMN hanya sebatas pengertian lingkup sebuah perusahaan.
Siapakah sebenarnya para pemegang saham sebuah Negara?
Jelas Bukan Pemerintah !! Dalam tataran Negara maka pemerintah hanyalah bertindak sebagai Dewan Pengelola Negara. Mirip seperti Dewan Direksi pada tingkat perusahaan, yang diberi kepercayaan untuk mengelola jalannya perusahaan secara profesional.
Tentu bukan pula BUMN !! Fungsi BUMN hanyalah sebagai unit-unit usaha yang berinduk pada Negara seperti laiknya sebuah induk perusahaan, dengan tugas mengelola asset dan sumber daya milik Negara secara professional dan terarah sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga dengan lingkup pengelolaan yang lebih focus diharapkan dapat memberikan upaya yang lebih maksimal untuk meningkatkan hasil. Adapun fungsi pemerintah yang duduk dalam jajaran komisaris di BUMN, harus dimaknai sebagai wakil dari pemegang saham dari ‘’induk perusahaan’’ yang ditempatkan pada unit-unit usaha milik Negara tersebut.
Sejatinya, rakyatlah yang menjadi pemegang saham di Negara ini, karena keberadaan dan kedaulatan sebuah Negara ditentukan oleh rakyat, sebagaimana keberadaan sebuah perusahaan yang didirikan oleh para pemegang sahamnya. Pada tataran Negara, cakupan pemegang saham bukanlah sebatas pengertian SHARE Holder (mereka yang tercantum namanya dalam akta notaris pendirian perusahaan), namun dalam lingkup yang juga lebih luas berupa STAKE Holder, yaitu seluruh pihak (segenap elemen masyarakat, tanpa kecuali) yang berkepentingan dan menumpukan hidupnya pada kelangsungan Negara ini. Laiknya para pemegang saham yang mendirikan perusahaan dengan tujuan sebagai tumpuan hidupnya.
Dengan demikian, Presiden yang dipilih (ditunjuk) dan diberikan kepercayaan (mandat) oleh rakyat, beserta seluruh jajaran kabinetnya wajib menunaikan tangungjawab dan tugasnya sebagai pengelola negara untuk meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana tercantum pada konstitusi negara dalam bentuk Undang-Undang Dasar. Persis seperti Dewan Direksi yang wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya pada Rapat Umum Pemegang Saham sesuai amanat yang diterimanya untuk menjalankan perusahaan sebaik-sebaiknya berdasarkan AD/ART yang merupakan konstitusi bagi perusahaan.
Peran BUMN sebagai unit usaha juga harus diartikan sebagai pengelola asset dan sumber daya milik Negara, dimana hasilnya haruslah dikembalikan dalam bentuk peningkatan kemakmuran seluruh pemegang saham Negara, yaitu seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya. Kenyataan bahwa seringkali pengelolaan BUMN ditujukan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah adalah sebuah pengertian yang salah kaprah. Dengan mengelola asset dan sumber daya milik Negara maka pada tataran ini, keberadaan BUMN bukan lagi dalam lingkup pengertian sebuah unit usaha saja, namun telah memasuki domain kenegaraan.
Kita harus dapat membedakan antara pendapatan pemerintah yang dapat digunakan sebagai biaya operasional pengelola Negara dengan kekayaan milik Negara berikut keuntungan bersih hasil operasional pengelolaan asset dan sumber daya Negara. Sejatinya kekayaan milik Negara, bukanlah merupakan kekayaan pemerintah.
Seyogyanya harus dapat dibedakan antara keuntungan hasil pengelolaan kekayaan milik Negara dengan anggaran dana operasional pemerintah. Begitupun dana operasional yang dibutuhkan pemerintah untuk mengelola negara dalam bentuk APBN ataupun APBD, harus jelas terinci sesuai kebutuhan dan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Bila asset dan sumber daya yang dikelola berada pada tingkat kepemilikan Negara, maka tentu tidak relevan bila pengelolaan, pertanggungjawaban dan sekaligus pengembalian hasil yang diperoleh BUMN hanya dikembalikan untuk dinikmati oleh pemerintah selaku share holder yang tercantum dalam AD/ART, karena bila demikian telah terjadi pengerdilan lingkup BUMN menjadi sebatas lingkup pengertian sebuah perusahaan saja.
Keuntungan bersih hasil operasional sebuah BUMN atas pengelolaan asset dan sumber daya milik Negara haruslah kembali kepada seluruh lapisan rakyat selaku stake holder, tentunya dengan telah memperhitungkan biaya operasional yang diperlukan oleh pengelola negara, yang wajib dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada seluruh rakyat, selayaknya Dewan Direksi yang wajib dapat mempertanggungjawabkan setiap rupiah penggunaan dana bagi jalannya operasional perusahaan.
Kedudukan pemerintah dalam BUMN hanyalah sebagai wakil para pemegang saham dari induk perusahaan (dalam hal ini berarti jajaran komisaris sebuah BUMN sejatinya adalah orang yang ditunjuk untuk mewakili seluruh rakyat negara ini selaku pemegang saham), yang diberi kepercayaan dan digaji oleh rakyat untuk mengawasi jalannya pengelolaan asset dan sumber daya milik negara. Adapun Dewan Direksi BUMN digaji untuk mengelola jalannya usaha BUMN. Dengan pengertian tersebut maka hasil pengelolaan setiap BUMN yang didirikan di Negara ini, tentu harus dikembalikan demi peningkatan sepenuh-penuh kemakmuran rakyat.
Pada sebuah perusahaan, setiap unit maupun departemen yang terdapat di dalamnya haruslah berkerja seoptimal mungkin demi mencapai tujuan dan target utama perusahaan yaitu menjamin kelangsungan dan perkembangan perusahaan. Maka pada tataran yang lebih tinggi di lingkup Negara (sebagai sebuah ‘induk perusahaan’), maka setiap departemen maupun instansi yang dibentuk oleh pemerintah selaku pengelola negara haruslah memiliki tujuan utama yang sama, yaitu mengelola jalannya negara secara professional untuk menjamin kelangsungan dan kemajuan negara ini. Sebagaimana halnya fungsi departemen pada lingkup perusahaan, seluruh departemen dan instansi tersebut seyogyanya menyamakan visi dan misi dalam mengelola negara ini, yang dikoordinasikan dengan baik oleh pemimpin tertinggi dewan pengelola negara, yang dalam republik ini dipegang oleh Presiden selaku penerima amanat.
Bila pada jenjang induk perusahaan, seluruh share holder bertindak sebagai pengawas atas jalannya pengelolaan perusahaan oleh Dewan Direksi, maka pada tataran pengelolaan Negara, diperlukan peran aktif seluruh rakyat negara ini selaku stake holder untuk mengawasi jalannya pengelolaan negara oleh Pemerintah, berikut seluruh asset dan sumber daya yang terkandung di dalamnya, serta memastikan bahwa hasil pengelolaan tersebut kembali kepada rakyat dalam bentuk peningkatan sepenuh-penuhnya kemakmuran rakyat, sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal 33 UUD, pada 45, yang merupakan dasar konstitusi negara ini.
Sebuah perusahaanpun jamak melakukan pola kerjasama dengan mitra kerja hingga menyerahkan sebagian proses pengolahan kepada pihak lain. Namun semua bentuk kontrak kerjasama tetap dilakukan dalam kerangka mencapai tujuan utama perusahan berupa peningkatan kemakmuran pemegang saham. Dewan Direksi berkewajiban untuk menjaga seluruh asset perusahaan yang dikelolanya, sehingga setiap bentuk aksi korporasi yang ditempuh oleh Dewan Direksi dengan melibatkan penggunaan asset-asset perusahaan haruslah dengan sepengetahuan, persetujuan dan pengawasan pemegang saham.
Demikian halnya pada lingkup Negara. Seyogyanya setiap bentuk keputusan, kebijakan dan tidakan yang diambil oleh pemerintah dengan melibatkan pemanfaatan sumber daya alam maupun kekayaan bumi dan laut yang merupakan asset Negara, hanya dapat dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan rakyat, dengan hasil yang dikembalikan dalam bentuk pemenuhan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tentunya diperlukan pengawasan rakyat untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang dapat merugikan negara.
Alangkah menyedihkan ketika berita demi berita menguak berbagai penyimpangan dalam bentuk rekening-rekening liar di berbagai departemen maupun instansi di bawah koordinasi pemerintah. Milyaran, bahkan trilyunan pendapatan negara (bukan pendapatan pemerintah) ‘’menguap’’ entah kemana, tanpa dapat dinikmati sedikitpun oleh sebagian besar rakyat di negara ini. Sungguh trenyuh saat menerima kenyataan demi kenyataan terungkapnya kasus aliran dana dari sejumlah BUMN kepada segelintir golongan demi kepentingan pribadi para pengelola negara, bahkan sekedar untuk mempertahankan kedudukannya dalam kancah politik. Betapa memilukan tatkala kontrak demi kontrak karya pengolahan sumber daya alam oleh pihak asing terbukti hanya mengeksploitasi asset-asset negara tanpa adanya pengembalian manfaat kepada rakyat negeri ini.
Kekayaan negara ‘’digadaikan’’ hanya untuk kepentingan segelintir orang yang sedang berkuasa. Sementara begitu banyak rakyat, yang sesungguhnya merupakan ‘pemegang saham mayoritas’ di negara ini, menjalani kehidupan jauh di bawah ambang batas kemakmuran.
Betapa trenyuh mendapatkan kenyataan bahwa laporan keuangan republik ini mendapat catatan Disclaimer selama 5 tahun berturut-turut selepas proses audit, pertanda masih carut marutnya pengelolaan dan penggunaan keuangan negeri ini. Sedangkan seluruh keuangan negara selayaknya harus digunakan dan dikelola dengan penuh tanggungjawab oleh Dewan Pengelola Negara dan wajib dipertanggungjawabkan setiap rupiah penggunaannya kepada seluruh rakyat negeri ini.
Sudah waktunya rakyat negara ini mengaktifkan peran mereka sebagai ‘pemegang saham pengendali’, dengan selalu mengawasi setiap kebijakan maupun tindakan Dewan Pengelola dalam menjalankan Negara ini serta meminta pertangungjawaban mereka atas hasil pengelolaan setiap asset dan sumber daya milik Negara. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat di negara ini memegang kendali dengan menjalankan fungsi kontrol atas penyelenggaraan seluruh BUMN.
Telah tiba saatnya bagi seluruh warga negara ini untuk menyadari peran mereka sebagai pemegang saham yang memiliki hak penuh untuk meminta pertanggungjawaban dari Pemerintah selaku Dewan Pengelola Negara. Adalah pada tempatnya bila rakyat selaku pemegang saham atas seluruh aset negeri ini untuk mengevaluasi kinerja Pemerintah sehingga dapat memutuskan akan meneruskan masa jabatan Pemerintah atau bahkan menggantinya bila memang terbukti tidak memiliki kinerja yang baik.
Dalam pemilu yang sudah diambang mata inilah saatnya rakyat selaku pemegang saham Negara ini menilai kinerja dari Pimpinan Pengelola Negara berikut Dewan Pengelola Negara yang berada di bawah koordinasinya, yakni Presiden serta seluruh mentri kabinet yang membantunya. Kini saatnya rakyat mengevaluasi kinerja dari setiap pengelola BUMN serta menagih hasil atas pengelolaan asset Negara yang wajib dikembalikan kepada seluruh rakyat.
Tak dapat dipungkiri, kenyataan masih membuktikan bahwa tingkat kemakmuran masih sangat jauh dirasakan oleh sebagian besar rakyat, bahkan sekedar pemenuhan kebutuhan dasar. Disclaimer sepanjang kurun waktu 5 tahun, sepenuh satu masa pemerintahan, telah dapat mencerminkan bagaimana kinerja dan tingkat tanggungjawab Pemerintah di sepanjang masa itu. Rangkaian catatan kelam laporan keuangan negara itu telah memberi gambaran bagaimana tingkat keseriusan sang Pemimpin Dewan Pengelola Negara dalam mengarahkan, membina dan bila perlu menegur seluruh jajaran pengelola negara yang berada di bawah tanggungjawabnya, untuk tetap focus dalam mencapai tujuan utama pengelolaan negara yaitu peningkatan sepenuh-penuh kemakmuran seluruh lapisan rakyat sebagai pemegang saham negara ini.
Namun, realitas yang terjadi saat ini, pengelolaan negara acap masih digemakan hanya sebatas pembangunan gedung-gedung bertingkat dan data-data peningkatan sektor keuangan yang hanya dinikmati oleh lapisan masyarakat tertentu saja. Di sisi lain, jabatan sebagai pengelola asset dan sumber daya negara maupun wakil rakyat yang dipercayakan sebagai wakil ‘pemegang saham’ di lembaga-lembaga tinggi negara ini masih kerap disalahgunakan sebagai lahan ‘usaha’ untuk menyokong kepentingan politik sejumlah pengelola negara serta untuk meningkatkan kemakmuran pribadi.
Sehingga sudah saatnya rakyat negeri ini menyadari perannya sebagai pemegang saham Negara ini, dan dapat menjalankan peran lebih aktif untuk mengawasi jalannya pengelolaan negara berikut seluruh asset yang terkandung di dalamnya.
Pemilu, terutama PilPres tak ubahnya ajang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dimana Pemerintah sebagai Dewan Pengelola Negara atau Board of Management mempertanggungjawabkan kinerja dan prestasinya dalam mengelola dan memajukan roda kehidupan negara kepada seluruh rakyat selaku pemegang saham. Bila pada RUPS, pemegang saham memiliki hak untuk mengevaluasi dan memutuskan untuk memecat atau melanjutkan kelangsungan dari Dewan Direksi maka pada Pemilu, rakyat memiliki sepenuh-penuh hak untuk mengevaluasi dan memutuskan akan meneruskan ''mempekerjakan'' Pemerintahan yang sama atau menggantinya dengan yang lain.
Dalam tataran perusahaan, RUPS diadakan setiap tahunnya sebagai ajang pertanggungjawaban Presiden Direktur beserta seluruh jajaran Direksi atas kinerja dan hasil yang dicapai dihadapan seluruh Dewan Komisaris selaku pemegang saham sebuah perusahaan. Pada ajang RUPS, para pemegang saham berhak untuk memberikan penilaian serta keputusan untuk mengangkat dan meneruskan kembali jabatan Presiden Direktur serta Dewan Direksi pada periode setahun berikutnya atau justru memberhentikan dan menggantinya bila dianggap gagal untuk memenuhi tujuan utama perusahaan yaitu peningkatan kemakmuran para pemegang sahamnya.
Maka dalam tataran Negara, ajang Pemilihan Presiden yang akan berujung pada pemilihan dan pembentukan Kabinet yang akan membantunya menjalankan roda pengelolaan negara, sudah sewajibnya seluruh rakyat menjalankan fungsi sebagai pemegang saham Negara untuk mengevaluasi kembali kinerja serta hasil yang telah dicapai oleh Presiden beserta Kabinetnya dalam memenuhi dan meningkatkan kemakmuran rakyat. Dalam Pemilihan Presiden ini pulalah, rakyat berkesempatan untuk memutuskan akan memilih dan memberi kesempatan kembali kepada Presiden terdahulu ataukah justru ingin menggantinya bila dinilai gagal untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
Tidak ada satupun pemegang saham yang menginginkan kerugian dari hasil pengelolaan perusahaannya. Begitupun seyogyanya, rakyat negeri ini jangan pernah mau lagi dirugikan oleh kinerja Pemerintahan yang tidak becus dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Bila para pemegang saham sebuah perusahaan selalu mempelajari dengan cermat nilai aset dan perkembangannya dari waktu ke waktu, maka rakyat negara inipun harus mulai aktif mencari tahu nilai dari setiap aset berharga negara ini serta memantau dengan cermat perkembangan nilainya yang harus pula kembali dalam bentuk peningkatan kemakmuran seluruh lapisan rakyat.
Adalah sifat dasar manusia untuk cenderung menjadi tamak dan serakah, bila dihadapkan pada kekuasaan dan jabatan. Sehingga pengelolaan tanpa pengawasan hanya akan membuka peluang untuk sekedar ‘usaha’ memperkaya diri sendiri. Peran aktif seluruh rakyat sebagai pengawas sangat diperlukan untuk menjamin jalannya pengelolaan Negara berikut seluruh asset dan kekayaan yang terkandung di dalamnya secara professional dan bertanggungjawab oleh Presiden terpilih beserta jajaran kabinetnya.
Di tangan rakyatlah pola kelola negara ini beserta seluruh aset kekayaan yang terkandung di dalamnya ditentukan. Dalam ajang PilPres mendatang inilah rakyat harus mengevaluasi dengan cermat dan memilih Pengelola Negara yang tepat.
Pola kelola apakah yang sesungguhnya kita harapkan? Pengelola Negara yang seperti apakah yang ingin kita pilih?
Pengelola Negara yang berusaha dengan sepenuh tanggungjawab dalam mengelola aset negara untuk sebesar-besar kepentingan dan kemakmuran rakyatnya, atau sekedar kembali memberikan peluang demi peluang kepada para pengelola negara untuk dapat melakukan ‘Usaha’ demi sekedar memupuk kekuasan dan kekayaan diri semata?
-PriMora Barlianta Harahap-
29 Jan 2009
note: