Dari hasil bincang2 via sebuah mail list, sempat terlontar keheranan mengapa beberapa plaza cukup mewah di Medan, yang awalnya memposisikan dirinya untuk high end level tiba-tiba mengundang masuk hypermarket sebagai tenant-nya. Hal itu tentu membuat posisitional plaza tsb menjadi tidak lagi jelas. Setelah saya coba telaah, ternyata Medan merupakan sebuah pasar dengan karakteristik yang cukup unik.
Sepengetahuan saya (yg sempet beberapa kali pulang kampung ke Medan), sebuah dept store or mall baru di Medan biasanya memang cuma ramai dikunjungi orang pada saat awal pembukaan saja, dimana rasa ingin tahu masyarakat disana akan suasana yg disajikan masih sangat tinggi. Lalu... Beberapa bulan sesudah itu... biasa2 aja. Tingkat kunjungan orang tidak lagi seramai saat baru dibuka.
Paling weekend yang cukup ramai, tapi juga rata-rata masyarakat di sana hanya datang ke mall2 dan plaza2 mewah sebagai alternatif hiburan jalan2 keluarga.
Itu sebabnya beberapa Dept. store yg awalnya heboh dikunjungi, sekarang justru sudah tutup... seperti Medan Mall (CMIIW).
Rata2 pengunjung datang ke mall dan plaza lebih sekedar untuk cuci mata lah. Atau paling banter ikut2 coba-coba nge-life style dikit dgn ngopi2 di Starbuck atau makan di foodcourt dan belanja di HyperMarket.
Tapi itupun... untuk urusan 'perut', yg namanya orang Medan tetep gak begitu doyan belanja di Hypermarket modern...
Lha wong masakan Sumatra itu kan terkenal Spicy, penuh dengan bumbu, rame n meriah deh.
So...
Hypermarket di sana pun gak pernah se-heboh di Jakarta pengunjungnya (yg bisa ber-jubel2 dan butuh ekstra kesabaran untuk sekedar antri di kasir). Karena di Hypermarket tentu sulit ditemukan kebutuhan guna membeli bumbu2 (buat bikin gulai atau sayur daun singkong tumbuk a la mandailing), apalagi ikan asin, teri medan,ikan mas yg segar (untuk masak arsik), ikan sale sungai (untuk dibuat masakan limbat dgn sambalnya yg lezat - hmmm... yg asli dari Mandailing pasti tau) etc,etc,... Wah !! Manalah cukup puas kalo belanjanya di Hypermarket...?? Hmmm... bisa2 yg ketemu cuma sarden, cornet, sosis... ;p.
Sedangkan di Jakarta saja, kota megapolitan dimana Hypermarket nya sudah menjamur, orang Medan pendatang pun masih harus mencari bahan2 masakan Sumatra ke pasar2 tradisional (tante2 saya sampe bela2in belanja ke pasar Senen lhooo... Menurut mereka bahan2 yang ada di Hypermarket itu gak sreg dan gak pas.
Apalagi di Medan kan...
Jadi... teteeep... ke Pajak2 (baca: Pasar, red) situlah tujuan inang-inang tu berbelanja...
Tambahan pula awak bisa puas menawar di pajak tu kaan...
itu kepuasan batin tersendiri lhooo buat para ibu2... rasanya puas banget bisa menghemat uang belanja.
Begitupun bila Hari Raya tiba. Aneka sarung pelekat, peci melayu, telekung (baca: mukenah, red) tentulah terasa lebih afdhol di cari di Pajak Lama. Banyak macam dan ragamnya. Cantik2 dan... Yang penting awak bisa menawar harga pula...
Seorang teman saya di mail list yang sudah pakar dalam bidang marketing berpendapat bahwa orang Medan itu gak terlalu terpengaruh dengan image dan positioning tempat berbelanja.
Rasanya benar jua... Masyarakat Medan memang dari dulu gak terlalu perduli dengan gengsi tempat membeli, mereka justru sudah sejak lama lebih pintar dan cerma dalam hal berbelanja, atau istilah kerennya Smart Buyer...
Kalau bisa dapat barang bagus - apalagi terjamin asli, bukan aspal - dengan harga miring, ngapain juga mesti beli di butik2 di Dept store dan Mall besar. Karena di sana biasanya barang yang sama di jual lebih mahal (butik2 itukan pasti punya Cost tambahan buat sewa tempat - ruangan pake ac - belum lagi untuk menggaji para pramuniaganya, tax yg lebih tinggi, etc,etc - yg pasti perlu biaya lebih mahal dibanding ongkos sewa kios di pasar atau yaaa... semacam ruko-ruko yg lebih low level deh, istilah kerennya trading center yang less high-end. Kalau berdasarkan hukum ekonomi maka mestinya semua cost itu diperhitungkan dan dibebankan ke konsumen kalau penjual gak mau rugi atau turun Profit Margin nya - yang tentunya dengan cara menaikkan Selling. Buat para konsumen di sana - Gak pentinglah tempat belinya - Emang siapa sih yang tahu kita beli dimana ? Yang penting kan terlihat keren pada saat dipakai...
Bahkan di kamus mereka gak ada tuh istilah gengsi untuk memberi tahu kenalan dan kerabatnya dimana kios tempat membelinya. Mereka bahkan mengajak / merekomendasikan untuk ikut membeli di sana saja.
Ditambah lagi faktor lebih mudahnya bepergian ke Batam, Malaysia dan S'pore.
Belum lagi banyaknya barang selundupan yg gak kalah cantiknya, dijajakan di kios-kios di sekitar pelabuhan Belawan... ;p - yg sebentar saja bisa dikunjungi (gak perlu perjuangan berat yang jauh plus macet parah seperti kalau kita mau ke Tanjung Priuk).
So... ??
Mungkin ini yang namanya pebisnis mesti lebih mempertimbangkan lagi Customer Behavior dari pasar yg akan dimasuki.
Jadi kalau perlu bisa dilakukan antisipasi atau penyesuaian untuk setiap pasar yg memiliki Customer Behavior yg cukup ''unik''...
IMHO, pembukaan Dept-store2 mewah di Medan memang terlihat sebagai Ikut Arus kota2 modern.
Tapi utk dapat 'merubah' Customer Behavior di sana ?? Wah!! Rasanya perlu perjuangan berat utk bisa meng-'edukasi' publik di sana.
Apakah Dept-store2 besar nan mewah itu akan bertahan di Medan ?
Just wait n see...
any comment ?
CU,
-PriMora Harahap-
1 Feb 2006
sharing opinion / tulisan saya yang lain juga dapat dibaca pada Mora's blog
(@ mora-harahap.blog.co.uk)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar