Gempita pesta demokrasi kian
menggelora. Hiruk pikuk para calon wakil rakyat maupun mereka yang telah
ditasbihkan atau bahkan menasbihkan diri sebagai calon pemimpin masa datang
sejak lama telah 'menjual' keunggulan dirinya.
Media ! Ya, tentu diperlukan
media sebagai sarana promosi. Entah media apa saja dimanfaatkan oleh para
petarung politik. Mulai dari batang pohon hingga elektronik. Sekedar
menggunakan paku sampai teknologi canggih. Menyambangi rakyat di ruang terbuka
bahkan menguntit setiap warga negeri ini masuk ke ruang pribadi. Semua jalan
dan cara di tempuh demi meningkatkan popularitas dengan harapan dapat
mendongkrak elektabilitasnya.. Maka efektivitas dan efisiensi setiap jenis
mediapun dikalkulasi, agar dapat menangguk suara rakyat sebanyak mungkin di
hari perhitungan nanti. Tentulah dalam hitung-hitungan politik.
Di masa kampanye, media
cetak dan elektronik memang menjadi sarana yang menawarkan keunggulan
tersendiri. Media elektronik, dengan ciri khasnya yang mampu menyapa masyarakat
hingga ke ruang pribadi, baik perorangan maupun perkelompok, dalam waktu
singkat, menembus batas ruang dan waktu, dengan cara yang menarik melalui
tayangan audio visual telah memberi nilai tambah.
Sifat dan karakteristik
media elektronik ini tentulah akan memberikan keuntungan lebih bagi para
petarung politik, khususnya mereka yang tengah berjuang memperebutkan kursi
tertinggi sebagai pemimpin negeri ini. Tidaklah mencengangkan bila wajah-wajah
mereka kerap lalu-lalang di media-media elektronik milik sendiri, dengan senyum
merekah dan suara lantang membuai setiap warga pemirsa medianya hingga terlena
dengan penampilannya.
Media elektronik memang
telah menjadi salah satu media yang dirasakan paling efektif bagi para
kontestan ajang pertarungan politik akbar 5 tahunan untuk menyemai pengaruh
agar dapat menuai lonjakan perolehan suara saat pemilihan umum dihelat. Di
pesta demokrasi ini mereka berlomba-lomba menghias layar kaca dengan beragam
program yang mengesankan keberpihakan pada rakyat.
Para pemilik media yang bertarung
memperebutkan tiket menuju posisi nomor 1 di negeri ini menggunakan segenap
pengaruhnya melalui beragam acara tayangan medianya. Semua itu diupayakan demi
mencapai target pun ambisi pribadi.
Lahirnya media baru sebagai
hasil dari perkembangan teknologi kian membuat media menjadi sarana yang sangat
berdaya guna bagi setiap pihak yang mampu memanfaatkannya. Tidak hanya dapat
menyajikan tayangan audio sekaligus visual, media barupun telah berhasil meniadakan
berbagai hambatan yang terkendala oleh struktur geografis. Duniapun seakan
datar tak berbatas dibuatnya.
Dengan segala kelebihannya,
media mampu menanamkan pengaruh di benak publik dan menggiringnya ke arah
tujuan yang diharapkan. Membentuk gambaran tertentu akan sebuah realita yang
dibangun. Layaknya sebuah lukisan, beragam jenis aliran dapat ditoreh oleh kuas
dan tinta media. Naturalis, realis hingga dekoratif perfeksionisme nan menawan
hati yang melihatnya.
Kelebihan inilah yang sangat
disadari oeh mereka yang memiliki media. Dengan ciamik mereka yang merangkap
posisi sebagai pebisnis media sekaligus politisi itu memanfaatkan setiap media
miliknya untuk membangun impresi yang diinginkan dalam alam pikiran setiap
insan di republik ini. Tak jarang para pemilik media membenamkan
cengkeramannya, menggemgamnya dan membawa medianya ke mana mereka inginkan. Tak
pelak publik disodorkan oleh ketidakberimbangan informasi yang disajikan oleh
sejumlah media sebagai dampak dari pengaruh sang penguasa dana. Tengok saja
betapa seringnya iklan kampanye pemilik media yang turut bertarung di kompetisi
kekuasaan berseliweran di setiap media yang terafiliasi dengannya.
Dengan segenap
keunggulannya, media cukup efektif sebagai sarana untuk menanamkan pengaruh kepada khalayaknya. Tak jarang opini
yang berkembang di publik merupakan hasil dari penyebaran informasi yang
dilakukan secara intensif oleh media.
Lalu bagaimana dengan mereka
yang tidak memilkinya ? Tidakkah ketiadaan akses ‘kekuasaan’ pada media
menyodorkan ketidakadilan dalam ajang adu pengaruh ini ?
Semestinya tidak. Sejatinya
media harus bersikap independen dalam menyajikan informasi kepada khalayaknya.
Semestinya media setia menjalankan peran sebagai sarana untuk mencerdaskan
bangsa ini dengan menjaga objektivitasnya. Tak peduli siapapun yang
memilikinya. Tak terpengaruh berapa besar dana yang digelontorkan sang pemilik
modal.
Namun mengapa jurang
keadilan tetap menganga lebar dalam industri media ? Mencermati bagaimana
struktur dan kinerja media serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat memberikan
gambaran akan adanya kesenjangan ini.
Struktur dan Kinerja
Media
Prinsip pada Media
Terkait
dengan struktur dan kinerja media terdapat tiga prinsip utama yang penting bagi
peran maupun hasil produk media.
Prinsip Kebebasan Media
Sebagaimana
dijelaskan pula oleh Mc. Quail dalam bukunya mengenai teori komunikasi massa, bila
berbicara mengenai kebebasan media maka harus dibedakan ke dalam kategori kebebasan
pers yang lebih menekankan pada kebebasan lembaga media serta kebebasan
berekspresi yang berorientasi pada opini, ide, informasi, seni dan lain
sebagainya.
Dengan
adanya kebebasan media maka publik mendapatkan berbagai keuntungan.
Pertama berupa ketersediaan informasi
mengenai sepak terjang maupun kegiatan para pemangku kekuasaan dengan adanya
peranan kritis dari pers dalam menjalankan tugasnya sebagai “watch dog” yang dapat diamati oleh
publik secara sistematis dan independen. Kebebasan media juga telah memberikan
rangsangan terhadap sisem dan kehidupan sosial demokratis yang aktif serta
ruang untuk memiliki informasi. Keuntungan berikutnya adalah adanya kesempatan
bagi publik untuk dapat mengungkapkan ide, keyakinan dan pandangan mengenai
dunia. Terjadinya pembaruan dan perubahan akan budaya dalam masyarakat secara
terus menerus juga merupakan salah satu keuntungan kebebasan media. Dan pada
akhirnya peningkaan jumlah maupun keragaman informasi sebagai akibat dari
adanya kebebasan.
Kebebasan Media Pada
Struktur dan Kinerja
Kebebasan
media yang efektif haruslah ditopang oleh kondisi struktural utama yaitu
ketiadaan sensor, perizinan ataupun bentuk kontrol lainnya dari pemerintah,
sehingga media bebas untuk menyiarkan berita maupun opini dan di sisi lain
tidak terikat pada kewajiban untuk memberitakan sesuatu yang dipaksakan. Adanya
hak dan kesempatan yang sama untuk setiap warga negara dalam hal mendapatkan akses
kepada saluran ekspresi dan publikasi seperti halnya hak untuk mendapatkan
informasi ataupun berkomunikasi. Terdapatnya independensi (kemandirian) yang
bebas dari kontrol dan campur tangan kepentingan lain di luar media termasuk
kepentingan pemilik. Sistem atau iklim yang kompetitif serta kebebasan bagi
media berita untuk mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang relevan.
Kebebasan
dalam hal kinerja media merupakan
kebebasan dari segi penyediaan konten yang merupakan produk sebagai hasil
kinerja media. Dengan adanya kebebasan ini media diharapkan dapat berperan aktif
dan bersikap kritis dalam menyediakan informasi bagi publik dengan tetap
menjaga relevansi dari isi informasi yang dapat dipercaya. Media harus tetap
menjalankan fugnsinya dalam melakukan investigasi dan peran watch dog untuk
kepentingan publik secara luas. Kriteria kebebasan ini haruslah diterapkan pada
semua bentuk produk media, baik berita maupun hiburan dan budaya dengan
menekankan pada aspek orisinalitas, kreativitas serta keragaman isi. Dengan
demikian independensi (kemandirian) media dengan berbagai inovasinya tetap
terjaga tanpa menjadi corong propaganda untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Prinsip Kesetaraan Media
Masyarakat
dalam iklim yang demokratis akan sangat mengharapkan dan menghargai adanya
prinsip kesetaraan pada media. Tingkat harapan pada perlakuan dan objektivitas media
untuk menjaga kesetaraan kian meningkat sejalan dengan peningkatan iklim
demokratisasi.
Kesetaraan Pada Struktur
dan Kinerja
Dukungan
kepada media untuk berkompetisi serta ketiadaan iklim monopoli merupakan wujud
dari kesetaraan di tingkat struktur. Kebebasan ini memberikan pilihan pada masyarakat
untuk dapat memiliki akses yang sama dalam mengirim maupun menerima pesan, baik
sebagai nara sumber maupun pemirsa.
Dalam
kesetaraan di tingkat kinerja media haruslah memberikan ruang yang sama kepada
semua elemen masyarakat, dan bebas dari tekanan untuk lebih memprioritaskan
ruang media kepada pemilik kekuasaan ataupun pihak-pihak tertentu saja. Tidak
ada diskriminasi dalam penyediaan ruang produk media, baik berupa opini maupun
perspektif yang berlawanan dengan penguasan dan kelompok mayoritas. Media juga
harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap pengiklan. Pada intinya kesetaraan
ini menuntuk media untuk bersikap adil kepada semua pihak dalam kinerjanya
menghasilkan produk (isi) media.
Prinsip Keragaman Media
Adanya
keragaman media dari segi banyaknya saluran komunikasi yang memberikan ragam
konten media memberikan keuntungan bagi publik. Keragaman ini di lain pihak
juga memberikan semakin banyak pilihan saluran publikasi pada masyarakat.
Keragaman Media Pada
Struktur dan Kinerja
Keragaman
media akan menawarkan lebih banyak jenis media baik berupa cetak, elektronik
maupun on line. Memperkaya keragaman
dari aspek geografis dalam cakupan internasional, regional, nasional maupun
lokal serta menyediakan keragaman stuktur dalam masyarakat seperti keragaman
dalam etnisitas, keyakinan, budaya dan lain sebagainya.
Keuntungan
yang diperoleh masyarakat dari kian beragamnya media adalah memperkaya
kehidupan sosial dan budaya masyarakat, adanya jalan bagi perubahan sosial dan
budaya, memungkinkan adanya konrol terhadap penyalahgunaan kebebasan bila
terjadi konsentrasi pemilik media dalam iklim pasar bebas, terjaganya
eksistensi kelompok masyarakat minoritas, sebagai sarana untuk mengurani
konflik dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan adanya informasi yang
memberikan pemahaman antar kelompok serta memaksimalkan manfaat dari adanya
pasar bebas idea, seperti juga yang diuraikan oleh Mc Quail.
Keragaman
dalam struktur dan kinerja media menuntut adanya persyaratan utama yang harus
terpenuhi. Pertama, media haruslah mencerminkan berbagai realitas yang terjadi
di masyarakat, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya mapun politik secara
berimbang dalam konten yang dihasilkan. Media juga harus memberikan kesempatan
yang sama kepada kelompok sosial dan budaya minoritas yang merupakan bagian
dari masyarakat. Memberikan ruang untuk berbagai kepentingan dan sudut pandang
yang berbeda dalam masyarakat serta menawarkan pilihan konden yang beragam
namun tetap relevan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Contoh pada iklim media
di Indonesia
Kebebasan
media di Indonesia saat ini masih dirasakan pada tahap kebebasan dari pengaruh
penguasa (pemerintah) melalui regulasi maupun kebijakan pasar bebas yang
memungkinkan masuknya pelaku-pelaku media lain.
Kebijakan
berupa kebebasan bagi masuknya para pelaku dalam bisnis (industri) media memang
telah memunculkan beragam media di Indonesia. Namun saat ini perkembangan
industri media di Indonesia mengarah pada dorongan kepentingan pemilik modal
yang mengarah pada bentuk oligopoli karena adanya pemusatan kepemilikan.
Saat
ini sebagian besar media di Indonesia dikendalikan oleh dua belas kelompok
media besar, baik dalam kategori media penyiaran, media cetak maupun media on line. Kedua belas kelompok besar itu
adalah MNC Group, Kelompok Kompas
Gramedia, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Grup Jawa Pos, Mahaka
Media, CT Group, BeritaSatu Media Holdings, Grup Media, MRA Media, Femina Group
dan Tempo Inti Media.
Kelompok
MNC kini memiliki tiga saluran (kanal) televisi free-to-air, 20 jaringan
televisi lokal dan 22 jaringan radio dibawah anak perusahaan mereka. Grup Jawa
Pos tercatat memiliki 171 perusahaan media cetak. KOMPAS telah pula melakukan
ekpansi jaringan bisnis medianya dengan mendirikan Kompas TV sebagai penyedia
konten selain 12 penyiaran radio dan 89 perusahaan media cetak lainnya. Visi Media Asia atau lebih dikenal dengan
VIVA group telah berkembang menjadi kelompok media dengan dua
saluran televisi serta media online. Berita
Satu Media Holding yang berada di bawah kelompok usaha telah mendirikan Internet
Protocol Television (IPTV), kanal media online
serta sejumlah media cetak.
Terjadinya
pemusatan kepemilikan di industri media merupakan konsekwensi dari kepentingan
modal. Bentuk oligopoli ini di satu sisi tentu merugikan hak masyarakat atas
akses informasi yang beragam dan terjamin independensinya. Industri media yang
lebih mengarah pada aspek komersialisasi bisnis yang menguntungkan dapat
menjadi sarana yang memberi manfaat bagi pihaik-pihak yang mencari kekuasaan.
Hal ini tercermin pada periode tahun-tahun terakhir ini, menjelang kontestasi
di pesta demokrasi yang dihelat pada tahun 2014 ini.
Kemunculan
beberapa pemilik kelompok media yang terafiliasi dengan partai tertentu dan
telah dideklarasikan sebagai calon presiden tampak begitu kerap mengisi konten
produk media-media milik mereka. Berbagai liputan aktivitas mereka sebagai
bagian dari kampanye tidak dapat terelakkan. Di satu pihak masyarakat
mendapatkan informasi mengenai profil para kandidat pemimpin. Namun yang acap
terjadi adalah media di bawah kepemilikan mereka sulit untuk menjaga kesetaraan
akses bagi pemberian ruang kepada semua pihak dengan berimbang. Tayangan program acara di sebuah stasiun televisi di bawah kepemilikan
pebisnis yang berafiliasi dengan partai tertentu dan maju sebagai kandidat
calon presiden merupakan contoh yang sering dijumpai di masa kampanye ini.
Televisi
Republik Indonesia sebagai saluran media layanan publik juga kurang dapat
menjaga independensinya dari pengaruh partai yang berkuasa. Penayangan secara
utuh acara konvensi partai berkuasa di televisi milik negara ini menjadi salah
satu contoh masih adanya kecenderungan ‘keberpihakan’ yang tidak murni bebas
dari pengaruh kekuasaan.
Kebebasan
media dalam menyajikan keragaman isi yang relevan dan independen dapat terbelenggu
oleh kepentingan-kepentingan pihak tertentu saja. Kesetaraan yang semestinya
memberikan kesamaan akses pada semua elemen masyarakat menjadi bias dengan
bentuk industri oligopoli ini. Demikian pula halnya dengan peran media dalam
menjalankan fungsinya sebagai watch dog
dapat dikerdilkan oleh kendali para pemilik media, khususnya mereka yang
terafiliasi dengan partai ataupun kekuasan tertentu.
Kondisi
ini tentu merugikan masyarakat dalam memperoleh keseimbangan informasi yang
relevan dan independen, serta akses untuk menyuarakan aspirasi sebagai nara
sumber di saat media memiliki kecenderungan untuk memilih nara sumber dengan
pertimbangan kepentingan pihak pemilik modal ataupun penguasa.
Pemusatan
kepemilikan pada sejumlah kelompok pebisnis yang berorientasi pada keuntungan
usaha juga mempengaruhi keragaman isi media. Rating seolah menjadi penentu utama bagi ragam isi maupun program
acara yang ditawarkan kepada masyarakat. Walaupun sudah cukup menampilkan ragam
jenis budaya, etnis, bahasa maupun aspek lokal lainnya dalam kemajemukan
masyarakat, sejumlah media yang berada pada sebuah kelompok bisnis yang sama
terlihat memiliki keseragaman isi berita maupun program acara.
Keberadaan
televisi berbayar (paid tv) memang
telah menyodorkan isi ataupun program acara yang lebih beragam dengan kehadiran
acara-acara dari berbagai stasiun televisi di tingkat internasional maupun
regional. Namun akses terhadap televisi berbayar sejauh ini hanya dijangkau
oleh sebagian kecil kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi sosial menengah
ke atas.
Pengaruh Faktor
Eksternal dan Internal terhadap Media
Dalam
menjalankan pekerjaannya memproduksi konten, perusahaan media tidak terlepas
dari berbagai pengaruh, baik dari dalam organisasi maupun dari luar.
Pengaruh eksternal
Tekanan ekonomi
Beberapa
faktor di luar organisasi media memberi tekanan ekonomi yang mempengaruhi media
dalam memutuskan isi (konten).
Tingkat Persaingan
Sebagaimana
lazimnya organisasi dalam sebuah industri maka beberapa faktor berupa tingkat persaingan
dalam industri, agen / sumber berita dan informasi, pengiklan, pemilik dan
serikat pekerja dapat mempengaruhi cara kerja sebuah perusahaan media. Pengaruh
ini dapat memberikan tekanan ekonomi pada organisasi media.
Tingkat
persaingan yang tinggi dalam industri media dapat mempengaruhi kebijakan
organisasi untuk merancang program acara yang kerap hanya mengejar rating untuk
tujuan peningkatan keuntungan. Kualitas kerja dan produk yang dihasilkan dapat
menjadi korban dari tujuan meraih pasar. Kecenderungan rating yang tinggi pada
suatu jenis produk membuat keseragaman pada produk-produk di industri media. Tayangan
”empat mata” yang sempat mendapat rating tinggi tetap dipertahankan dengan
format sama walaupun sempat mendapat sanksi sehingga diganti dengan judul
tayangan ‘bukan empat mata’. Berbagai tayangan sinetron, format reality show
maupun produk infotaintmen yang mendapat rating tinggi menjadi nyaris seragam
hadir di setiap organisasi media. Hal ini mencerminkan adanya pengaruh
persaingan antar perusahaan media dalam pemilihan jenis produk media.
Pengiklan
Daya
tawar pengiklan juga berpengaruh pada keputusan kerja di organisasi media.
Pemilihan jam tayang pemberian ruang bagi informasi dan produk budaya dengan
iklan ditentukan oleh besarnya daya tawar pengiklan yang merupakan sumber
pendapatan bagi organisasi media. Pada acara-acara dengan rating tinggi seperti Indonesia Lawyers Club, Mata Najwa maupun Yuk
Keep Smile kini dipenuhi dengan tayangan iklan yang mengambil porsi ruang siar
cukup besar.
Pengaruh
iklan pada media (berdasarkan uraian Bogart) dapat dipaparkan sebagai berikut :
- Pengiklan jarang berusaha membeli jurnalis secara terang-terangan, namun umumnya mereka akan berupaya untuk meredam berita yang tidak mereka sukai dengan pendekatan dan memanfaatkan daya tawar mereka.
- Pengiklan sensitif tentang lingkungan untuk pesan yang mereka sampaikan dan tidak menyukai informasi yang bersifat kontroversi.
- Di saat para pengiklan tidak berdaya pada tekanan pengawasan (seperti adanya regulasi khusus untuk jenis iklan tertentu) maka produser media akan berbelok ke arah sensor diri terhadap jenis iklan tersebut.
- Para pengiklan yang menjadi sponsor sebuah acara (konten) media berupa siaran, memiliki daya tawar tinggi untuk dapat menentukan konten dan ruang bagi produk iklan mereka.
- Kelangsungan dan keberhasilan sebuah organisasi media untuk dapat memenangkan persaingan pers lokal ditentukan oleh para pengiklan.
Pemilik
Pengaruh
pemilik sebagi pemberi modal juga dapat mempengaruhi kebijakan media dalam
memutuskan isi (konten) dari medianya. Pemilik yang mempunyai agenda
kepentingan tersendiri, seperti pemilik yang terafiliasi dengan partai sering
memberi intervensi pada keputusan news
room dalam menghasilkan produk (konten).
Liputan
kegiatan Surya Paloh di Metro TV, Aburizal Bakrie di TV one dan Wiranto – Harry
Tanoe di RCTI merupakan contoh dari pengaruh pemilik modal terhadap isi
(konten) media mereka masing-masing. Selubung kampanye dalam bentuk Kuis
seperti yang acap tayang di kelompok media MNC dengan tajuk “Kuis Kebangsaan”
merupakan salah satu contoh pemanfaatan media secara berlebihan oleh sang
pemilik sebagai kendaraan politik dan alat penebar pengaruh pada publik.
Komite
Penyiaran Indonesia sempat memberikan peringatan kepada RCTI dan Indosiar atas
frekuensi dan besarnya ruang penyiaran yang diberikan untuk kegiatan kampanye
partai Hanura yang digawangi oleh Harry Tanoe selaku pemilik modal di
media-media tersebut.
Serikat Pekerja
Serikat
pekerja juga memiliki pengaruh pada organisasi media, khususnya bila serikat
pekerja mempunyai kekuatan yang berimbang atau lebih besar dari manajemen
(pengelola) media. Tuntutan serikat pekerja dapat memberikan tekanan ekonomi
yang membuat media lebih mengarahkan orientasi pada pengejaran keuntungan.
Orientasi komersialisasi ini pada akhirnya dapat berpengaruh pada penentuan isi
(konten) media serta pembagian ruang bagi setiap jenis konten.
Berbagai
pertandingan olahraga yang disiarkan secara langsung (seperti siaran langsung
pertandingan sepak bola di SCTV, RCTI dan TVone) didukung oleh sponsor utama
yang mendapat ruang siar cukup besar selama acara tersebut berlangsung.
Tekanan Sosial dan Politik
Beberapa
faktor eksternal juga memberi tekanan sosial dan politik kepada media dalam
menentukan isi (konten).
Kontrol Hukum
Kontrol
hukum dalam bentuk regulasi dan perundangan menjadi pertimbangan organisasi
media dalam menentukan isi (konten) media. Segala hal menyangkut SARA ataupun
yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat mendapat kontrol pelarangan
yang kuat dari segi hukum. Tayangan-tayangan yang mengandung kekerasan dan
unsur SARA kini sering mendapat sorotan dan kritik tajam.
Selain itu
kontrol politik, baik dari masyarakat maupun partai-partai politik juga
berpengaruh pada keputusan organisasi media dalam memilih isi (konten) yang
akan diangkat. Afiliasi atau kedekatan pemilik dengan partai politik tertentu
sering memberi warna lebih dominan pada isi (konten) media. Namun kontrol politik
dari masyarakat yang kritis terhadap keberimbangan informasi dapat menjadi
penyeimbang dalam konten media. Masyarakat mulai kritis pada tayangan-tayangan
kegiatan politik (kampanye) para pemilik media, seperti liputan kegiatan Surya
Paloh di Metro TV, liputan Aburizal Bakrie di TV one dan liputan acara Wiranto
– Harry Tanoe di RCTI dan Global TV.
Lembaga Sosial dan Kemasyarakatan
Berbagai
lembaga sosial dan kemasyarakatan yang cukup memiliki kekuatan (posisi) dalam
masyarakat kerap memiliki pengaruh pada kebijakan organisasi media dalam
memilih kontennya. Pengaruh ini dapat menjadi cermin dari aspirasi masyarakat
(seperti lembaga konsumen, lembaga perlindungan anak dan lain sebagainya) yang
menginginkan kualitas produk media tetap terjaga dari pengaruh komersialisasi
semata. Yayasan Perlindungan Anak sering melontarkan kritik tajam kepada
tayangan-tayangan yang mengandung unsur kekerasan maupun eksploitasi seksual
pada jam tayang primer (prime time), sehingga kerap memaksa media memindahkan
jam tayang acara tersebut.
Pasokan Budaya dan Nara sumber
Luasnya
jaringan dan akses yang dimiliki organisasi media terhadap pasokan informasi,
budaya dan narasumber juga mempengaruhi konten yang disajikan. Keragaman dan
kelanggengan arus informasi dan budaya serta ketersediaan nara sumber akan
memperkaya konten sebuah media. Kecenderungan organisasi media untuk memilih
nara sumber tertentu akan mempengaruhi kualitas independensi konten media.
Di lain sisi
keberpihakan media terhadap kelompok tertentu juga dapat membatasi akses
kekesediaan nara sumber untuk mengisi ruang konten di sebuah media. Nara sumber
yang enggan memenuhi tawaran sebuah organisasi media dapat berpengaruh pada
kualitas nilai berita yang disajikan.
Sebuah
permasalahan sempat menimpa TV one ketika terungkap menggunakan nara sumber
yang tidak sesuai dengan tema (bidang) pembahasan sebuah acara diskusi karena
kesulitan stasiun televisi tersebut untuk mengakses nara sumber yang kompeten.
Hal ini akhirnya diakui oleh nara sumber
bersangkutan.
Hubungan dengan Masyarakat
Masyarakat
sebagai salah satu konsumen pemirsa produk media juga menjadi faktor penentu
kebijakan news room dalam menghasilkan konten. Kecenderungan masyarakat
mempengaruhi rating dari produk media maupun oplah.
Citra yang
diharapkan khalayak pada sebuah media juga berpengaruh pada tingkat tontonan
maupun pembelian khalayak pada produk media. Kecenderungan maupun citra yang
diharapkan masyarakat tersebut pada gilirannnya menentukan kebijakan organisasi
media dalam memilih isi (konten) sebagai produk media.
Beberapa
media telah memiliki citra dan posisi berbeda di masyarakat, seperti Pos Kota
untuk kelas bawah, Kompas untuk segmen menengah – atas, Metro TV dan TV one
dengan citra televisi berita dan lain sebagainya. Perubahan isi (konten) dari
media-media tersebut harus sesuai dengan citra yang diharapkan khalayaknya bila
tidak ingin ditinggalkan oleh pemirsanya.
Tujuan-tujuan Utama Media
Pada
dasarnya sebuah organisasi media memiiki tujuan meraih laba untuk dapat
menjamin kelangsungan usaha (sebagaimana sebuah perusahaan pada lazimnya) dan
memaksimalkan khalayak dan meningkatkan prestise serta pengaruh sosial yang
sejalan dengan tujuan mendapatkan keuntungan khususnya dari pemasang
iklan. Tetapi sebagai sebuah media, maka
organisasi tersebut juga harus memiliki tujuan
sasaran dari berbagai bidang (politik, budaya, agama dan lain
sebagainya) serta melayani kepentingan publik.
Sehingga
bila mengacu pada prakiraan utama model pasar dari Mc Manus maka kemungkinan
sebuah peristiwa dapat berkembang menjadi berita tergantung kepada beberapa
aspek yaitu :
- Berbanding terbalik secara proporsional dengan kerugian yang akan diderita oleh pemilik modal maupun pengiklan. Sebuah peristiwa yang akan merugikan pemilik modal atau pengiklan sering dipertimbangkan untuk diredam. Kasus Lapindo yang jarang diangkat oleh TV one merupakan salah satu contoh nyata.
- Berbanding terbalik dengan ongkos peliputan. Peristiwa yang memerlukan biaya peliputan besar akan kecil kemungkinannya untuk diberitakan. Siaran langsung Olimpiade dengan biaya hak siar yang sangat mahal hanya mampu disiarkan oleh stasiun televisi tertentu.
- Berbanding lurus dengan minat khalayak, terutama bila ada pengiklan yang mendanai. Acara konser musik merupakan salah acara yang sangat diminati oleh masyarakat maupun pengiklan sehingga banyak disajikan di berbagai stasiun televisi.
Faktor Internal
Organisasi (Manajemen) Media
Seberapa
besarpun modal yang telah ditanamkan sang pemilik, sebagai sebuah badan usaha
tentulah pemodal mengharapkan pengembalian keuntungan yang berlipat ganda dari
sejumlah dana yang telah digelontorkannya. Iklan menjadi sumber pendapat media
untuk dapat melancarkan jalannya roda usaha sekaligus memberikan tambahan
kemakmuran bagi pemiliknya.
Sebuah
kewajaran dan keniscayaan bahwa pihak manajemen media akan selalu berupaya
untuk dapat meraih penempatan iklan sebanyak-banyaknya guna dapat menambah
keuntungan perusahaan. Beragam cara ditempuh, mulai dari meningkatkan rating acara hingga meningkatkan jumlah
pengunjung, khususnya bagi media baru (on
line media). Tak jarang bayangan raupan keuntungan yang besar membuat media
kian memperbesar ruang bagi penayangan iklan.
Dalam hal
ini manajemen media harus menyeimbangkan antara keputusan untuk memilih konten
yang memiliki nilai berita dengan pemberian ruang iklan kepada para pengiklan.
Pertimbangan ini tentu mempengaruhi pemilihan isi (konten) media.
Dalam sebuah
media selalu ada perpaduan proporsi jenis konten antara berita (liputan) yang
dikerjakan secara objektif dengan mengacu pada kode etik jurnalistik, produk
iklan maupun opini dari redaktur atau editorial. Berapa besar komposisi untuk
setiap jenis konten media sangat dipengaruhi oleh kebijakan organisasi media,
baik berupa manajemen yang menjalankan roda usaha maupun news room yang menjaga independensi serta objektivitas media. Porsi
bagi iklan atau yang kerap dikenal dengan istilah media buying tentulah tidak boleh memakan porsi bagi ruang berita
dan editorial, karena pada dasarnya media harus tetap menjalankan fungsi dan
perannya sebagai jembatan informasi dan edukasi bagi khalayaknya.
Pada
beberapa media masih memegang teguh
pemisahan ruang antara produk jurnalistik yang objektif, opini redaktur dan
produk iklan. Artikel yang mengandung unsur iklan dan dibiayai oleh pengiklan
tetap harus diberikan judul atau tanda khusus seperti Infotorial atau
Advertorial untuk tidak menyesatkan publik pembacanya dan demi tetap menjaga tingkat
independensi media dalam fungsi dan perannya sebagai penyaji informasi.
Mencuatnya berita
Ardi Bakrie, sang Presiden Direktur kelompok media Viva jelang hari pemilihan legislatif perihal iklan Joko
Widodo sebagai salah satu kandidat calon presiden di ajang pemilihan umum 2014
ini merupakan contoh yang menyadarkan masyarakat akan betapa besar pengaruh
internal manajemen media terhadap keputusan yang harus diambil oleh media
sebagai sebuah entitas. Sebagai putra dari pemilik kelompok media yang
menduduki posisi tertinggi di jajaran manajemen, pengaruh kekuasannya menjadi
sangat besar dan tidak lagi proporsional dalam mengintervensi tayangan
informasi di media tersebut.
Penempatan
iklan Jokowi semestinya tidak perlu dipermasalahkan bila memang ditempatkan
pada ruang iklan. Selama iklan tersebut tidak menyerobot ruang berita ataupun
editorial maka pemasangan iklan tidak menyalahi kaidah dan kode etik
jurnalistik.
Dalam urusan
pemasangan iklan atau media buying
berlaku hukum bisnis. Siapa saja dapat beriklan di ruang iklan yang disediakan
oleh media, sejauh kesepakatan bisnis telah dicapai dan isi iklan tidak
melanggar kaidah ataupun norma yang berlaku di masyarakat.
Namun
informasi memang bersifat kontekstual. Sebuah informasi dalam bentuk apapun,
entah berita ataupun iklan, dapat mengalami pergeseran makna dalam konteks yang
berbeda, baik bagi pemberi informasi maupun penerimanya. Pada kasus iklan
Jokowi di laman Viva News.com ini agaknya Ardi Bakrie sebagai penerima
informasi (pemirsa iklan) memaknainya dari konteks sedang berlangsungnya
kontestasi politik dimana sang ayahanda yang turut bertarung dalam ajang
kompetisi politik akbar 2014 ini tengah berjuang untuk dapat memenangkan kursi
kekuasaan tertinggi negeri ini. Apalagi Jokowi merupakan rival yang kuat dengan tingkat elektabilitas tinggi, sehinga dikhawatirkan kemunculan iklannya akan kian menggerus elektabilitas ARB di ajang pertarungan pemilihan presiden.
Ketidaksenangan
Ardi Bakrie terhadap tayangan iklan kompetitor ayahnya di laman media miliknya,
mendorongnya menggunakan pengaruhnya menekan manajemen untuk segera menurunkan
iklan tersebut dan menggantinya dengan informasi yang lebih berkenan. Tak
mengherankan bila kemudian terbetik berita mengenai hengkangnya sejumlah
petinggi di jajaran redaksi Viva News sebagai bentuk reaksi atas intervensi
berlebihan sang pemilik terhadap
independensi mereka sebagai insan media.
Jurnalis
Deuze
memaparkan ideologi kerja jurnalis dengan elemen-elemen utama sebagai pemberi
layanan publik (melalui berbagai informasi yang dikehendaki oleh publik),
objektivitas (dengan tetap menjaga objektivitas liputan atau produk media),
otonomi (untuk menjaga independensi informasi yang dihasilkan), kesegaran
(sebagai aspek dalam nilai berita) dan etik dengan berpegang teguh pada kode
etik jurnalistik.
Dalam proses
kerjanya jurnalis tidak boleh memasukkan preferensinya untuk menjaga
objektivitas produk medianya. Namun jurnalis dapat menuangkan pendapatnya dalam
kolom opini, ataupun editorial yang disediakan ruang khusus. Namun seringkali
jurnalis menghadapi dilema dalam menjalankan profesinya seperti kenetralan
dalam menyajikan informasi versus keterlibatan aktif sebagi individu bagian
dari masyarakat, memaksimalkan kreativitas dan kemandirian versus tuntutan
proses kerja yang rutin dan birokratis, memenuhi tuntunan konsumen dengan
menyajikan acara yang memiliki rating tinggi versus menjaga tujuan komunikatif
kepada masyarakat, melakukan kerjasama versus adanya konflik di lingkungan
kerja.
Para
jurnalis yang berada di dalam kelompok redaksi berperan sebagai gate keeping
bagi proses penentuan isi (konten) berita yang akan diangkat. Peran ini kerap
mendapat intervensi dari pihak manajemen untuk mempertimbangkan pemberian ruang
iklan yang lebih besar. Di peran inilah kelompok redaksi dalam news room harus
dapat tetap menjaga objektivitas dan kode etiknya sebagai jurnalis.
Teknis Kerja Media
Teknis kerja
jurnalis pada organisasi media dalam melahirkan sebuah produk media harus mengacu
pada prinsip-prinsip nilai berita.
Dalam proses kerjanya jurnalis akan mempertimbangkan nilai dari sebuah berita yang akan mempengaruhi keputusannya untuk mengangkat berita tersebut.
Sebuah
berita dianggap memiliki nilai tinggi apabila memenuhi aspek :
- Ada unsur kekuasaan, status dan popularitas dari individu atau peristiwa yang diliput. Jokowi sebagai media darling merupakan contoh dari aspek ini.
- Adanya kontak personal atas reporter. Seorang reporter yang memiliki kedekatan personal dengan sumber berita atau sebuah peristiwa akan menilai berita tersebut lebih tinggi. Bencana gempa bumi di Padang bagi seorang reporter yang berasal dari suku Minang akan memiliki nilai berita tinggi untuk diangkat.
- Lokasi peristiwa. Semakin dekat lokasinya dengan pemirsa maka semakin tinggi nilai beriltanya. Berita bencana di Indonesia seperti Tsunami di Aceh memiiki nilai berita lebih tinggi dibandingkan berita tsunami yang melanda Thailand.
- Lokasi kekuasaan. Semakin dekat lokasi kekuasaan dengan pemirsa juga semakin meningkatkan nilai berita. Berita pilgub DKI Jakarta memiliki nilai berita lebih tinggi dibandingkan pemilu di Venezuela.
- Dapat diperkirakan dan rutin. Peristiwa yang dapat diperkirakan akan memiliki nilai berita lebih tinggi dibandingkan peristiwa yang tidak terbayangkan.
- Kedekatan dengan khalayak. Berita jatuhnya pesawat Garuda di Sibolangit lebih memiliki nilai berita dibandingkan dengan bencana kapal laut di perairan Mediterania.
- Kebaruan dan ketepatan waktu dari peristiwa. Sebuah peristiwa yang baru terjadi lebih menarik dan memiliki nilai berita dibandingkan dengan peristiwa yang sudah lama. Kecelakaan mobil yang melibatkan si Dul (anak Ahmad Dani) baru-baru ini menempati porsi liputan yang cukup besar.
- Pemilihan waktu dalam hubungannya dengan siklus berita. Pada surat kabar harian maka pemilihan waktu menjadi lebih ketat seperti harian Kompas dibandingkan dengan majalah atau tabloid mingguan atau bulanan seperti majalah Tempo.
- Eksklusivitas. Semakin mampu sebuah media mendapatkan hak ekslusif akan sebuah tayangan semakin besar nilai beritanya. Berita tentang penembakan teroris pada breaking news di TV one dan Metro TV maupun siarang langsung pertandingan bola di stasiun televisi tertentu saja seperti RCTI dan SCTV.
- Keuntungan ekonomi. Berbagai acara konser musik yang diminati oleh masyarakat dan pengiklan memiliki nilai tinggi untuk disiarkan.
Media Baru (New Media)
Seiring
kemajuan teknologi, telah muncul media baru yang menimbulkan euforia bagi
masyarakat di berbagai belahan dunia. Karakteristik media baru yang kian
menghapus batas-batas ruang dan waktu telah menjadikan media ini sangat berdaya
guna dalam menjembatani kesenjangan informasi dan membantu menyebarkannya
nyaris tanpa penghalang.
Dalam
konsepnya Marika Luders (2008) menjelaskan bahwa perbedaan antara komunikasi
massa dan personal tidak lagi menjadi terlalu jelas berbeda sejak teknologi
yang sama dapat digunakan untuk kedua tujuan komunikasi tersebut. Perbedaan
antara kedua jenis media tersebut hanya terdapat pada pengertian tentang
dimensi sosial, keterkaitannya ke jenis kegiatan dan hubungan sosial yang
terlibat.
Luders, yang
lebih menyukai terminologi “media form”
dibandingkan “medium”, berpendapat
bahwa perbedaan antara media personal dan media massa mungkin didasari pada
perbedaan dalam jenis keterlibatan yang diinginkan oleh para penggunanya. Dimana
media personal lebih bersifat simetris dan membutuhkan para penggunanya untuk
tampil / berperan aktif sebagai penerima maupun pemberi pesan. Dimensi
berikutnya yang juga relevan adalah ada atau tidaknya konteks profesionalitas /
kelembagaan yang menjadi ciri dari produksi sebuah media massa. Tentu saja
dengan melihat juga perbedaan antara komunikasi yang secara teknis bersifat
mediasi (mediated communication)
dimana komunikasi terjadi antar individu yang terpisah jarak dan waktu melalui
medium tertentu dengan quasi mediasi (quasi mediated communication) berupa komunikasi massa yang lebih bersifat
monologikal dan satu arah, sebagaimana dijelaskan oleh Thompson.
Apa yang Baru dari Media Baru ?
Poster
(1999:15) mendefinisikan tentang perbedaannya dengan media yang lama. Media
baru dapat dikatakan sebagai internet yang menyatukan radio, film, dan televisi
serta mendistribusikannya melalui teknologi “push”.
Media baru ini melampaui batasan model pencetakan dan penyiaran dengan
memungkinkan terjadinya percakapan dari banyak orang ke banyak orang lainnya,
memungkinkan adanya penerimaan, perubahan dan pengiriman kembali objek-objek
budaya secara berkesinambungan, melepaskan kegiatan komunikasi dari keberadaan
tempat bangsa-bangsa, dari hubungan kewilayahan yang renggang karena
modernitas, menyediakan kontak (hubungan) global secara cepat (instan) dan
dapat memasukkan subjek yang modern (terkini) ke dalam perangkat mesin yang
terhubung (jaringan perangkat mesin).
Kalyanaraman
dan Sundar (2008) berpendapat bahwa metafora dari gerbang (portal) internet
memiliki ciri sebagai gateway menjadi
pintu ke akes informasi pada Web atau
akses ke Web itu sendiri, sebagai
media iklan (billboard) membantu
meningkatkan kesadaran dan keyakinan akan adanya sisi lain pada portal seperti
halnya eksternal websites, sebagai
jaringan (network) memberi tempat
kepada para pengguna dengan ketertarikan yang sama dan menyediakan tempat untuk
setiap orang dapat menunjukkan ketertarikannya, sebagai wadah masyarakat telah
memenuhi / menjalankan peran khusus
untuk kelompok pengguna secara umum maupun tertentu (targeted users) dan sebagai sebuah brand menjadi one-stop online
source yang menyediakan fungsi-fungsi pertukaran yang beragam maupun
spesifik.
Perubahan-perubahan
utama terkait dengan perkembangan media baru adalah terjadinya digitalisasi dan
konvergensi (penyatuan) dari semua aspek media, adanya peningkatan
interaktivitas dan konektivitas (keterhubungan) jaringan, terdapatnya mobilitas
dan delokasi (terlepas dari lokasi) pada pengirim dan penerima pesan, adanya
adaptasi peran publikasi dan peserta (audiance),
munculnya berbagai bentuk gerbang media (media
gateway) baru serta menimbulkan terjadinya fragmentasi (pemecahan) dan
pengaburan (arti) dari lembaga media (media
institution).
Perubahan
yang cukup besar telah terjadi di media massa. Perkembangan dari sebuah
bentuk komunitas masyarakat baru, yang
cukup berbeda dari komunitas masyarakat umum, yang salah satunya dicirikan dari
jaringan komunikasi interaktif yang kompleks telah melahirkan media baru. Media
baru ini ditekankan pada kegiatan kolektif secara bersama-sama, terutama dengan
kemunculan internet untuk penggunaan umum (masyarakat).
