Tulisan ini sebenarnya telah saya selesaikan pada awal Jan 2006. Namun karena melihat masih ada relevansinya, maka saya postingkan kembali di blog ini, dengan harapan dapat berbagi.
Melihat cukup serunya pembahasan mengenai Marketing for Indonesia Recovery ini, khususnya di bidang pariwisata, saya jadi tergelitik untuk ikut sekedar sumbang suara atau sedikit berbagi pengalaman.
Jujur, saya sama sekali bukan orang yg berkecimpung di dunia pariwisata.
Tapi sebagai seorang yang cukup suka traveling, saya ingin sedikit berbagi saran atas apa yg pernah saya lihat di beberapa tempat.
Karena setiap kali saya bepergian atau berkesempatan untuk mengunjungi suatu tempat, saya selalu tertarik untuk mengamati dan mencaritahu apa kira2 kunci keberhasilan yg membuat tempat tsb menjadi bernilai jual tinggi, begitu menarik dan bahkan sedemikian terkenal sehingga dapat menarik perhatian, minat dan keinginan begitu banyak wisatawan berdatangan - bahkan dari negara-negara yg secara geografis berjarak cukup jauh sekalipun - untuk mengunjunginya.
Rasanya ada benarnya apa yg dikemukakan oleh seorang teman yang sudah terbilang pakar dalam bidang pemasaran, bahwa ada kalanya bangsa kita sering minder dengan kondisi dan keberadaannya sendiri, serta seringkali terlalu kagum dengan apa yg bersifat 'luar negeri' (khususnya bila hal tsb menyangkut pola gaya hidup yg datang dari negara-negara barat), yg berakibat sering tidak Percaya Diri atas apa yg kita miliki dan membuat kita menjadi bangsa yg cenderung semakin konsumtif ketimbang produktif atau berupaya memproduktifkan segala bentuk sumber daya yg kita miliki (CMIIW).
Tapi apa yg diutarakan oleh seorang rekan di komunitas pemasaran juga tidak salah adanya. Mengingat selama ini memang Pemerintah kita belum menunjukkan adanya implementasi dari program-program yg bersifat komprehensif dan terintegrasi. IMHO, masalah pariwisata berikut dengan pembangunan fasilitas, pengembangan marketing dan publisitasnya merupakan masalah yg memiliki tingkat kompleksitas yg cukup tinggi, yg melibatkan banyak aspek didalamnya serta hanya dapat digarap dengan baik bila melibatkan semua pihak tekait.
Benar sekali kata banyak orang, bahwa Indonesia memiliki begitu banyak daerah, ribuan pulau, dengan keindahan alam yg luar biasa cantiknya, tidak kalah dengan keindahan alam di berbagai negara lainnya (banyak pemandangan alam di Indonesia yg bahkan jauh lebih indah), yg tentu akan sangat potensial untuk menarik perhatian dan minat wisatawan bila dapat digarap dengan serius.
Namun berapa persen dari sumber daya pariwisata Indonesia yg sudah dikelola dengan baik? Berapa banyak yg sudah dikenal luas oleh masyarakat dunia? Sangat sedikit!! Bahkan banyak warga dunia ini yg tidak mengetahui dimana Indonesia berada atau mereka hanya mengenal keindahan pulau Bali namun seringkali tidak mengetahui kalau pulau dewata tsb berada dalam wilayah Indonesia. Pada akhirnya kalaupun Indonesia menjadi bahan perbincangan di dunia internasional dan Bali kemudian dikenali sebagai bagian dari Indonesia, lebih banyak melalui pemberitaan seputar Bom Bali!! Memang pada akhirnya Indonesia menjadi terkenal, 'go international', namun sayang sekali dengan citra yg cukup negatif. Padahal Indonesia memiliki begitu banyak sumber daya baik sumber daya alam maupun manusia yg sangat potensial bila dapat dikelola dan dikembangkan dengan serius.
IMHO, untuk itu tentunya diperlukan suatu program yg menyeluruh dan terintegrasi dengan baik. Dalam hal ini peran swasta sebagai pihak yg memiliki modal dan berkepentingan langsung akan hasil yg dicapai, untuk membangun, mengelola dan memelihara obyek2 pariwisata, tentu sangat diperlukan. Tapi apakah cukup hanya swasta yg berperan??
Tentu tidak!!!
Sangat diperlukan peran pemerintah sebagai penyelenggara negara yg notabene memiliki hak penuh dan mutlak atas pemberian izin penggunaan dan pemberdayaan seluruh sumber daya pariwisata tsb (khususnya terkait dengan sumber daya alam). Dengan demikian peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjadi koordinator yg dapat menyatukan semua pihak terkait, seluruh stakeholder (tidak hanya pihak swasta, namun juga dengan seluruh departemen terkait di jajaran pemerintahan - bukan sekedar dept. pariwisata tapi juga dept. pendidikan, kominfo dll, maupun pemuka masyarakat).
Tapi tidak dapat dipungkiri seringkali terlihat pemerintah (dalam bidang apapun) sibuk terjebak dalam alur birokratisasinya sendiri, dengan berbagai rapat yg tiada akhir namun seperti tak berujung, sehingga hampir setiap program yg diluncurkan tidak terimplementasi dengan maksimal dan terkesan hanya sebagai slogan tanpa gaung atau sekedar memenuhi 'kredit poin' tugas dan kewajiban sebagai penyelenggara negara, tanpa pernah dilakukan evaluasi kembali mengenai hasil yg tercapai - mengacu pada biaya yg sudah sekian banyak dikeluarkan dan target yg telah dicanangkan - seberapa besar tingkat efektifitas dan efisiensinya. Seringkali kekurangsungguhan ini membuat banyak program meleset jauh dari target pencapaian dan terkesan hanya digarap seadanya, sekedar ada hasil tanpa harus optimal (CMIIW).
Dan memang terlihat ada satu hal lagi yg sedikit banyak memberi konstribusi terhadap kurang maksimalnya perkembangan sektor pariwisata di Indonesia, disamping aspek-aspek di atas tadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa ‘budaya’ (‘culture’) bangsa kita pada umumnya turut mempengaruhi (CMIIW). Yg saya maksud dengan budaya di sini adalah dalam pengertian sangat luas. Bukan sekedar seni kebudayaan dan adat istiadat (kalau yg ini mestinya justru menjadi nilai jual yg sangat menarik), tapi lebih menyangkut ke arah perilaku dan kebiasaan (attitude dan habit) masyarakat.
Seperti budaya rasa memiliki atas obyek-obyek pariwisata di tanah air, kesadaran untuk selalu menjaga kebersihan dan keutuhannya (tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan fasilitas umum seperti toilet, telepon umum serta tidak melakukan corat-coret yg merusak pemandangan), tidak melakukan diskriminasi sepihak pada setiap orang yg datang (bukan hanya sekedar ramah pada tamu yg diperkirakan bisa memberi 'tip' lebih banyak), siap membantu memberi informasi yg diperlukan (dalam hal ini penguasaan - paling tidak pengetahuan - tentang kebudayaan setempat sangat diperlukan), rasa bangga akan kebudayaan daerah setempat dll.
Tentunya di atas segala hal tsb di atas, faktor keamanan dan kenyamanan menjadi faktor kunci yg sangat menentukan seseorang untuk berkunjung.
Tingkat kriminalitas yg semakin tinggi, banyaknya kerusuhan antar warga, seperti antar kelurahan/rt/rw, bahkan bukan lagi di daerah konflik sekalipun) yg kini semakin menjadi dan meluas – bahkan saat ini tawuran sudah tidak lagi pada tingkat pelajar yg seringkali dianggap masih dalam tahap labil secara emosional namun sudah meluas ketingkat warga yg notabene orang-orang yg sudah cukup berumur dan dewasa untuk bersikap. Adanya rasa tidak aman dan tidak nyaman bagi pejalan kaki, kesemrawutan tata kota yg tidak jelas, penegakan hukum oleh aparat yg masih sangat lemah.
Dapat dipastikan hal-hal seperti ini membuat enggan orang untuk datang berkunjung, yg menjadi faktor penghambat pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia. IMHO, rasanya diperlukan kesadaran yg lebih mendalam dari pemerintah pada khususnya, untuk segera mulai membenahi segala kesemrawutan ini untuk dapat meningkatkan citra positif dan nilai tambah Indonesia - bukan sekedar nilai pertambahan hutang... :)- di mata dunia, dengan beragam program yg lebih nyata dan menyeluruh, tentunya dengan bantuan kerjasama dari pihak-pihak swasta dan pemuka masyarakat.
Di lain kesempatan saya dapat berbagi beberapa contoh yg lebih nyata mengenai hal ini.
Harapan saya hanya semoga urun suara ini dapat dijadikan bahan renungan untuk memaksimalkan perkembangan sektor pariwisata di Indonesia.
CU,
-PriMora Harahap-
1 Jan 2006
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar