Selasa, 08 April 2014

Media - Mempengaruhi atau Dipengaruhi ?


Gempita pesta demokrasi kian menggelora. Hiruk pikuk para calon wakil rakyat maupun mereka yang telah ditasbihkan atau bahkan menasbihkan diri sebagai calon pemimpin masa datang sejak lama telah 'menjual' keunggulan dirinya.

Media ! Ya, tentu diperlukan media sebagai sarana promosi. Entah media apa saja dimanfaatkan oleh para petarung politik. Mulai dari batang pohon hingga elektronik. Sekedar menggunakan paku sampai teknologi canggih. Menyambangi rakyat di ruang terbuka bahkan menguntit setiap warga negeri ini masuk ke ruang pribadi. Semua jalan dan cara di tempuh demi meningkatkan popularitas dengan harapan dapat mendongkrak elektabilitasnya.. Maka efektivitas dan efisiensi setiap jenis mediapun dikalkulasi, agar dapat menangguk suara rakyat sebanyak mungkin di hari perhitungan nanti. Tentulah dalam hitung-hitungan politik.

Di masa kampanye, media cetak dan elektronik memang menjadi sarana yang menawarkan keunggulan tersendiri. Media elektronik, dengan ciri khasnya yang mampu menyapa masyarakat hingga ke ruang pribadi, baik perorangan maupun perkelompok, dalam waktu singkat, menembus batas ruang dan waktu, dengan cara yang menarik melalui tayangan audio visual telah memberi nilai tambah.

Sifat dan karakteristik media elektronik ini tentulah akan memberikan keuntungan lebih bagi para petarung politik, khususnya mereka yang tengah berjuang memperebutkan kursi tertinggi sebagai pemimpin negeri ini. Tidaklah mencengangkan bila wajah-wajah mereka kerap lalu-lalang di media-media elektronik milik sendiri, dengan senyum merekah dan suara lantang membuai setiap warga pemirsa medianya hingga terlena dengan penampilannya.

Media elektronik memang telah menjadi salah satu media yang dirasakan paling efektif bagi para kontestan ajang pertarungan politik akbar 5 tahunan untuk menyemai pengaruh agar dapat menuai lonjakan perolehan suara saat pemilihan umum dihelat. Di pesta demokrasi ini mereka berlomba-lomba menghias layar kaca dengan beragam program yang mengesankan keberpihakan pada rakyat.

Para pemilik media yang bertarung memperebutkan tiket menuju posisi nomor 1 di negeri ini menggunakan segenap pengaruhnya melalui beragam acara tayangan medianya. Semua itu diupayakan demi mencapai target pun ambisi pribadi.

Lahirnya media baru sebagai hasil dari perkembangan teknologi kian membuat media menjadi sarana yang sangat berdaya guna bagi setiap pihak yang mampu memanfaatkannya. Tidak hanya dapat menyajikan tayangan audio sekaligus visual, media barupun telah berhasil meniadakan berbagai hambatan yang terkendala oleh struktur geografis. Duniapun seakan datar tak berbatas dibuatnya.

Dengan segala kelebihannya, media mampu menanamkan pengaruh di benak publik dan menggiringnya ke arah tujuan yang diharapkan. Membentuk gambaran tertentu akan sebuah realita yang dibangun. Layaknya sebuah lukisan, beragam jenis aliran dapat ditoreh oleh kuas dan tinta media. Naturalis, realis hingga dekoratif perfeksionisme nan menawan hati yang melihatnya.

Kelebihan inilah yang sangat disadari oeh mereka yang memiliki media. Dengan ciamik mereka yang merangkap posisi sebagai pebisnis media sekaligus politisi itu memanfaatkan setiap media miliknya untuk membangun impresi yang diinginkan dalam alam pikiran setiap insan di republik ini. Tak jarang para pemilik media membenamkan cengkeramannya, menggemgamnya dan membawa medianya ke mana mereka inginkan. Tak pelak publik disodorkan oleh ketidakberimbangan informasi yang disajikan oleh sejumlah media sebagai dampak dari pengaruh sang penguasa dana. Tengok saja betapa seringnya iklan kampanye pemilik media yang turut bertarung di kompetisi kekuasaan berseliweran di setiap media yang terafiliasi dengannya.

Dengan segenap keunggulannya, media cukup efektif sebagai sarana untuk menanamkan  pengaruh kepada khalayaknya. Tak jarang opini yang berkembang di publik merupakan hasil dari penyebaran informasi yang dilakukan secara intensif oleh media.
Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak memilkinya ? Tidakkah ketiadaan akses ‘kekuasaan’ pada media menyodorkan ketidakadilan dalam ajang adu pengaruh ini ?

Semestinya tidak. Sejatinya media harus bersikap independen dalam menyajikan informasi kepada khalayaknya. Semestinya media setia menjalankan peran sebagai sarana untuk mencerdaskan bangsa ini dengan menjaga objektivitasnya. Tak peduli siapapun yang memilikinya. Tak terpengaruh berapa besar dana yang digelontorkan sang pemilik modal.

Namun mengapa jurang keadilan tetap menganga lebar dalam industri media ? Mencermati bagaimana struktur dan kinerja media serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat memberikan gambaran akan adanya kesenjangan ini.

Struktur dan Kinerja Media

Prinsip pada Media

Terkait dengan struktur dan kinerja media terdapat tiga prinsip utama yang penting bagi peran maupun hasil produk media.

Prinsip Kebebasan Media

Sebagaimana dijelaskan pula oleh Mc. Quail dalam bukunya mengenai teori komunikasi massa, bila berbicara mengenai kebebasan media maka harus dibedakan ke dalam kategori kebebasan pers yang lebih menekankan pada kebebasan lembaga media serta kebebasan berekspresi yang berorientasi pada opini, ide, informasi, seni dan lain sebagainya.

Dengan adanya kebebasan media maka publik mendapatkan berbagai keuntungan. Pertama  berupa ketersediaan informasi mengenai sepak terjang maupun kegiatan para pemangku kekuasaan dengan adanya peranan kritis dari pers dalam menjalankan tugasnya sebagai “watch dog” yang dapat diamati oleh publik secara sistematis dan independen. Kebebasan media juga telah memberikan rangsangan terhadap sisem dan kehidupan sosial demokratis yang aktif serta ruang untuk memiliki informasi. Keuntungan berikutnya adalah adanya kesempatan bagi publik untuk dapat mengungkapkan ide, keyakinan dan pandangan mengenai dunia. Terjadinya pembaruan dan perubahan akan budaya dalam masyarakat secara terus menerus juga merupakan salah satu keuntungan kebebasan media. Dan pada akhirnya peningkaan jumlah maupun keragaman informasi sebagai akibat dari adanya kebebasan.

Kebebasan Media Pada Struktur dan Kinerja

Kebebasan media yang efektif haruslah ditopang oleh kondisi struktural utama yaitu ketiadaan sensor, perizinan ataupun bentuk kontrol lainnya dari pemerintah, sehingga media bebas untuk menyiarkan berita maupun opini dan di sisi lain tidak terikat pada kewajiban untuk memberitakan sesuatu yang dipaksakan. Adanya hak dan kesempatan yang sama untuk setiap warga negara dalam hal mendapatkan akses kepada saluran ekspresi dan publikasi seperti halnya hak untuk mendapatkan informasi ataupun berkomunikasi. Terdapatnya independensi (kemandirian) yang bebas dari kontrol dan campur tangan kepentingan lain di luar media termasuk kepentingan pemilik. Sistem atau iklim yang kompetitif serta kebebasan bagi media berita untuk mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang relevan.

Kebebasan dalam hal kinerja media  merupakan kebebasan dari segi penyediaan konten yang merupakan produk sebagai hasil kinerja media. Dengan adanya kebebasan ini media diharapkan dapat berperan aktif dan bersikap kritis dalam menyediakan informasi bagi publik dengan tetap menjaga relevansi dari isi informasi yang dapat dipercaya. Media harus tetap menjalankan fugnsinya dalam melakukan investigasi dan peran watch dog untuk kepentingan publik secara luas. Kriteria kebebasan ini haruslah diterapkan pada semua bentuk produk media, baik berita maupun hiburan dan budaya dengan menekankan pada aspek orisinalitas, kreativitas serta keragaman isi. Dengan demikian independensi (kemandirian) media dengan berbagai inovasinya tetap terjaga tanpa menjadi corong propaganda untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

Prinsip Kesetaraan Media

Masyarakat dalam iklim yang demokratis akan sangat mengharapkan dan menghargai adanya prinsip kesetaraan pada media. Tingkat harapan pada perlakuan dan objektivitas media untuk menjaga kesetaraan kian meningkat sejalan dengan peningkatan iklim demokratisasi.

Kesetaraan Pada Struktur dan Kinerja

Dukungan kepada media untuk berkompetisi serta ketiadaan iklim monopoli merupakan wujud dari kesetaraan di tingkat struktur. Kebebasan ini memberikan pilihan pada masyarakat untuk dapat memiliki akses yang sama dalam mengirim maupun menerima pesan, baik sebagai nara sumber maupun pemirsa.

Dalam kesetaraan di tingkat kinerja media haruslah memberikan ruang yang sama kepada semua elemen masyarakat, dan bebas dari tekanan untuk lebih memprioritaskan ruang media kepada pemilik kekuasaan ataupun pihak-pihak tertentu saja. Tidak ada diskriminasi dalam penyediaan ruang produk media, baik berupa opini maupun perspektif yang berlawanan dengan penguasan dan kelompok mayoritas. Media juga harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap pengiklan. Pada intinya kesetaraan ini menuntuk media untuk bersikap adil kepada semua pihak dalam kinerjanya menghasilkan produk (isi) media.

Prinsip Keragaman Media

Adanya keragaman media dari segi banyaknya saluran komunikasi yang memberikan ragam konten media memberikan keuntungan bagi publik. Keragaman ini di lain pihak juga memberikan semakin banyak pilihan saluran publikasi pada masyarakat.

Keragaman Media Pada Struktur dan Kinerja

Keragaman media akan menawarkan lebih banyak jenis media baik berupa cetak, elektronik maupun on line. Memperkaya keragaman dari aspek geografis dalam cakupan internasional, regional, nasional maupun lokal serta menyediakan keragaman stuktur dalam masyarakat seperti keragaman dalam etnisitas, keyakinan, budaya dan lain sebagainya.

Keuntungan yang diperoleh masyarakat dari kian beragamnya media adalah memperkaya kehidupan sosial dan budaya masyarakat, adanya jalan bagi perubahan sosial dan budaya, memungkinkan adanya konrol terhadap penyalahgunaan kebebasan bila terjadi konsentrasi pemilik media dalam iklim pasar bebas, terjaganya eksistensi kelompok masyarakat minoritas, sebagai sarana untuk mengurani konflik dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan adanya informasi yang memberikan pemahaman antar kelompok serta memaksimalkan manfaat dari adanya pasar bebas idea, seperti juga yang diuraikan oleh Mc Quail.

Keragaman dalam struktur dan kinerja media menuntut adanya persyaratan utama yang harus terpenuhi. Pertama, media haruslah mencerminkan berbagai realitas yang terjadi di masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya mapun politik secara berimbang dalam konten yang dihasilkan. Media juga harus memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok sosial dan budaya minoritas yang merupakan bagian dari masyarakat. Memberikan ruang untuk berbagai kepentingan dan sudut pandang yang berbeda dalam masyarakat serta menawarkan pilihan konden yang beragam namun tetap relevan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Contoh pada iklim media di Indonesia

Kebebasan media di Indonesia saat ini masih dirasakan pada tahap kebebasan dari pengaruh penguasa (pemerintah) melalui regulasi maupun kebijakan pasar bebas yang memungkinkan masuknya pelaku-pelaku media lain.

Kebijakan berupa kebebasan bagi masuknya para pelaku dalam bisnis (industri) media memang telah memunculkan beragam media di Indonesia. Namun saat ini perkembangan industri media di Indonesia mengarah pada dorongan kepentingan pemilik modal yang mengarah pada bentuk oligopoli karena adanya pemusatan kepemilikan.

Saat ini sebagian besar media di Indonesia dikendalikan oleh dua belas kelompok media besar, baik dalam kategori media penyiaran, media cetak maupun media on line. Kedua belas kelompok besar itu adalah MNC Group, Kelompok Kompas Gramedia, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Grup Jawa Pos, Mahaka Media, CT Group, BeritaSatu Media Holdings, Grup Media, MRA Media, Femina Group dan Tempo Inti Media.

Kelompok MNC kini memiliki tiga saluran (kanal) televisi free-to-air, 20 jaringan televisi lokal dan 22 jaringan radio dibawah anak perusahaan mereka. Grup Jawa Pos tercatat memiliki 171 perusahaan media cetak. KOMPAS telah pula melakukan ekpansi jaringan bisnis medianya dengan mendirikan Kompas TV sebagai penyedia konten selain 12 penyiaran radio dan 89 perusahaan media cetak lainnya. Visi Media Asia atau lebih dikenal dengan VIVA group telah berkembang menjadi kelompok media dengan dua saluran televisi serta media online. Berita Satu Media Holding yang berada di bawah kelompok usaha telah mendirikan Internet Protocol Television (IPTV), kanal media online serta sejumlah media cetak.

Terjadinya pemusatan kepemilikan di industri media merupakan konsekwensi dari kepentingan modal. Bentuk oligopoli ini di satu sisi tentu merugikan hak masyarakat atas akses informasi yang beragam dan terjamin independensinya. Industri media yang lebih mengarah pada aspek komersialisasi bisnis yang menguntungkan dapat menjadi sarana yang memberi manfaat bagi pihaik-pihak yang mencari kekuasaan. Hal ini tercermin pada periode tahun-tahun terakhir ini, menjelang kontestasi di pesta demokrasi yang dihelat pada tahun 2014 ini.

Kemunculan beberapa pemilik kelompok media yang terafiliasi dengan partai tertentu dan telah dideklarasikan sebagai calon presiden tampak begitu kerap mengisi konten produk media-media milik mereka. Berbagai liputan aktivitas mereka sebagai bagian dari kampanye tidak dapat terelakkan. Di satu pihak masyarakat mendapatkan informasi mengenai profil para kandidat pemimpin. Namun yang acap terjadi adalah media di bawah kepemilikan mereka sulit untuk menjaga kesetaraan akses bagi pemberian ruang kepada semua pihak dengan berimbang. Tayangan program acara di sebuah stasiun televisi di bawah kepemilikan pebisnis yang berafiliasi dengan partai tertentu dan maju sebagai kandidat calon presiden merupakan contoh yang sering dijumpai di masa kampanye ini.

Televisi Republik Indonesia sebagai saluran media layanan publik juga kurang dapat menjaga independensinya dari pengaruh partai yang berkuasa. Penayangan secara utuh acara konvensi partai berkuasa di televisi milik negara ini menjadi salah satu contoh masih adanya kecenderungan ‘keberpihakan’ yang tidak murni bebas dari pengaruh kekuasaan.

Kebebasan media dalam menyajikan keragaman isi yang relevan dan independen dapat terbelenggu oleh kepentingan-kepentingan pihak tertentu saja. Kesetaraan yang semestinya memberikan kesamaan akses pada semua elemen masyarakat menjadi bias dengan bentuk industri oligopoli ini. Demikian pula halnya dengan peran media dalam menjalankan fungsinya sebagai watch dog dapat dikerdilkan oleh kendali para pemilik media, khususnya mereka yang terafiliasi dengan partai ataupun kekuasan tertentu.

Kondisi ini tentu merugikan masyarakat dalam memperoleh keseimbangan informasi yang relevan dan independen, serta akses untuk menyuarakan aspirasi sebagai nara sumber di saat media memiliki kecenderungan untuk memilih nara sumber dengan pertimbangan kepentingan pihak pemilik modal ataupun penguasa.

Pemusatan kepemilikan pada sejumlah kelompok pebisnis yang berorientasi pada keuntungan usaha juga mempengaruhi keragaman isi media. Rating seolah menjadi penentu utama bagi ragam isi maupun program acara yang ditawarkan kepada masyarakat. Walaupun sudah cukup menampilkan ragam jenis budaya, etnis, bahasa maupun aspek lokal lainnya dalam kemajemukan masyarakat, sejumlah media yang berada pada sebuah kelompok bisnis yang sama terlihat memiliki keseragaman isi berita maupun program acara.

Keberadaan televisi berbayar (paid tv) memang telah menyodorkan isi ataupun program acara yang lebih beragam dengan kehadiran acara-acara dari berbagai stasiun televisi di tingkat internasional maupun regional. Namun akses terhadap televisi berbayar sejauh ini hanya dijangkau oleh sebagian kecil kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi sosial menengah ke atas.

Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal terhadap Media

Dalam menjalankan pekerjaannya memproduksi konten, perusahaan media tidak terlepas dari berbagai pengaruh, baik dari dalam organisasi maupun dari luar.

Pengaruh eksternal

Tekanan ekonomi

Beberapa faktor di luar organisasi media memberi tekanan ekonomi yang mempengaruhi media dalam memutuskan isi (konten).

Tingkat Persaingan

Sebagaimana lazimnya organisasi dalam sebuah industri maka beberapa faktor berupa tingkat persaingan dalam industri, agen / sumber berita dan informasi, pengiklan, pemilik dan serikat pekerja dapat mempengaruhi cara kerja sebuah perusahaan media. Pengaruh ini dapat memberikan tekanan ekonomi pada organisasi media.

Tingkat persaingan yang tinggi dalam industri media dapat mempengaruhi kebijakan organisasi untuk merancang program acara yang kerap hanya mengejar rating untuk tujuan peningkatan keuntungan. Kualitas kerja dan produk yang dihasilkan dapat menjadi korban dari tujuan meraih pasar. Kecenderungan rating yang tinggi pada suatu jenis produk membuat keseragaman pada produk-produk di industri media. Tayangan ”empat mata” yang sempat mendapat rating tinggi tetap dipertahankan dengan format sama walaupun sempat mendapat sanksi sehingga diganti dengan judul tayangan ‘bukan empat mata’. Berbagai tayangan sinetron, format reality show maupun produk infotaintmen yang mendapat rating tinggi menjadi nyaris seragam hadir di setiap organisasi media. Hal ini mencerminkan adanya pengaruh persaingan antar perusahaan media dalam pemilihan jenis produk media.

Pengiklan

Daya tawar pengiklan juga berpengaruh pada keputusan kerja di organisasi media. Pemilihan jam tayang pemberian ruang bagi informasi dan produk budaya dengan iklan ditentukan oleh besarnya daya tawar pengiklan yang merupakan sumber pendapatan bagi organisasi media. Pada acara-acara dengan rating tinggi seperti Indonesia Lawyers Club, Mata Najwa maupun Yuk Keep Smile kini dipenuhi dengan tayangan iklan yang mengambil porsi ruang siar cukup besar.

Pengaruh iklan pada media (berdasarkan uraian Bogart) dapat dipaparkan sebagai berikut :
  • Pengiklan jarang berusaha membeli jurnalis secara terang-terangan, namun umumnya mereka akan berupaya untuk meredam berita yang tidak mereka sukai dengan pendekatan dan memanfaatkan daya tawar mereka.
  • Pengiklan sensitif tentang lingkungan untuk pesan yang mereka sampaikan dan tidak menyukai informasi yang bersifat kontroversi.
  • Di saat para pengiklan tidak berdaya pada tekanan pengawasan (seperti adanya regulasi khusus untuk jenis iklan tertentu) maka produser media akan berbelok ke arah sensor diri terhadap jenis iklan tersebut.
  • Para pengiklan yang menjadi sponsor sebuah acara (konten) media berupa siaran, memiliki daya tawar tinggi untuk dapat menentukan konten dan ruang  bagi produk iklan mereka.
  • Kelangsungan dan keberhasilan sebuah organisasi media untuk dapat memenangkan persaingan pers lokal ditentukan oleh para pengiklan.


Pemilik

Pengaruh pemilik sebagi pemberi modal juga dapat mempengaruhi kebijakan media dalam memutuskan isi (konten) dari medianya. Pemilik yang mempunyai agenda kepentingan tersendiri, seperti pemilik yang terafiliasi dengan partai sering memberi intervensi pada keputusan news room dalam menghasilkan produk (konten).  

Liputan kegiatan Surya Paloh di Metro TV, Aburizal Bakrie di TV one dan Wiranto – Harry Tanoe di RCTI merupakan contoh dari pengaruh pemilik modal terhadap isi (konten) media mereka masing-masing. Selubung kampanye dalam bentuk Kuis seperti yang acap tayang di kelompok media MNC dengan tajuk “Kuis Kebangsaan” merupakan salah satu contoh pemanfaatan media secara berlebihan oleh sang pemilik sebagai kendaraan politik dan alat penebar pengaruh pada publik.

Komite Penyiaran Indonesia sempat memberikan peringatan kepada RCTI dan Indosiar atas frekuensi dan besarnya ruang penyiaran yang diberikan untuk kegiatan kampanye partai Hanura yang digawangi oleh Harry Tanoe selaku pemilik modal di media-media tersebut.


Serikat Pekerja

Serikat pekerja juga memiliki pengaruh pada organisasi media, khususnya bila serikat pekerja mempunyai kekuatan yang berimbang atau lebih besar dari manajemen (pengelola) media. Tuntutan serikat pekerja dapat memberikan tekanan ekonomi yang membuat media lebih mengarahkan orientasi pada pengejaran keuntungan. Orientasi komersialisasi ini pada akhirnya dapat berpengaruh pada penentuan isi (konten) media serta pembagian ruang bagi setiap jenis konten.

Berbagai pertandingan olahraga yang disiarkan secara langsung (seperti siaran langsung pertandingan sepak bola di SCTV, RCTI dan TVone) didukung oleh sponsor utama yang mendapat ruang siar cukup besar selama acara tersebut berlangsung.

Tekanan Sosial dan Politik

Beberapa faktor eksternal juga memberi tekanan sosial dan politik kepada media dalam menentukan isi (konten).


Kontrol Hukum

Kontrol hukum dalam bentuk regulasi dan perundangan menjadi pertimbangan organisasi media dalam menentukan isi (konten) media. Segala hal menyangkut SARA ataupun yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat mendapat kontrol pelarangan yang kuat dari segi hukum. Tayangan-tayangan yang mengandung kekerasan dan unsur SARA kini sering mendapat sorotan dan kritik tajam.

Selain itu kontrol politik, baik dari masyarakat maupun partai-partai politik juga berpengaruh pada keputusan organisasi media dalam memilih isi (konten) yang akan diangkat. Afiliasi atau kedekatan pemilik dengan partai politik tertentu sering memberi warna lebih dominan pada isi (konten) media. Namun kontrol politik dari masyarakat yang kritis terhadap keberimbangan informasi dapat menjadi penyeimbang dalam konten media. Masyarakat mulai kritis pada tayangan-tayangan kegiatan politik (kampanye) para pemilik media, seperti liputan kegiatan Surya Paloh di Metro TV, liputan Aburizal Bakrie di TV one dan liputan acara Wiranto – Harry Tanoe di RCTI dan Global TV.


Lembaga Sosial dan Kemasyarakatan

Berbagai lembaga sosial dan kemasyarakatan yang cukup memiliki kekuatan (posisi) dalam masyarakat kerap memiliki pengaruh pada kebijakan organisasi media dalam memilih kontennya. Pengaruh ini dapat menjadi cermin dari aspirasi masyarakat (seperti lembaga konsumen, lembaga perlindungan anak dan lain sebagainya) yang menginginkan kualitas produk media tetap terjaga dari pengaruh komersialisasi semata. Yayasan Perlindungan Anak sering melontarkan kritik tajam kepada tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan maupun eksploitasi seksual pada jam tayang primer (prime time), sehingga kerap memaksa media memindahkan jam tayang acara tersebut.