Pada media
baru telah terjadi proses digitalisasi dan konvergensi yang memungkinkan
masyarakat dapat berkomunikasi dan berinteraksi tanpa ada batas-batas ruang dan
waktu serta menyatukan berbagi bentuk media yang sebelumnya telah ada melalui
satu pintu. Di satu sisi kehadiran media baru telah memberi banyak kemudahan
dan kelebihan bagi masyarakat dalam berkomunikasi, berinteraksi dan
berekspresi, namun di sisi lain perlu dicermati adanya kemungkinan
penyalahgunaan ataupun dampak negatif sebagai akibat dari karakter media baru
yang lebih bebas (less control)
berbasiskan teknologi yang tidak terdedikasi secara khusus (uniquely undedicated communication technology). Secara umum media
baru telah mendapat respon dan penerimaan positif dari masyarakat, dengan
harapan yang tinggi terhadap perkembangan dan pemanfaatannya.
Dampak Penggunaan
Internet Terhadap Peningkatan Aspirasi Politik
Melihat
dari karakter internet yang mampu menghilangkan masalah distribusi (penyebaran)
informasi karena tidak ada batasan waktu, serta dapat memuat informasi nyaris
tanpa batas karena ketiadaan batasan ruang membuat media ini digandrungi oleh
banyak tim sukses kampanye partai politik ataupun kandidat yang akan
mencalonkan diri.
Beberapa
tim sukses bahkan sengaja membentuk kelompok khusus yang bertugas menangani
akun khusus dari partai ataupun kandidatnya. Kelompok yang sering disebut
sebagai Cyber Army ini bertugas
mengawasi isi informasi yang masuk ke akun tersebut, membanjiriya dengan
informasi positif dengan tujuan untuk dapat menggiring opini publik. Tidak
jarang kelompok tersebut bertindak seolah-oleh partisipan yang secara objektif
memberi dukungannya atas sebuah partai atau seorang politikus. Hal ini pernah
dilakukan oleh tim sukses Soesilo Bambang Yudhoyono saat kampanye di pemilihan
presiden. Tim suksesnya mengklaim berhasil meraih suara pemilih pemula (pemilih
muda) melalui aktivitas di jejaring sosial. Kegiatan serupa juga banyak
dicontoh oleh politikus lain, seperti Aburizal Bakrie dan Prabowo yang memiliki
sejumlah akun kampanye di berbagai jenis media sosial seperti Facebook dan Blog.
Namun
tidak jarang seorang politikus karena figurnya yang disukai publik memiliki
sejumlah relawan yang membangun dan mengelola akun atas namanya. Fenomena
Jokowi dengan sejumlah relawan yang kini membuka akun berjudul “Jokowi for President 2014” merupakan
salah satu contoh yang terjadi akhir-akhir ini.
Ketika
pilkada DKI Jakarta berlangsung beberapa waktu lalu, muncul beberapa video
kreatif dukungan terhadap Jokowi dan Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta di media Youtube, salah
satunya video parodi What
Makes You Beautiful yang ditonton lebih dari 1.8 juta kali. Selain
memanfaatkan Youtube, pendukung
Jokowi Ahok juga memanfaatkan blog,
facebook dan twitter, salah satu
akun facebook ada yang memberikan
dukungan kepada pasangan ini mencapai 140 ribu orang.
Bila
dimanfaatkan secara maksimal maka dukungan media baru (internet) dengan karakteristik khususnya yang dapat mencakup
penyebaran demikian luas tanpa batas ruang dan waktu maka semestinya penggunaan
internet dapat memberi dampak pada peningkatan partisipasi politik melalui
penggiringan opini masyarakat untuk memilih kandidat yang dikampanyekan. Namun
bentuk aliran informasi yang lebih bebas pada internet juga memberikan publik
akses informasi yang lebih luas dan berimbang mengenai profil dari seorang
politikus ataupun rekam jejak sebuah partai.
Masih
besarnya prosentase mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya di berbagai
tingkat pemiihan pimpinan pusat maupun daerah menunjukkan bahwa penggunaan
internet sebagai media kampanye belum tentu secara otomatis meningkatkan
partisipasi politik masyarakat. Maraknya informasi mengenai berbagai kasus korupsi
membuat masyarakat mendapat imbangan informasi dalam memutuskan pilihannya.
Sebuah
survey dan kajian yang dilakukan oleh lembaga Indikator Publik Indonesia
menunjukkan 67 % respondennya tidak tertarik pada permasalahan politik dan
pemerintahan Indonesia. Skor penilaian kepercayaan publik pada lembaga Dewan
Perwakilan Rakyat merosot ke angka -9, Partai Politik di bilangan -26 dan
kepada Politisi bahkan melorot hingga nilai -27. Pergeseran pandangan juga
terjadi dari partai politik berubah menjadi figur politisi sebagai sebuah
individu yang dianggap kompeten dan berintegritas.
Selain
itu faktor penetrasi internet dan
literasi penduduk akan teknologi media baru tidak sama di setiap daerah.
Begitupula dengan tingkat pendidikan masyarakat yang mempengaruhi daya analisa
terhadap figur seorang politikus. Hal inilah yang membuktikan bagaimana
kesuksesan Jokowi di pilgub DKI Jakarta belum tentu dapat diikuti dan
diterapkan pada pilkada di daerah-daerah lainnya.
Karakteristik
yang khas dari media baru juga membuat media ini jauh dari jangkauan intervensi
penguasa (pemerintah) terhadap isi informasi yang terkandung di dalamnya.
Manfaat inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para Cyber Army pendukung kandidat calon presiden untuk tetap
menunjukkan dukungannya dalam bentuk kampanye tersamar hingga yang jelas
terlihat terang-benderang, sekalipun dalam masa minggu tenang.
Jakarta,
Oktober 2013
-PriMora Harahap-
(dipersiapkan
untuk memenuhi tugas take home test untuk
ujian tengah semester mata kuliah Perspektif dan Teori Komunikasi Massa pada
Program studi Manajemen Komunikasi, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia,
dengan sedikit penyesuaian pada contoh kasus terkini)
Referensi :
- Mass Communication Theori, Denis Mc. Quail
- Situs lembaga Indikator Publik Indonesia
Referensi :
- Mass Communication Theori, Denis Mc. Quail
- Situs lembaga Indikator Publik Indonesia