Pasokan Budaya dan Nara sumber

Luasnya jaringan dan akses yang dimiliki organisasi media terhadap pasokan informasi, budaya dan narasumber juga mempengaruhi konten yang disajikan. Keragaman dan kelanggengan arus informasi dan budaya serta ketersediaan nara sumber akan memperkaya konten sebuah media. Kecenderungan organisasi media untuk memilih nara sumber tertentu akan mempengaruhi kualitas independensi konten media.

Di lain sisi keberpihakan media terhadap kelompok tertentu juga dapat membatasi akses kekesediaan nara sumber untuk mengisi ruang konten di sebuah media. Nara sumber yang enggan memenuhi tawaran sebuah organisasi media dapat berpengaruh pada kualitas nilai berita yang disajikan.

Sebuah permasalahan sempat menimpa TV one ketika terungkap menggunakan nara sumber yang tidak sesuai dengan tema (bidang) pembahasan sebuah acara diskusi karena kesulitan stasiun televisi tersebut untuk mengakses nara sumber yang kompeten. Hal ini akhirnya  diakui oleh nara sumber bersangkutan.


Hubungan dengan Masyarakat

Masyarakat sebagai salah satu konsumen pemirsa produk media juga menjadi faktor penentu kebijakan news room dalam menghasilkan konten. Kecenderungan masyarakat mempengaruhi rating dari produk media maupun oplah.

Citra yang diharapkan khalayak pada sebuah media juga berpengaruh pada tingkat tontonan maupun pembelian khalayak pada produk media. Kecenderungan maupun citra yang diharapkan masyarakat tersebut pada gilirannnya menentukan kebijakan organisasi media dalam memilih isi (konten) sebagai produk media.

Beberapa media telah memiliki citra dan posisi berbeda di masyarakat, seperti Pos Kota untuk kelas bawah, Kompas untuk segmen menengah – atas, Metro TV dan TV one dengan citra televisi berita dan lain sebagainya. Perubahan isi (konten) dari media-media tersebut harus sesuai dengan citra yang diharapkan khalayaknya bila tidak ingin ditinggalkan oleh pemirsanya.


Tujuan-tujuan Utama Media

Pada dasarnya sebuah organisasi media memiiki tujuan meraih laba untuk dapat menjamin kelangsungan usaha (sebagaimana sebuah perusahaan pada lazimnya) dan memaksimalkan khalayak dan meningkatkan prestise serta pengaruh sosial yang sejalan dengan tujuan mendapatkan keuntungan khususnya dari pemasang iklan.  Tetapi sebagai sebuah media, maka organisasi tersebut juga harus memiliki tujuan  sasaran dari berbagai bidang (politik, budaya, agama dan lain sebagainya) serta melayani kepentingan publik.

Sehingga bila mengacu pada prakiraan utama model pasar dari Mc Manus maka kemungkinan sebuah peristiwa dapat berkembang menjadi berita tergantung kepada beberapa aspek yaitu :
  • Berbanding terbalik secara proporsional dengan kerugian yang akan diderita oleh pemilik modal maupun pengiklan. Sebuah peristiwa yang akan merugikan pemilik modal atau pengiklan sering dipertimbangkan untuk diredam. Kasus Lapindo yang jarang diangkat oleh TV one merupakan salah satu contoh nyata.
  • Berbanding terbalik dengan ongkos peliputan. Peristiwa yang memerlukan biaya peliputan besar akan kecil kemungkinannya untuk diberitakan. Siaran langsung Olimpiade dengan biaya hak siar yang sangat mahal hanya mampu disiarkan oleh stasiun televisi tertentu.
  • Berbanding lurus dengan minat khalayak, terutama bila ada pengiklan yang mendanai. Acara konser musik merupakan salah acara yang sangat diminati oleh masyarakat maupun pengiklan sehingga banyak disajikan di berbagai stasiun televisi.

 
Faktor Internal

Organisasi (Manajemen) Media

Seberapa besarpun modal yang telah ditanamkan sang pemilik, sebagai sebuah badan usaha tentulah pemodal mengharapkan pengembalian keuntungan yang berlipat ganda dari sejumlah dana yang telah digelontorkannya. Iklan menjadi sumber pendapat media untuk dapat melancarkan jalannya roda usaha sekaligus memberikan tambahan kemakmuran bagi pemiliknya.

Sebuah kewajaran dan keniscayaan bahwa pihak manajemen media akan selalu berupaya untuk dapat meraih penempatan iklan sebanyak-banyaknya guna dapat menambah keuntungan perusahaan. Beragam cara ditempuh, mulai dari meningkatkan rating acara hingga meningkatkan jumlah pengunjung, khususnya bagi media baru (on line media). Tak jarang bayangan raupan keuntungan yang besar membuat media kian memperbesar ruang bagi penayangan iklan.

Dalam hal ini manajemen media harus menyeimbangkan antara keputusan untuk memilih konten yang memiliki nilai berita dengan pemberian ruang iklan kepada para pengiklan. Pertimbangan ini tentu mempengaruhi pemilihan isi (konten) media.

Dalam sebuah media selalu ada perpaduan proporsi jenis konten antara berita (liputan) yang dikerjakan secara objektif dengan mengacu pada kode etik jurnalistik, produk iklan maupun opini dari redaktur atau editorial. Berapa besar komposisi untuk setiap jenis konten media sangat dipengaruhi oleh kebijakan organisasi media, baik berupa manajemen yang menjalankan roda usaha maupun news room yang menjaga independensi serta objektivitas media. Porsi bagi iklan atau yang kerap dikenal dengan istilah media buying tentulah tidak boleh memakan porsi bagi ruang berita dan editorial, karena pada dasarnya media harus tetap menjalankan fungsi dan perannya sebagai jembatan informasi dan edukasi bagi khalayaknya.

Pada beberapa media masih memegang teguh pemisahan ruang antara produk jurnalistik yang objektif, opini redaktur dan produk iklan. Artikel yang mengandung unsur iklan dan dibiayai oleh pengiklan tetap harus diberikan judul atau tanda khusus seperti Infotorial atau Advertorial untuk tidak menyesatkan publik pembacanya dan demi tetap menjaga tingkat independensi media dalam fungsi dan perannya sebagai penyaji informasi.

Mencuatnya berita Ardi Bakrie, sang Presiden Direktur kelompok media Viva jelang hari pemilihan legislatif perihal iklan Joko Widodo sebagai salah satu kandidat calon presiden di ajang pemilihan umum 2014 ini merupakan contoh yang menyadarkan masyarakat akan betapa besar pengaruh internal manajemen media terhadap keputusan yang harus diambil oleh media sebagai sebuah entitas. Sebagai putra dari pemilik kelompok media yang menduduki posisi tertinggi di jajaran manajemen, pengaruh kekuasannya menjadi sangat besar dan tidak lagi proporsional dalam mengintervensi tayangan informasi di media tersebut.

Penempatan iklan Jokowi semestinya tidak perlu dipermasalahkan bila memang ditempatkan pada ruang iklan. Selama iklan tersebut tidak menyerobot ruang berita ataupun editorial maka pemasangan iklan tidak menyalahi kaidah dan kode etik jurnalistik.

Dalam urusan pemasangan iklan atau media buying berlaku hukum bisnis. Siapa saja dapat beriklan di ruang iklan yang disediakan oleh media, sejauh kesepakatan bisnis telah dicapai dan isi iklan tidak melanggar kaidah ataupun norma yang berlaku di masyarakat.

Namun informasi memang bersifat kontekstual. Sebuah informasi dalam bentuk apapun, entah berita ataupun iklan, dapat mengalami pergeseran makna dalam konteks yang berbeda, baik bagi pemberi informasi maupun penerimanya. Pada kasus iklan Jokowi di laman Viva News.com ini agaknya Ardi Bakrie sebagai penerima informasi (pemirsa iklan) memaknainya dari konteks sedang berlangsungnya kontestasi politik dimana sang ayahanda yang turut bertarung dalam ajang kompetisi politik akbar 2014 ini tengah berjuang untuk dapat memenangkan kursi kekuasaan tertinggi negeri ini. Apalagi Jokowi merupakan rival yang kuat dengan tingkat elektabilitas tinggi, sehinga dikhawatirkan kemunculan iklannya akan kian menggerus elektabilitas ARB di ajang pertarungan pemilihan presiden.

Ketidaksenangan Ardi Bakrie terhadap tayangan iklan kompetitor ayahnya di laman media miliknya, mendorongnya menggunakan pengaruhnya menekan manajemen untuk segera menurunkan iklan tersebut dan menggantinya dengan informasi yang lebih berkenan. Tak mengherankan bila kemudian terbetik berita mengenai hengkangnya sejumlah petinggi di jajaran redaksi Viva News sebagai bentuk reaksi atas intervensi berlebihan sang pemilik  terhadap independensi mereka sebagai insan media.

Jurnalis

Deuze memaparkan ideologi kerja jurnalis dengan elemen-elemen utama sebagai pemberi layanan publik (melalui berbagai informasi yang dikehendaki oleh publik), objektivitas (dengan tetap menjaga objektivitas liputan atau produk media), otonomi (untuk menjaga independensi informasi yang dihasilkan), kesegaran (sebagai aspek dalam nilai berita) dan etik dengan berpegang teguh pada kode etik jurnalistik.

Dalam proses kerjanya jurnalis tidak boleh memasukkan preferensinya untuk menjaga objektivitas produk medianya. Namun jurnalis dapat menuangkan pendapatnya dalam kolom opini, ataupun editorial yang disediakan ruang khusus. Namun seringkali jurnalis menghadapi dilema dalam menjalankan profesinya seperti kenetralan dalam menyajikan informasi versus keterlibatan aktif sebagi individu bagian dari masyarakat, memaksimalkan kreativitas dan kemandirian versus tuntutan proses kerja yang rutin dan birokratis, memenuhi tuntunan konsumen dengan menyajikan acara yang memiliki rating tinggi versus menjaga tujuan komunikatif kepada masyarakat, melakukan kerjasama versus adanya konflik di lingkungan kerja.

Para jurnalis yang berada di dalam kelompok redaksi berperan sebagai gate keeping bagi proses penentuan isi (konten) berita yang akan diangkat. Peran ini kerap mendapat intervensi dari pihak manajemen untuk mempertimbangkan pemberian ruang iklan yang lebih besar. Di peran inilah kelompok redaksi dalam news room harus dapat tetap menjaga objektivitas dan kode etiknya sebagai jurnalis.


Teknis Kerja Media

Teknis kerja jurnalis pada organisasi media dalam melahirkan sebuah produk media harus mengacu pada prinsip-prinsip nilai berita.

Dalam proses kerjanya jurnalis akan mempertimbangkan nilai dari sebuah berita yang akan mempengaruhi keputusannya untuk mengangkat berita tersebut.
Sebuah berita dianggap memiliki nilai tinggi apabila memenuhi aspek :
  •  Ada unsur kekuasaan, status dan popularitas dari individu atau peristiwa yang diliput. Jokowi sebagai media darling merupakan contoh dari aspek ini.
  • Adanya kontak personal atas reporter. Seorang reporter yang memiliki kedekatan personal dengan sumber berita atau sebuah peristiwa akan menilai berita tersebut lebih tinggi. Bencana gempa bumi di Padang bagi seorang reporter yang berasal dari suku Minang akan memiliki nilai berita tinggi untuk diangkat.
  • Lokasi peristiwa. Semakin dekat lokasinya dengan pemirsa maka semakin tinggi nilai beriltanya. Berita bencana di Indonesia seperti Tsunami di Aceh memiiki nilai berita lebih tinggi dibandingkan berita tsunami yang melanda Thailand.
  • Lokasi kekuasaan. Semakin dekat lokasi kekuasaan dengan pemirsa juga semakin meningkatkan nilai berita. Berita pilgub DKI Jakarta memiliki nilai berita lebih tinggi dibandingkan pemilu di Venezuela.
  • Dapat diperkirakan dan rutin. Peristiwa yang dapat diperkirakan akan memiliki nilai berita lebih tinggi dibandingkan peristiwa yang tidak terbayangkan.
  • Kedekatan dengan khalayak. Berita jatuhnya pesawat Garuda di Sibolangit lebih memiliki nilai berita dibandingkan dengan bencana kapal laut di perairan Mediterania.
  • Kebaruan dan ketepatan waktu dari peristiwa. Sebuah peristiwa yang baru terjadi lebih menarik dan memiliki nilai berita dibandingkan dengan peristiwa yang sudah lama. Kecelakaan mobil yang melibatkan si Dul (anak Ahmad Dani) baru-baru ini menempati porsi liputan yang cukup besar.
  • Pemilihan waktu dalam hubungannya dengan siklus berita. Pada surat kabar harian maka pemilihan waktu menjadi lebih ketat seperti harian Kompas dibandingkan dengan majalah atau tabloid mingguan atau bulanan seperti majalah Tempo.
  • Eksklusivitas. Semakin mampu sebuah media mendapatkan hak ekslusif akan sebuah tayangan semakin besar nilai beritanya. Berita tentang penembakan teroris pada breaking news di TV one dan Metro TV maupun siarang langsung pertandingan bola di stasiun televisi tertentu saja seperti RCTI dan SCTV.
  • Keuntungan ekonomi. Berbagai acara konser musik yang diminati oleh masyarakat dan pengiklan memiliki nilai tinggi untuk disiarkan.


Media Baru (New Media)

Seiring kemajuan teknologi, telah muncul media baru yang menimbulkan euforia bagi masyarakat di berbagai belahan dunia. Karakteristik media baru yang kian menghapus batas-batas ruang dan waktu telah menjadikan media ini sangat berdaya guna dalam menjembatani kesenjangan informasi dan membantu menyebarkannya nyaris tanpa penghalang.

Dalam konsepnya Marika Luders (2008) menjelaskan bahwa perbedaan antara komunikasi massa dan personal tidak lagi menjadi terlalu jelas berbeda sejak teknologi yang sama dapat digunakan untuk kedua tujuan komunikasi tersebut. Perbedaan antara kedua jenis media tersebut hanya terdapat pada pengertian tentang dimensi sosial, keterkaitannya ke jenis kegiatan dan hubungan sosial yang terlibat.

Luders, yang lebih menyukai terminologi “media form” dibandingkan “medium”, berpendapat bahwa perbedaan antara media personal dan media massa mungkin didasari pada perbedaan dalam jenis keterlibatan yang diinginkan oleh para penggunanya. Dimana media personal lebih bersifat simetris dan membutuhkan para penggunanya untuk tampil / berperan aktif sebagai penerima maupun pemberi pesan. Dimensi berikutnya yang juga relevan adalah ada atau tidaknya konteks profesionalitas / kelembagaan yang menjadi ciri dari produksi sebuah media massa. Tentu saja dengan melihat juga perbedaan antara komunikasi yang secara teknis bersifat mediasi (mediated communication) dimana komunikasi terjadi antar individu yang terpisah jarak dan waktu melalui medium tertentu dengan quasi mediasi (quasi mediated communication) berupa  komunikasi massa yang lebih bersifat monologikal dan satu arah, sebagaimana dijelaskan oleh Thompson.


Apa yang Baru dari Media Baru ?

Poster (1999:15) mendefinisikan tentang perbedaannya dengan media yang lama. Media baru dapat dikatakan sebagai internet yang menyatukan radio, film, dan televisi serta mendistribusikannya melalui teknologi “push”. Media baru ini melampaui batasan model pencetakan dan penyiaran dengan memungkinkan terjadinya percakapan dari banyak orang ke banyak orang lainnya, memungkinkan adanya penerimaan, perubahan dan pengiriman kembali objek-objek budaya secara berkesinambungan, melepaskan kegiatan komunikasi dari keberadaan tempat bangsa-bangsa, dari hubungan kewilayahan yang renggang karena modernitas, menyediakan kontak (hubungan) global secara cepat (instan) dan dapat memasukkan subjek yang modern (terkini) ke dalam perangkat mesin yang terhubung (jaringan perangkat mesin).

Kalyanaraman dan Sundar (2008) berpendapat bahwa metafora dari gerbang (portal) internet memiliki ciri sebagai gateway menjadi pintu ke akes informasi pada Web atau akses ke Web itu sendiri, sebagai media iklan (billboard) membantu meningkatkan kesadaran dan keyakinan akan adanya sisi lain pada portal seperti halnya eksternal websites, sebagai jaringan (network) memberi tempat kepada para pengguna dengan ketertarikan yang sama dan menyediakan tempat untuk setiap orang dapat menunjukkan ketertarikannya, sebagai wadah masyarakat telah memenuhi / menjalankan peran khusus  untuk kelompok pengguna secara umum maupun tertentu (targeted users) dan sebagai sebuah brand menjadi one-stop online source yang menyediakan fungsi-fungsi pertukaran yang beragam maupun spesifik.

Perubahan-perubahan utama terkait dengan perkembangan media baru adalah terjadinya digitalisasi dan konvergensi (penyatuan) dari semua aspek media, adanya peningkatan interaktivitas dan konektivitas (keterhubungan) jaringan, terdapatnya mobilitas dan delokasi (terlepas dari lokasi) pada pengirim dan penerima pesan, adanya adaptasi peran publikasi dan peserta (audiance), munculnya berbagai bentuk gerbang media (media gateway) baru serta menimbulkan terjadinya fragmentasi (pemecahan) dan pengaburan (arti) dari lembaga media (media institution).

Perubahan yang cukup besar telah terjadi di media massa. Perkembangan dari sebuah bentuk  komunitas masyarakat baru, yang cukup berbeda dari komunitas masyarakat umum, yang salah satunya dicirikan dari jaringan komunikasi interaktif yang kompleks telah melahirkan media baru. Media baru ini ditekankan pada kegiatan kolektif secara bersama-sama, terutama dengan kemunculan internet untuk penggunaan umum (masyarakat).

Pada media baru telah terjadi proses digitalisasi dan konvergensi yang memungkinkan masyarakat dapat berkomunikasi dan berinteraksi tanpa ada batas-batas ruang dan waktu serta menyatukan berbagi bentuk media yang sebelumnya telah ada melalui satu pintu. Di satu sisi kehadiran media baru telah memberi banyak kemudahan dan kelebihan bagi masyarakat dalam berkomunikasi, berinteraksi dan berekspresi, namun di sisi lain perlu dicermati adanya kemungkinan penyalahgunaan ataupun dampak negatif sebagai akibat dari karakter media baru yang lebih bebas (less control) berbasiskan teknologi yang tidak terdedikasi secara khusus (uniquely undedicated communication technology). Secara umum media baru telah mendapat respon dan penerimaan positif dari masyarakat, dengan harapan yang tinggi terhadap perkembangan dan pemanfaatannya.

Dampak Penggunaan Internet Terhadap Peningkatan Aspirasi Politik

Melihat dari karakter internet yang mampu menghilangkan masalah distribusi (penyebaran) informasi karena tidak ada batasan waktu, serta dapat memuat informasi nyaris tanpa batas karena ketiadaan batasan ruang membuat media ini digandrungi oleh banyak tim sukses kampanye partai politik ataupun kandidat yang akan mencalonkan diri.

Beberapa tim sukses bahkan sengaja membentuk kelompok khusus yang bertugas menangani akun khusus dari partai ataupun kandidatnya. Kelompok yang sering disebut sebagai Cyber Army ini bertugas mengawasi isi informasi yang masuk ke akun tersebut, membanjiriya dengan informasi positif dengan tujuan untuk dapat menggiring opini publik. Tidak jarang kelompok tersebut bertindak seolah-oleh partisipan yang secara objektif memberi dukungannya atas sebuah partai atau seorang politikus. Hal ini pernah dilakukan oleh tim sukses Soesilo Bambang Yudhoyono saat kampanye di pemilihan presiden. Tim suksesnya mengklaim berhasil meraih suara pemilih pemula (pemilih muda) melalui aktivitas di jejaring sosial. Kegiatan serupa juga banyak dicontoh oleh politikus lain, seperti Aburizal Bakrie dan Prabowo yang memiliki sejumlah akun kampanye di berbagai jenis media sosial seperti Facebook dan Blog.

Namun tidak jarang seorang politikus karena figurnya yang disukai publik memiliki sejumlah relawan yang membangun dan mengelola akun atas namanya. Fenomena Jokowi dengan sejumlah relawan yang kini membuka akun berjudul “Jokowi for President 2014” merupakan salah satu contoh yang terjadi akhir-akhir ini.

Ketika pilkada DKI Jakarta berlangsung beberapa waktu lalu, muncul beberapa video kreatif dukungan terhadap Jokowi dan Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di media Youtube, salah satunya video parodi What Makes You Beautiful yang ditonton lebih dari 1.8 juta kali. Selain memanfaatkan Youtube, pendukung Jokowi Ahok juga memanfaatkan blog, facebook dan twitter, salah satu akun facebook ada yang memberikan dukungan kepada pasangan ini mencapai 140 ribu orang.

Bila dimanfaatkan secara maksimal maka dukungan media baru (internet) dengan karakteristik khususnya yang dapat mencakup penyebaran demikian luas tanpa batas ruang dan waktu maka semestinya penggunaan internet dapat memberi dampak pada peningkatan partisipasi politik melalui penggiringan opini masyarakat untuk memilih kandidat yang dikampanyekan. Namun bentuk aliran informasi yang lebih bebas pada internet juga memberikan publik akses informasi yang lebih luas dan berimbang mengenai profil dari seorang politikus ataupun rekam jejak sebuah partai.

Masih besarnya prosentase mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya di berbagai tingkat pemiihan pimpinan pusat maupun daerah menunjukkan bahwa penggunaan internet sebagai media kampanye belum tentu secara otomatis meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Maraknya informasi mengenai berbagai kasus korupsi membuat masyarakat mendapat imbangan informasi dalam memutuskan pilihannya.

Sebuah survey dan kajian yang dilakukan oleh lembaga Indikator Publik Indonesia menunjukkan 67 % respondennya tidak tertarik pada permasalahan politik dan pemerintahan Indonesia. Skor penilaian kepercayaan publik pada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat merosot ke angka -9, Partai Politik di bilangan -26 dan kepada Politisi bahkan melorot hingga nilai -27. Pergeseran pandangan juga terjadi dari partai politik berubah menjadi figur politisi sebagai sebuah individu yang dianggap kompeten dan berintegritas.

Selain itu faktor penetrasi internet dan literasi penduduk akan teknologi media baru tidak sama di setiap daerah. Begitupula dengan tingkat pendidikan masyarakat yang mempengaruhi daya analisa terhadap figur seorang politikus. Hal inilah yang membuktikan bagaimana kesuksesan Jokowi di pilgub DKI Jakarta belum tentu dapat diikuti dan diterapkan pada pilkada di daerah-daerah lainnya.

Karakteristik yang khas dari media baru juga membuat media ini jauh dari jangkauan intervensi penguasa (pemerintah) terhadap isi informasi yang terkandung di dalamnya. Manfaat inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para Cyber Army pendukung kandidat calon presiden untuk tetap menunjukkan dukungannya dalam bentuk kampanye tersamar hingga yang jelas terlihat terang-benderang, sekalipun dalam masa minggu tenang.


Jakarta, Oktober 2013

-PriMora Harahap- 

(dipersiapkan untuk memenuhi tugas take home test untuk ujian tengah semester mata kuliah Perspektif dan Teori Komunikasi Massa pada Program studi Manajemen Komunikasi, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, dengan sedikit penyesuaian pada contoh kasus terkini)


 Referensi :
-    Mass Communication Theori, Denis Mc. Quail
-    Situs lembaga Indikator Publik Indonesia